****
"Dada yang begitu sesak, air mata yang terus mengalir tanpa henti, apakah ini sebuah pertanda dari sang kuasa?"
****Nuha membilas piring terakhir yang ia cuci. Matanya menatap aliran air kran dengan tatapan kosong. Pikirannya entah kemana, antara dia enggan mendengar cerita dan penasaran dengan kisah Hamizan dengan Devi.
"Mas, aku mau langsung tidur ya."
"Iya de."
Tidak ada sepatah kata yang keluar dari mulut Hamizan. Pertanyaan yang diajukan oleh Nuha seakan lenyap tanpa arti. Sedikit kesal dengan suaminya ia enggan berbicara sepatah kata jika sang suami mengajaknya bicara.
Nuha menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Pikirannya kembali kalut. Bagaimana bisa Hamizan, suaminya enggan bercerita. 'Atau sebaiknya aku tidak perlu mendengar agar hatiku tidak sakit? Tapi aku juga penasaran, daripada aku harus mendengar cerita dari Pina lebih baik dari suamiku sendiri, tapi emmm ya Allah bagaimana ini apa yang harus aku lakukan.'
"Aku kangen Bapak ya....."
"Kenapa dek?" Nuha kaget ketika suaminya datang tiba-tiba.
"Udah beres nonton tv-nya mas?" Tanya Nuha heran.
"Udah, kamu bilang apa tadi?"
"Ga bilang apa-apa kok, aku mau tidur ya mas ngantuk." Ucap Nuha mulai memejamkan mata.
"Besok Bapak udah boleh pulang."
Nuha membuka matanya, "Yang bener Mas?" Tanya Nuha penuh harap.
"Kata Mas Fatih udah sembuh, besok boleh pulang."
"Alhamdulillah aku seneng banget mas akhirnya bapak boleh pulang dan bisa kumpul di rumah seperti biasa."
Nuha tersenyum penuh bahagia Hamizan membalasnya, "Ya udah tidur gih, mas masih ada kerjaan, kamu tidur dulu aja ya dek."
"Iya mas, jangan terlalu malam ya mas tidurnya." Balas Nuha diakhiri dengan kecupan di dahi oleh suaminya.
Suaminya pergi ke ruang kerja sedangkan Nuha tertidur pulas. Dirinya tidak sabar bertemu bapak dengan keadaan sehat.
****
Sudah tiga bulan aku dan mas Izan menikah. Sudah selama itu juga aku menyelesaikan perkulianku dengan segera agar aku memfokuskan diri kepada sang suami. Sedangkan bapak sudah sembuh, dua kali bapak masuk rumah sakit. Tak jarang mengundang dokter untuk memeriksa bapak.Sedih rasanya bapak harus minum obat setiap hari. Dan yang terakhir bapak kembali menginap di rumah sakit selama tiga hari. Bapak kerabat yang datang dan tak jarang para tetangga menengok untuk melihat keadaan bapak.
Rumah juga sudah kembali ramai, bapak susah pulang. Kami semua berkumpul. Mas Fatih juga istrinya Mbak Hanum, dan keponakanku tersayang Khanan tidak pulang ke Bandung tetapi menetap di Jakarta untuk melaksankan kewajibannya sebagai seorang anak, merawat bapak yang sedang sakit. Keasaan bapak sudah setabil dan ibu juga sangat bahagia karena kami sekeluarga berkumpul apa lagi ada anggota keluarga baru, Mas Izan.
"Bapak mau makan apa?" Tanya mbak Hanum.
"Mau bubur sumsum aja." Mbak Hanum mengangguk mendengar jawaban bapak.
Aku dan Mas Izan sedang bermain bersama keponakanku yang masih berusia tiga tahun. Tawa dari anak kecil ini sangat renyah membuat suasana rumah menjadi segar.
"Ayo sini main sama kakek." Ucap bapak ketika dirinya datang bersama ibu.
"Ga mau, kakeh bau tanah." Celetuk Khanan mempererat pelukannya pada mas Izan.
"Ihhh masa dek Khanan bilang gitu, itu ga sopan sayang." Tegur mbak Hanum dari dapur.
Mas Fatih mengambil alih Khanan dan menggendongnya, "Khanan ayo salim dulu sama kakek."
Khanan meronta tidak mau menjabat tangan kakeknya. Akhirnya bapak mengalah dan membiarkan Khanan bermain bersama Mas Fatih.
Kami sedang bersama-sama menonton televisi. Tak lama bapak terbatuk aku bergegas mengambil minum untuk bapak.
"Terima kasih Nuha."
"Sama-sama Pak."
"Oh iya Nuha, bapak punya pesan buat kamu. Karena bapak ga tahu umur bapak bisa sampai kamu punya anak atau tidak."
Sedih rasanya ketika bapak berkata demikian, "Bapak kok bilangnya begitu." Bapak hanya diam tanpa bahasa.
Bapak kembali melanjutkan apa yang ingin disampaikan, "Nuha bapak punya pesan sama kamu, pesan bapak ada empat. Satu kamu harus taat sama suami, dua kamu harus ikhlas berapapun nafkah yang diberikan oleh suami mau itu sedikit atau banyak, tiga jaga sholatmu ya nak, dan yang terakhir jangan bergantung pada manusia jangan berharap dengan manusia."
Aku hanya menunduk mendengar pesan dari bapak sembari memijat kaki bapak. Ada rasa sesak di dada yang sulit untuk diungkapkan, aku merasa bapak akan pergi jauh. Aku tidak boleh berpikir seperti itu. Aku hanya mengangguk menjawab pesan dari bapak. Aku akan menuruti pesan bapak. Karena sejatinya jika aku taat kepada suami itu juga akan menuntun bapak dan ibu ke dalam syurga.
"Kamu Izan, tolong titip Nuha ya. Dia masih kekanakan, masih suka menangis, masih belum mengerti tentang dunia. Tolong bimbing anak saya menjadi istri yang sholehah. Bapak percaya sama kamu." Lanjut bapak menatap mas Izan.
"Iya baik, insyaAllah saya akan melaksanakan pesan bapak dengan baik atas izin Allah swt." Jawabnya penuh dengan keyakinan.
Aku menghentikan aktifitasku dan menatap bapak, "Pak, aku mengantuk, boleh Nuha istirahat dulu?"
"Iya Nak." Jawab bapak pendek.
Aku bergegas ke kamar. Air mataku tumpah ketika masuk ke kamar. Aku tidak tahu kenapa, tapi hatiku sakit sangat nyeri di bagian dada.
Menahan wajahku dengan batal agar suara isakan tidak terdengar jelas. Pintu terbuka membutku sadar.
"Kamu kenapa dek?" Tanya suamiku.
"Aku ga tahu mas, dadaku sesak banget lihat bapak. Aku takut mas, takut ditinggal bapak." Sontak Mas Izan memelukku dengan segera, tanggisku tumbah kembali.
Bagaimana jadinya jika aku kehilangan sosok yang selalu membimbingku. Memang sudah ada sosok mas Izan sebagai suami, aku belum bisa ditinggal bapak karena aku masih ingin mendengar berbagai nasihat dan saran yang memang sangat aku butuhkan, hal itu belum tentu mas Izan mau melakukannya untukku.
TBC
Terima kasih sudah mau menunggu aku melanjutkan cerita ini.
Banyak hal yang terjadi dalam hidupku dua tahun terakhir ini.
Banyak pula kejadian tidak terduga dalam hidupku juga, kehilangan sosok seorang ayah memang tidak mudah. Menikah dan mempunyai anak tanpa seorang ayah disamping kita terasa ada yang kurang. InsyaAllah dan bismillah semoga bisa bertemu kembali bersamamu disisi-Nya entah kapan waktuku dijemput oleh-Nya.Suport aku ya guys, terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peluk Aku dalam Istiqomahmu
Fiksi Umum"Nuha ihhhh." Aira mengambil buku dari tangan Nuha. Sang gadis menatap Aira dengan raut wajah kebingungan. "Apa sii Ra, ganggu aja." Nuha mencoba mengambil bukunya kembali tapi Aira menahannya. "Nuha ihhh dengerin aku dulu," Nuha mengalah karena Air...