Cita-cita

4 1 0
                                    

Ketika Sekolah Dasar, aku ingin sekali menjadi dokter.

Namun ketika Sekolah Menengah Pertama, aku justru ingin menjadi artis.

Dan ketika aku ada di Sekolah Menengah Atas, aku mulai kehilangan arah.


Ketika aku sudah benar-benar dewasa, aku benar-benar tidak memiliki cita-cita sama sekali. Layaknya manusia yang hidup dengan mengikuti garis kehidupan dari Tuhan.

Karenanya, kosongnya harapan itu seringkali membuatku berhenti terlalu lama di persimpangan jalan. Bingung memilih jalan yang mana, karena pastinya setiap jalan memiliki tujuan.

Mungkin terlalu naif jika ku katakan cita-citaku "membuat orang tuaku bangga".

Namun nyatanya, sejak kakak pergi, aku seperti otomatis mengambil seluruh kewajiban seorang anak yang bertugas membahagiakan orang tuanya.




Di atas kebahagiaannya sendiri.

Aku merasa bahwa bahagiaku adalah ketika orang tuaku bahagia.

Dan ketika mereka bahagia, aku berhasil. Dan kakak ku pasti akan turut bahagia dan bangga disana.

Namun pahitnya, seringkali, ternyata bahagianya orang tuaku menyiksaku, menekanku, dan memaksaku melampaui batasanku sendiri.

Bahkan ketika aku berterus terang bahwa aku tidak menginginkannya.

Aku selalu berpikir, apakah bagi orang tua kebahagiaan seorang anak bukanlah sebuah kesuksesan?

Meski dengan pilihan yang mungkin bagi orang di luar sana terasa biasa saja.

Apakah tolak ukur kesuksesan seorang anak karena ia telah berhasil menempati posisi penting dari sebuah company ternama dengan gaji milyaran rupiah?

Apakah tolak ukur keberhasilan seorang anak hanya terlihat ketika ia berhasil menggenggam dunia?

Jika begitu, aku rasa, sampai aku mati-pun aku tidak akan pernah membanggakan.

Karena aku bahkan tidak pernah tertarik untuk semua itu.

Aku mengusahakannya, namun aku tau, aku tidak akan bisa mencapainya. Aku terbatas.

Seperti sedang berlari dengan mengikat bola dunia di pergelangan kakiku.


Aku hanya ingin mereka tau,

Karena bagiku sendiri, pekerjaan apapun mereka, dan dengan kondisi apapun mereka, selama mereka menyayangiku dan merasakan kebanggaan atas hal kecil yang telah aku lakukan,

rasa bangga memiliki orang tua seperti mereka seperti aku merasakan cita-citaku tercapai.




Namun sayangnya,

Kenyataannya tak begitu.

Miris sekali, ya.

Cuplikan HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang