Bab 23

5.7K 663 23
                                    

Kaffa bergegas meninggalkan Galeri. Awalnya ia hanya ingin memastikan Kale dalam keadaan aman. Meski berat ketika mendengar Kale berada di rumah orang tuanya, setidaknya ia bisa bernapas lega. Untuk sementara, Kale aman berada di sisi orang tuanya. Saat ini fokusnya adalah menyelesaikan permasalahannya dengan Hanggian Parves, kakeknya sendiri. Yang masih bersikeras menyeret Kaffa untuk menduduki kursi tertinggi tahta warisan. Sudah menjadi hal umum ketika cucu pertama dan itu laki-laki harus menjadi penerus. Yang sialnya, juga harus menikah dengan seseorang yang dianggap sepadan. Sama-sama dari keluarga konglomerat.

Untuk apa? Bagi sebagian dari mereka, honour, prestige and treasure ada komponen penting untuk kelangsungan bisnis mereka. Makanya ada istilah menggurita. Dua keluarga yang sama-sama kaya bersatu, rekan bisnis akan semakin banyak yang mendekat hingga simpul bisnis semakin kuat dan menelurkan banyak pundi-pundi. Indah bukan? Tapi tidak dengan kisah yang disamarkan. Mereka menutup mata dari perasaan. Banyak yang lupa, manusia bukan hanya dibekali akal dan pikiran. Melainkan juga hati. Sebagian orang yang sadar telah menjadi korban kerakusan memilih memberontak termasuk Kaffa di sini.

Laki-laki itu segera masuk ke mobil dengan rencana matang yang tersusun. Ia membiarkan adik mamanya, Indra Gunawan, menangani kekisruhan di perusahaan ibunya. Bukan kekisruhan yang buruk. Indra Gunawan bertekad untuk memenangkan tender besar yang selalu jatuh ke pelukan perusahaan keluarga Parves. Semuanya demi menekan balik perusahaan milik keluarga Parves. Jika ia memenangkannya, akan mudah bagi Nyonya Herlin melepaskan Kaffa Parves dari target Hanggian Parves.

Melalui jalanan sempit, ia melajukan sendiri mobilnya menuju sebuah kediaman megah yang sudah sangat lama tidak ia kunjungi. Tembok tinggi dengan tanaman menjalar menutupi tembok itu dulu terlihat sangat indah. Tapi kini kesan dingin dan menyeramkan terlihat jelas di sana. Tepatnya sejak Kaffa bisa berpikir dan memahami sedikit-sedikit sifat penghuni rumah besar tersebut. Setelah Indra Gunawan tadi mengabarkan bahwa perusahaannya sudah memenangkan tender tersebut, Kaffa melanjutkan rencana selanjutnya.

Pintu gerbang terbuka perlahan. Nyonya Herlin sudah berada di dalam beberapa saat yang lalu. Kaffa memarkirkan mobilnya dengan sempurna, lalu keluar. Tatapannya dingin serius. Langkahnya tegap memasuki bangunan bercat putih itu. Dua orang di sana sedang duduk serius, lantas menoleh ke arah kedatangannya.

"Rowi tiada karena keegoisannya. Jangan sampai, Kaffa bernasib sama," ucap Hanggian dengan tatapan menusuk. Nada bicaranya terdengar santai, namun siapapun yang mendengarkan pasti akan mengepalkan tangan dalam hitungan detik.

"Akan lebih baik bernasib sama daripada harus bertekuk lutut. Sama-sama rasanya di neraka. Akan jauh lebih terhormat mati di kaki sendiri," sahut Kaffa menyeringai. Ia mengambil duduk di samping ibunya.

"Saya menagih janji anda. Brilliant Sasongko saat ini jauh melebihi kerajaan bisnis Anda. Saya perlu ingatkan janjinya?" tanya Nyonya Herlin.

Hanggian terdiam. Sekilas nampak terkejut namun segera disembunyikan. Bibir keriputnya menyunggingkan senyum sinis.

"Yakin anak itu akan baik-baik saja?" Tawa sinis terdengar pria tua itu.

"Apa yang perlu dikhawatirkan? Seharusnya kita yang malu. Karyawan tidak bersalah menjadi korban. Lagipula, anak itu tidak memakan sepeserpun uang dari cek yang Rowi berikan. Dan dana yang keluar, bukannya ke rekening kaki tanganmu? Orang kepercayaanmu yang memang di tempatkan di perusahaan Rowi?"

Nyonya Herlin menatap serius Hanggian Parves. Bibirnya tersenyum mengerikan. Ia lantas merapikan berkas di tangannya. Lalu beranjak dari duduknya.

"Saya mengerti Anda tidak akan tinggal diam. Apalagi paska kekalahan tender hari ini. Tapi yang jelas, saya juga tidak sebodoh itu untuk percaya saja. Tuan Besar Hanggian, terima kasih untuk tanda tangan persetujuan ini. Pengacara pribadi keluarga kami akan segera mengurus legalisasi. Meskipun ini hanya surat pernyataan jika anda tidak akan mengganggu kami lagi, tapi kami butuh dasar yang kuat dan sewaktu-waktu bisa digunakan untuk prosedur pembelaan sekaligus pelaporan."

After We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang