Bab 16

7.7K 890 22
                                    

Let's start over again, Kale. Aku meminta dengan baik.

Suaranya terdengar terdengar berat. Gadis itu menahan napas, menggenggam kuat ponsel yang menempel di telinganya. Ia tahu laki-laki itu mengamatinya dari dalam mobil yang berhenti di depan galeri. Namun untuk melangkah masuk, kaki Kale seperti tertanam di tempat. Ia hanya bisa menahan diri untuk tidak terlihat payah.

"Berapa kali aku harus bilang... "

"Sebelum aku hilang kendali," potong Kaffa membuat Kale terhenyak. Tenggorokannya pun serasa seperti ada yang mencekiknya.

Tidak ada yang bisa ia lakukan selain membalikkan badan. Matanya luruh menatap pada mobil hitam itu. Yang ia khawatirkan adalah Rayi yang tidak tahu apa-apa. Tidak lama seseorang itu keluar dari mobil, menghampirinya dengan senyum melengkung penuh. Sementara matanya menyorot lurus, mengerikan. Ya, di mata Kale itu mengerikan. Namun tidak bagi yang lain.

Laki-laki itu lantas meraup tubuh Kale dalam pelukannya. Erat. Bahkan menghadirkan sesak tersendiri. Ia memeluk Kale seolah bersamaan dengan membangunkan kembali semua perasaan yang sudah Kale matikan bertahun-tahun. Dan itu lebih meyakitkan daripada diputus ketika sedang sayang-sayangnya. Karena artinya, ia harus bersiap diri untuk segala kemungkinan yang jauh lebih buruk.

"Hal yang paling aku nggak pengen dengar adalah kamu dijodohin sama laki-laki tadi. Aku tahu, aku egois. Tapi please, kali ini, aku mau berjuang untuk kamu. Apapun nanti, aku akan selalu ada di depan untuk kamu. Aku yang akan...,"

Apa yang Kaffa katakan tidak lagi mampu ia dengar dengan jelas. Gadis itu merapatkan matanya, mencari keyakinan atas keputusan yang akan diambil. Juga menimbang mana yang lebih baik, sebelum pada akhirnya ia mendorong Kaffa dengan sisa tenaganya agar keluar dari pelukan itu. Ia menatap Kaffa luruh.  Sama luruhnya. Namun Kale membatasi diri agar tidak menyentuh pada perasaan yang pernah ada. Untuk kali ini, keputusannya ia pertimbangkan agar tidak ada orang lain yang Kaffa sakiti. Bisa saja laki-laki itu benar-benar hilang kendali.

"Ya. Kita kembali," putus Kale setelah menarik napas banyak-banyak meski ada sisa ragu di dalam diri.

"Gimana?" tanya Kaffa mencari kesungguhan di wajah Kale.

"Nggak ada jawaban ulang," sahut Kale sambil melangkah masuk meninggalkan Kaffa.

"Fine. Yang terpenting kamu nggak sama dia," gumam Kaffa tanpa lepas menatap punggung itu. Bibirnya kini mengeluarkan tawa bernada kemenangan. Sesaat kemudian ia berbalik, kembali ke mobil sambil bersiul.

Sementara dari dalam Galeri, Kale menatap nanar kepergian Kaffa bersama mobilnya. Ia menggigit bibir dalamnya, menahan gejolak yang meminta untuk dilepaskan sejak Kaffa memeluknya tadi.

"Miss, maaf, hanya mengingatkan. Sebentar lagi  kita akan meeting kesiapan pameran art work."

Kale tergagap ketika Dewi menghampirinya. Ia lantas mengusap wajahnya dengan cepat. Seulas senyuman tercipta di bibirnya, memyembunyikan apa yang terjadi.

"Oke. Google Meet, kan?"

"Iya, Miss."

"Oke, makasih, Dewi. Saya akan segera bersiap."

Di antara langkah kakinya, Kale mengembuskan napas lelah. Hari masih terbilang pagi. Namun apa yang pagi ini ia lalui rasanya seperti ia sudah bekerja dua hari tanpa henti. Ia bahkan sampai memijit pangkal hidungnya sambil menuju ke ruang kerjanya. Beberapa karyawan pun menatapnya penuh tanya, saling melempar tatapan bertanya ada apa.

"Ada apa, Dew?" tanya Maria setengah berbisik lantas berhenti mengerjakan desain artwork-nya. Dafa, Winda dan beberapa orang segera merapat dengan segenap rasa penasaran ketika pintu ruang kerja Kale sudah tertutup rapat.

After We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang