***
"Tak mengapa hati begitu terlihat menyedihkan, pada dasarnya menyerahkan hati pada Sang Kuasa lebih terarah daripada menyerahkan hati pada ciptaan-Nya."
***
Orang yang baik akan bertemu dengan orang yang baik, Nuha meyakinkan dirinya akan hal tersebut. Dia mulai menata kehidupan lagi, mencoba tetap belajar untuk mengejar nilai akademik yang lebih baik lagi. Sesekali ia membaca ilmu tentang pernikahan dan hukum-hukum tentang suami dan istri. Begitu serius ia membaca buku tentang pernikahan sampai ia tidak melihat Aira masuk ke dalam sekre keputrian DKM. Gadis itu masih belum sadar jika sahabatnya menatap dengan tatapan yang berbinar bak menemukan mutiara yang tersembunyi.
"Ha... Nuha."
"Hmmm."
Nuha masih asik membaca buku tersebut tanpa menoleh sedikitpun. Dia merasa buku yang sedang ia baca sangatlah menarik untuk membekali gadis itu dikemudian hari lebih tepatnya ketika dia sah menjadi seorang istri dari Zain Hamizan. Seorang pria yang tak pernah ia kenal sebelumnya, pria misterius yang akan menjadi suaminya kelak.
"Nuha ihhhh." Aira mengambil buku dari tangan Nuha. Sang gadis menatap Aira dengan raut wajah kebingungan.
"Apa sii Ra, ganggu aja." Nuha mencoba mengambil bukunya kembali tapi Aira menahannya.
"Nuha ihhh dengerin aku dulu," Nuha mengalah karena Aira terus saja menjauhkan buku dari gadis itu. Aira mendekat ke arah Nuha agar gadis-gadis yang masih berada di sekre tidak mendengarnya. "Aku ketemu Zain Hamizan."
Nuha menjauhkan tubuhnya dari tubuh Aira dan menatap gadis itu tidak percaya, "Ngaco ketemu aja belum udah bilang kaya gitu." Nuha berhasil mengambil alih buku yang tadi ia baca dari tangan yang lengah akan dirinya.
Kembali membuka halaman yang belum selesai ia baca, "Ihhh beneran, nanti kamu ikut aku ke prodi FAI."
"Enggah ah, ngapain ke sana."
Aira mendekatkan dirinya lagi pada Nuha, "Ya, ketemu Zain Hamizan lah. Percaya deh Ha sama aku."
Nuha menatap sabahatnya itu lama. Benar, dirinya harus memastikan jika apa yang diucapkan Aira benar. "Iya, nanti aku lagi sibuk." Nuha kembali membaca bukunya sedang Aira tengah senyum-senyum sendiri seperti orang bodoh.
"Assalamualaikum," salam dari arah pintu.
"Waalaikumsalam," jawab gadis-gadis yang ada di keputrian.
"Maaf, ada mbak Aira?"
Aira menatap siapa yang datang, dan menatap Nuha. Berbisik pada Nuha, "Ha, aku pinjam Yusuf dulu ya." mengedipkan satu matanya dan pergi dari jangkakuan Nuha.
"Bocah itu ya," batin Nuha menjerit karena malu, perasaannya sudah ada yang tahu.
Aira dan Yusuf membicarakan tentang kedatangan mahasiswa baru yang barus disiapkan untuk acara kajian pada BEM universitas. Yusuf, seorang pria yang seumuran dengan Aira dan Nuha. Pria yang rajin beribadah, selalu mengedepankan prilaku sopan satun, serta menjunjung tinggi ketaatanna pada sang pencipta. Semua gadis yang berada di sekre keputrian pastinya akan menyukai pria yang seperti Yusuf. Begitupun dengan Nuha, tapi sayangnya kasih dan cintanya tidak bisa ia doakan lagi. Sebab dirinya akan menjadi istri orang lain. Zain Hamizan.
Menatap buku dengan tatapan kosong, dirinya mulai merasa bimbang menerima perjodohan ini. Cinta dalam doa mungkin akan terwujud seperti Fatimah yang mendoakan Ali. Jika Nuha berdoa? Apakah Allah akan mengabulkannya, atau Dia tetap menuntun Nuha pada Zain Hamizan? Semakin dipikirkan semakin pusing bagi Nuha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peluk Aku dalam Istiqomahmu
Fiksi Umum"Nuha ihhhh." Aira mengambil buku dari tangan Nuha. Sang gadis menatap Aira dengan raut wajah kebingungan. "Apa sii Ra, ganggu aja." Nuha mencoba mengambil bukunya kembali tapi Aira menahannya. "Nuha ihhh dengerin aku dulu," Nuha mengalah karena Air...