Bab 18

6.9K 762 12
                                    

Tangannya mengepal, melangkah cepat menuju ruangannya. Ia sekuat tenaga berpura-pura seperti tidak ada apa-apa, melewati kubikel karyawannya begitu saja. Kale mengambil napas banyak-banyak ketika berada di ruangannya dan memastikan ruangan tertutup,  hanya ada dirinya. Seketika, tangannya mengibas-ngibas wajahnya setelah duduk lemas di kursi. Suhu rendah ruangan itu tidak terasa bagi Kale untuk saat ini. Terus terang saja ia sudah nyaris kehilangan kendali karena Kaffa. Dan kata Sweet Friday dari Dewi membuat ia sukses kehilangan kendali.

Kale bergidik. Sekian menit duduk di kursinya, rentetan yang membuat hari paginya tidak keruan seperti mengejek dirinya. Ditambah dengan bayangan wajah Kaffa dengan senyum miring meremehkan. Gadis itu segera menekan intercom.

"Dewi, minta Ela bawain teh hangat buat saya, ya? Hangat agak panas."

"Baik, Miss. Ada lagi?"

"Emh, nggak ada. Gulanya satu sachet aja. Agak panas, ya, Dew?"

"Baik, Miss."

Sementara itu, Dewi meringis lebar ke arah teman-temannya yang sengaja menghentikan sejenak pekerjaan untuk menguping pembicaraan boss dan asistennya. Begitu selesai memberi pesan pada office girl, Ela, mereka lantas mengerubungi Dewi.

"Miss Kale kenapa?" tanya Winda.

"Nggak apa-apa. Mau sarapan kali. Soalnya tadi gue sempat lihat Pak Kaffa kasih sesuatu ke Miss di depan. Pas banget gue abis turun dari taksi," bisik Dewi.

"Btw, gue malah lihat pas Miss turun dari mobilnya," ungkap Daffa datar dari kubikelnya tanpa beralih pandangan dari layar komputernya.

"Serius?" tanya yang lain kompak, seketika menoleh ke Daffa yang kebetulan hari ini menjadi satu-satunya laki-laki di ruangan itu, sementara yang lain sedang ada urusan di luar.

"Iya. Kenapa sih emangnya?"

"Nggak. Penasaran aja. Jadian nggak sih?" tanya Maria mengeluarkan asumsi pribadinya.

"Kemungkinan. Tapi, nih, kalau benar, namanya jodoh, ya. Ganteng ketemu cantik," tutur Winda dengan pandangan menerawang jauh. Pikirannya sudah jauh berkelana. Pun sama dengan yang lain. Hingga kemudian mereka bubar dengan cepat ke kubikel masing-masing ketika pintu ruangan Kale terbuka.

"Sial! Mbak Ela, bikin deg-degan aja," lenguh Maria yang hanya ditanggapi dengan cengiran lebar dari Ela.

***

Jam makan siang, Kale berhenti sejenak dari pekerjaannya. Ia melirik pada paperbag yang belum ia buka sama sekali. Tangannya dengan sedikit ragu meraih pemberian Kaffa tadi pagi. Ia mengeluarkan satu kotak makanan lalu membukanya. Tanpa sadar bibirnya tersenyum samar mendapati kotak makan berisi nasi goreng, telor ceplok dan nugget.

Sejenak ia hanya diam mengamati isi kotak makan itu. Butuh effort besar untuk membuat nasi goreng di pagi hari, apalagi sekelas Kaffa. Lebih dari itu, Kale tahu benar, Kaffa tidak sesempurna itu. Laki-laki mapan, tampan, penyayang, pintar memasak. No! Setidaknya Kale tahu, memasak bukanlah poin yang bisa Kaffa banggakan. Gadis itu menggelengkan kepala pelan, menarik napas berat. Ia mengurungkan niat untuk sekedar mencicipi. Kotak makan itu ditutup kembali dan baru akan dimasukkan ke paperbag ketika pintu ruangannya terbuka. Seorang wanita tersenyum lebar sambil melangkah masuk, membuat Kale tergagap.

"Yah, kamu udah makan, ya? Baru Mama mau ajak keluar. Nggak lama, kok. Nanti Mama anterin lagi," tutur wanita itu terdengar kecewa melihat kotak makan di tangan Kale.

"Oh, Belum juga sih. Ini tadi dari Kaffa." Kale meringis kaku sambil mengangkat kotak makanan itu.

"Lho, belum dimakan?"

After We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang