****
"Kesedihan mendalam ketika harus mengikhlaskan orang tersayang dalam pelukan sang Illahi."****
Izan menatap punggung istrinya yang semakin menjauh. Dia tidak tahu kenapa tiba-tiba istrinya ingin tidur padahal biasnya tidak, ah dia teringat sesuatu tadi pagi. Dan menyampaikannya kepada bapak dan ibu.
"Pak, Bu, alhamdulillah Nuha sedang hamil, sudah 7 minggu kata dokter kandungan. Tadi pagi saya dan Nuha pergi untuk memastikan."
"Alhamdulillah itu rezeky yang tidak sebanding dengan harta, akhirnya kita punya cucu lagi dari anak perempuan kita bu." Tutur ayah penuh dengan kebahagiaan, ibu tersenyum mendengarnya dan kembali memijat kaki bapak.
"Iya pak, makanya bapak disehat ya pak." Ucap ibu spontan.
"Iya ya bu, bapak keadaannya seperti ini apa bapak bisa berjumpa cucu baru ya bu."
"Bapak yang optimis dong, bapak harus sehat." Balas ibu.
"Iya bu, tapi kalau kehendak Allah tidak sama dengan kita bagaimana?" Ibu hanya terdiam mendengar ucapan bapak tidak berani menjawab.
Izan masuk ke dalam kamar mendapati istrinya sedang menangis dengan memeluk bantal. "Kamu kenapa de?" Tanya Izan penuh kecemasan.
"Huhuhu aku ga tahu mas, rasanya sakit, sesak di dada aku mas. Huhuhu aku ga tahu kenapa." Izan langsung memeluk Nuha dengan lembut dan mencoba menenangkan istrinya itu.
"Iya dek, ga papa kalau mau nangis itu mungkin bawaan dedek bayi yang ada di perut kamu." Celetukkan Izan membuat tangisan Nuha sedikit mereda.
"Uhh.... Ma...sa mas fitnah dekbay kaya gitu. Padahal dekbay kan ga tahu apa-apa huhuhu." Jawab Nuha masih menangis, Izan tertawa kembali menenangkan istrinya yang masih menangis.
Nuha masih menangis, aku hanya terdiam. Mencoba menenangkan tapi tak kunjung tenang. Nafas Nuha semakin teratur, aku melihatnya sudah memejamkan mata.
Aku baringkan Nuha di kasur. Mengusap kepalanya sayang, melihatnya sedikit menyayat hati. Sedang mengandung dan ke sana kemari harus mengurus bapak. Memang ada kakak Nuha tapi istriku ini bukan tipe yang hanya diam saja jika keluarganya sakit.
Entah kenapa aku merasakan bahwa bapak mertuaku akan tiada. Mungkin hanya perasanku saja tapi sudah banyak hal yang dilakukan bapak tidak sesuai dengan kebiasaan bapak.
"Kamu yang sabar ya Dek, kamu juga harus siap-siap dengan apa yang akan terjadi."
Nuha kembali menangis mendengar aku berkata demikian. Merasa bersalah, aku membelai kepala istriku dengan sayang. Semoga dengan ini membuatnya sedikit tenang.
***
Malam ini aku akan mengerjakan tugas yang sempat tertunda. Membuat soal ujian akhir semester bagi para mahasiswaku. Membuka laptop dan buku panduan yang sering aku bawa ke kelas. Mencari tanda yang berupa soal ujian. Aku selalu menandai materi yang penting untuk dijadikan bahan ujian. Semoga mahasiswa di kelasku ini bisa menjawab soal ini dengan mudah, karena aku juga sudah mengajarkan materi ini seminggu yang lalu.
Fokus mengetik soal yang terdiri dari lima soal. Berpikir tentang soal ujian bukan hal yang mudah. Harus ada kriteria soal berupa mudah, sedang, dan sulit. Harus dibagi menjadi tiga bagian. Aku memilih dua soal mudah, dua soal sedang, dan satu soal sulit.
Aku sesekali melirik istriku yang tertidur dengan gelisah. Miring ke kanan dan kiri secata bergantian. Apa karena sedang hamil jadi punggungnya sakit? Pikirku.
Badanku bergerak, menempatkan bantal dikedua sisi istriku. Dia terlihat nyaman, aku tersenyum puas. Kembali ke meja untuk dikirimkan ke prodi agar diprint dan disegel agar aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peluk Aku dalam Istiqomahmu
Ficção Geral"Nuha ihhhh." Aira mengambil buku dari tangan Nuha. Sang gadis menatap Aira dengan raut wajah kebingungan. "Apa sii Ra, ganggu aja." Nuha mencoba mengambil bukunya kembali tapi Aira menahannya. "Nuha ihhh dengerin aku dulu," Nuha mengalah karena Air...