Prolog
"Pergi. Gue gak butuh lo disini.""Tapi gue mau tetap disini sama lo. Gue tau lo ga sekuat itu buat di sini sendiri. Cukup diam gue bakal temenin lo di sini. Terserah apa yang lo bilang."
Seorang gadis berjalan dengan santai menuju sofa di sebuah ruangan sembari menatap ke arah seorang laki-laki yang tengah termenung di balkon ruangan itu. Gadis itu menghela nafas dan dengan tiba-tiba mendekat ke arah sang lelaki lalu duduk di sebelahnya, tak jadi duduk di sofa empuk di kamar lelaki itu.
"Luapin semua yang ada di pikiran lo. Jangan pendem sendiri."
Ujar gadis itu sembari menatap lelaki di sampingnya. Tak disangka oleh sang gadis ternyata lelaki itu juga menatap nya dalam.
"Kadang dengan luapin amarah bakal buat lo lebih tenang, tapi dengan cerita sama orang lain lo bakal ngerasa jauh lebih tenang Lan. Coba deh sekali-kali cerita masalah lo ke orang. Apa untungnya lo pendem semuanya sendiri?"
"Cerita sama gue contohnya." Lanjut gadis itu.
Sang lelaki hanya diam lalu mengalihkan pandangannya ke langit yang gelap di atas. Ia menatap hamparan bintang-bintang yang indah di pandang mata.
Andai hidupnya bisa seindah hamparan bintang yang ia lihat setiap malam.
Andai hidupnya semanis permen kapas yang sangat di sukai oleh gadis di sampingnya kini.
Andai hidupnya senyaman pelukan gadis di sampingnya.
Ya, semua hanya berawal dari kata andai. Nyatanya hidupnya tak akan pernah seperti apa yang ia andaikan. Hidup nya penuh dengan kepahitan. Mungkin akan berlanjut entah sampai kapan.
"Pulang." Ujar nya kepada gadis yang masih menatap langit di sampingnya.
Gadis itu menoleh menatap lelaki di balkon itu. Lalu kembali menggeleng setiap perkataan tadi ia ulang.
"Udah gue bilang kan, gue mau di sini sama lo. Sampai lo tenang. Gue tau lo belum tenang Atlan."
"Cukup gue membebani hidup lo Cissa. Masalah gue biar gue sendiri yang tanggung. Lo gak usah ikut campur."
Lelaki itu memandang jenggah ke arah sampingnya. Sampai kapan gadis itu paham kalau ia tak mau membebani nya lagi?
"Gue gak merasa terbebani kok sama lo. Selama dua tahun ini siapa yang selalu sama lo Atlan? Gue selalu disini sama lo. Jadi stop bilang gak mau ngerecokin hidup gue, karena lo udah telat. Lo selalu recokin hidup gue."
"Kenapa lo gak pergi Cissa? Lo semakin buat gue lupa diri."
Atlanta menelungkupkan kepalanya di tumpuan tangannya semakin merasakan perasaan sesak dalam dirinya.
"Karena lo segalanya buat gue Lanta."
Atlanta semakin menelungkupkan kepalanya mendengar Recissa memanggilnya dengan panggilan berbeda. Ia selalu suka jika Recissa memanggilnya begitu, Lanta.
"Gue udah banyak nyakitin lo Cissa."
"Gue tau lo lebih sakit dari gue Lanta. Gue tau itu. Sini."
Recissa menarik tangan Atlanta untuk mendekat ke arahnya. Lalu gadis itu mendekap tubuh tegap Atlanta dengan penuh kasih sayang. Sejak dulu Ia tak akan pernah bisa pergi dari seorang Atlanta. Bahkan saat pria itu terus menyakiti hati nya. Ia tak mampu. Setiap kali ia berusaha pergi, ia pasti akan kembali lagi kepada Atlanta. Atlanta adalah sakit sekaligus obat bagi Recissa.
"Gue gak tau apa yang lo lakuin ke gue tapi, gue gak bisa pergi dari lo Lan. Gue gak bisa. Jangan suruh gue pergi lagi. Karena gue gak akan pernah bisa."
Recissa semakin erat memeluk Atlanta. Begitu juga dengan Atlanta yang semakin menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Recissa.
"Jangan pergi. Gue masih butuh lo, atau mungkin sampai kapanpun gue akan tetap butuh lo Cissy. Jangan pernah pergi."
✧✧✧✧
To be continue..
gimana prolog nya??
next???
jangan lupa vote and comment yaww
bye!see you in another chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracolous
Teen Fiction[15+] Cerita ini mengisahkan tentang Recissa yang selalu disamping Atlanta, tentang Atlanta yang mengorbankan apapun untuk Recissa, tentang pengorbanan cinta keduanya, tentang semua gelap terang kehidupan Atlanta dan Recissa. ✿✿✿✿ WARNING⚠️ ∆ Int...