***
"Berusahalah meminta sabar dan ikhlas, agar tidak begitu menyakitkan ketika hal yang tidak diinginkan datang."
***
Mata Nuha membuka, tersenyum di kaca. Berusaha menguatkan diri. Akad akan dilaksanakan, sedang dia menunggu di kamar sebelum ucap sah dikumandangkan oleh sang bapak. Tangan gadis itu meremas, merasa canggung dan enggan untuk beranjak ketika ibu memanggilnya untuk keluar dari kamar. Aira menatap gadis itu penuh semangat, dia lebih bersemangat daripada Nuha.
Ia menginginkan saat-saat dua minggu yang lalu, banyak waktu yang terbuang karena kekhawatirannya sendiri. Jika saja waktu bisa diulang, dia akan memilih berada di rumah bersama bapak dan ibunya. Menjaga bapak yang sedang sakit. Paru-paru bapak sudah tidak sehat lagi akibat zaman muda selalu merokok. Dua minggu terakhir ini bapak jarang berada di rumah, ibu juga, Nuha bahkan tidak tahu jika bapaknya sedang dirawat di rumah sakit. Jika waktu bisa diputar, Nuha menggelengkan dan menguatkan hatinya. Kali ini ia tidak akan kabur, bukan hanya demi bapak, tapi demi rasa hormat dan sayang kepada sang bapak ia harus melaksanakan akad ini. Nuha berusaha sekuat tenaga tidak akan ada lagi paksaan dalam dirinya untuk berontak.
"Aku berangkat Ra," ucap Nuha dengan mata berkaca
Semua orang menatap Nuha dengan kagum, dia tidak menutup wajahnya seperti yang disarankan Zain. Lebih tepatnya ini permintaan sang bapak, beliau tidak ingin Nuha menggunakan cadar. Takut tidak ada yang mengenalnya, kata bapak.
Orangtua dari mempelai pria menatap Nuha dengan terkejut. Adik Zain berbisik pada sang ibu, "Efek make up ma." Sang mama mengangguk menyetujuinya.
Gadis itu duduk, "Silahkan bisa tanda tangan buku nikahnya, lalu bisa bersalaman." Nuha menurut. Dia duduk di samping sang suami. Mereka berdua telah sah menjadi sepasang manusia yang diridhoi oleh Sang Maha Kuasa. Jalan mereka masih panjang, sebab awal hidup mereka baru saja di mulai.
Nuha dan Zain berhadapan, saling melempar senyum. Mereka berdua bersalaman. Tak lama suara jahil Aira terdengar. "Cium keningnya Pak." Nuha menatap Aira tajam. Yang ditatap hanya tertawa canggung.
"Kalau mau dicium tidak masalah, sudah sah kok," jawab penghulu dengan polosnya.
Kedua anak adam yang menjadi korban hanya bisa bergerak dengan gelisah. Mereka takut dan belum berani untuk melakukannya. Sebab pada zaman mereka mudah tak sama dengan anak muda zaman sekarang. Cium kanan kiri, bawah dan atas. Jika dipikir itu sunggu perbuatan yang memalukan.
"Hahahaha itu nanti Pak kalau sudah tidak ada orang," bisik Zain membuat semua orang tertawa. Sedang Nuha, wajahnya memerah sebab malu.
Acara sudah selesai. Semua keluarga dan tamu juga sudah pulang. Hanya tinggal keluarga Nuha dan Zain.
"Zain tinggal di sini dulu Pak besan, saya dan keluarga mau istirahat di rumah." Senyum tulus di keluarkan oleh mertua Nuha.
"Enggak bisa gitu dong pak, Zain harus ikut kita pulang." Sang ibu tak setuju dengan perkataan suami.
"Mah, biarkan Zain istirahat di sini." Tatapan tajam sang suami tidak bisa membuat sang istri berkutik lagi. Ya itulah pesona sang suami.
Mereka pergi dengan hitmat. Tinggal keluarga Nuha dan seorang Zain di sana.
"Nak Zain, istirahatlah. Ibu akan mengantar bapak ke rumah sakit."
"Nuha ikut Bu." Potong Nuha khawatir.
"Tidak Nuha, kamu harus di sini bersama suamimu. Tidak apa-apa ibu sendiri yang mengantar bapak." Nuha tak bisa membantah perkataan sang ibu.
"Ibu pergi dulu dengan bapak, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Mereka berdua bersalaman dengan ibu dan bapak. Nuha melepas orangtuanya dengan khawatir. Zain tahu perasaan istrinya itu.
"Setelah salat isa kita ke sana, tidak perlu khawatir." Nuha mengangguk dan mereka bedua masuk ke dalam.
Di tempat lain, berdiri seorang wanita yang tengah menatap foto seorang laki-laki gagah. "Aku ingin menjemputmu sayang." Wanita cantik itu tersenyum bahagia. "Aku bersediah menjadi istri ke duamu sayang."
TBC
Maaf sedikit, terima kasih sudah membaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peluk Aku dalam Istiqomahmu
Fiksi Umum"Nuha ihhhh." Aira mengambil buku dari tangan Nuha. Sang gadis menatap Aira dengan raut wajah kebingungan. "Apa sii Ra, ganggu aja." Nuha mencoba mengambil bukunya kembali tapi Aira menahannya. "Nuha ihhh dengerin aku dulu," Nuha mengalah karena Air...