Hujan Kedua Belas; "How can I move on when I'm still in love with you?"

54 9 1
                                    

Mei, 2014

 

Siang kelabu. Awan mendung menggantung di angkasa, penanda bagi umat manusia untuk membatalkan apa pun yang telah direncanakan di luar rumah. Hujan sebentar lagi datang, kurang bagus jika memanfaatkan waktu yang salah untuk beraktivitas di jalan-jalan. Lebih baik berlindung, menunggu hingga kehangatan mentari berhasil menyibak kumpulan awan abu-abu yang sudah menghias.

Namun, rasanya tak ada yang bisa menghentikan Niscala hari ini. Dia bahkan berdandan, melapisi tubuhnya dengan pakaian-pakaian yang sekiranya pantas dikenakan, juga parfum yang wanginya sanggup bertahan hingga malam. Kala masih Kala yang dulu, yang gemar belajar dan membaca buku. Namun, Kala juga bukan Kala yang dulu. Masuk akal?

Kegemarannya tetap sama, kebiasaannya pun tak berubah. Hanya penampilannya saja yang sepanjang berlalunya waktu dan ke-pubertas-an yang melanda, mengubahnya menjadi pribadi yang “bukan kutu buku”. Terkadang, dia menanggalkan kacamata, mengganti dengan kontak lensa warna gelap untuk menghadapi rabun jauh.

Wajahnya juga sedikit-banyak mengalami perubahan. Dari awal, Niscala terlahir tampan, tetapi tak ada yang benar-benar memperhatikannya di balik tumpukan buku yang dibaca. Kini, saat usianya bukan lagi tujuh belas, dia mulai memoles diri, memperlihatkan jati diri Niscala yang selama ini tertutup, membuatnya menjadi sosok yang lain.

 Kini, saat usianya bukan lagi tujuh belas, dia mulai memoles diri, memperlihatkan jati diri Niscala yang selama ini tertutup, membuatnya menjadi sosok yang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kembali pada keadaan hari ini, bukan tanpa alasan dia menerobos hari gelap dengan dandanan bagus begitu. Dia akan bertemu Lavi, secara sadar dan disengaja. Tanpa ada tindakan sembunyi-sembunyi. Benar-benar bertemu berdua dan mengobrol di kafe.

Kencan, itu yang selalu ada di benaknya, hingga tak henti membuatnya mengembangkan senyum dan semangat.

Sejak komunikasi yang terakhir bersama Rhys, keajaiban datang. Alih-alih mendapat balasan pesan dari si pemuda menjengkelkan itu, Kala menerima pemberitahuan baru. Akun bernama @lavinamabir mulai mengikutinya, tanpa diundang. Beberapa menit setelahnya, satu pesan masuk memenuhi layar. Dari Lavi, yang berucap terima kasih untuk pemberian cokelat dan gelang, serta maaf atas ulah Rhys.

Dari sanalah obrolan serius mereka dimulai. Mereka bertukar nomor, mengembangkan komunikasi di luar lingkup Twitter, lalu terjalin perjanjian bertemu seperti saat ini.

Sebetulnya tak ada yang benar-benar berarti pada setiap pembicaraan keduanya. Hanya bertanya kabar, sekadar basa-basi, tanpa ada yang menyinggung perihal perasaan yang pernah diungkapkan di beberapa tahun ke belakang, di hari hujan ketika kelulusan SMA.

Kala mengira, mungkin Lavi lupa. Lupa bahwa dia pernah mengujarkan rasa. Lupa bahwa dia pernah mengucapkan kalimat, “Kalau nanti kebetulan kita bisa bareng lagi di kampus yang sama, jadi teman lagi, gue pasti minta lo jadi pacar gue, walaupun kemungkinan besar lo enggak mau.”

Biar saja. Yang penting sekarang mereka bisa bertemu. Urusan mengulang pernyataan cinta, bisa dipikirkan lagi.

(Dan jelas harus dilakukan. Karena Kala adalah tipe seseorang yang memegang janji. Dia akan meminta Lavi menjadi pacarnya.)

Raining (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang