Sedari awal, pandangannya tak berubah. Tetap tertuju ke satu arah, orang yang sama, tak dapat dialihkan oleh tugas ‘jadi-jadian’ yang saat ini sedang digelutinya di salah satu komputer lab.
Bahkan, tangan kanannya hanya menekan mouse secara acak, sama sekali tak memperhatikan layar. Sejak tadi, sumber fokusnya tetap jatuh ke satu-satunya perempuan di tempat itu; Lavina.
Sebuah pesan masuk dari salah satu teman cukup untuk membuatnya pontang-panting meninggalkan rumah. Padahal, tak ada kepentingan apa pun di sekolah malam hari begini. Tugasnya pun sebenarnya hanya bersisa sedikit lagi, bisa diselesaikan di rumah. Namun, karena kalimat, “Lavi di sini” yang menghias layar ponsel, Niscala menjelma menjadi setan yang sedang jatuh cinta.
Bagaimana tidak? Anak itu sudah memainkan peran sebagai secret admirer selama tiga tahun terakhir.
Dari awal menginjakkan kaki di sekolah ini, Kala tetap menaruh perhatian pada gadis yang sama, tak berubah, tak memalingkan pandangan pada ratusan teman wanitanya yang lain. Hanya Lavina, si Cewek yang mengobrol dengannya pertama kali ketika masa orientasi berlangsung.
Segala tentang Lavi benar-benar mengagumkan. Tawanya, senyumnya, caranya berbicara, bergurau, tingkah kekanak-kanakan dan cerobohnya, semuanya indah. Namun, sekali lagi, Kala hanya mampu bertahan di balik dinding ‘pengagum diam-diam’.
Semua karena Rhys. Dia selalu mengekori Lavina ke mana pun, seperti itik yang selalu mengikuti induknya. Semacam pesuruh yang menemani sang Ratu.
Awalnya, Kala mengira mereka berdua menjalin hubungan istimewa. Namun, makin hari, dia sadar bahwa tak ada apa pun yang berarti di antara Rhys dan Lavina. Ikatan mereka hanya sebatas sahabat. Cukup untuk membuatnya lega, tetapi tetap tak dapat mengubah keadaan. Sebut saja Kala pengecut, tak mempunyai keberanian untuk sekadar berujar, “Gue suka sama lo, Lav.”
Tak ada alasan spesial kenapa dia terus saja membangun candi pembatas, padahal dirinya sendiri juga punya kekuatan untuk menghancurkannya dalam sekejap. Hanya karena tak percaya diri.
Lavina memang bukan termasuk salah satu it girl di sekolah. Dia biasa saja, tak tergabung dalam grup cheerleader, atau menjadi anggota OSIS, atau menyandang status murid paling pintar dan teladan. Lavi hanya perempuan biasa, yang mempunyai wajah begitu manis, tingkah konyol dan gemar berbuat usil, berteman dengan siapa pun.
Namun, Niscala bukan cowok biasa. Dia penyendiri, kutu buku, kurang menggemari sepak bola seperti teman-temannya yang lain. Dia tertib, selalu memakai seragam dengan rapi, tak pernah mendapat hukuman, tak pernah memakai sepatu berwarna-warni ke sekolah. Benar-benar seorang ‘murid baik-baik’.
Itu yang membuatnya terserang minder. Dia tak pantas jika bersanding dengan Lavina. Terlebih, jika dibandingkan dengan sosok Rhys.
Jika boleh sedikit menyombong, sebenarnya Kala juga memiliki tingkat ketampanan yang hampir sama dengan algojo Ratu Lavi itu. Yang membedakan, adalah kebiasaan mereka.
Rhys laki-laki bebas, begajulan, doyan membolos atau hutang makanan di kantin. Hidupnya didedikasikan untuk pelajaran olah raga, sama seperti kebanyakan murid laki-laki pada umumnya. Seorang pria, bagaimana pun, memang lumrah untuk membenci buku pelajaran selain modul olah raga. Lumrah bertingkah nakal dan berandal, bertengkar dengan teman sekelas, bandel, menjadi incaran salah satu guru BP.
Itulah penggambaran pria yang (mungkin) disukai oleh Lavi. Bukan dirinya.
Namun, Kala tak keberatan. Dia tetap senang hanya dengan diam-diam memandangi Lavi dari jauh, menikmati tawanya yang melengking ketika Rhys (atau yang lain) sedang menggoda, menikmati raut merajuk yang menurutnya sangat lucu. Dia tak keberatan menjadi bayangan, menjadi penguntit, menjadi transparan, asal selalu dapat melihat Lavina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raining (End)
Fiksi Remaja(Jihoon, Asahi, Hyunsuk AU / not bxb) Ini cerita tentang hari hujan. Di mana rintik-rintik bening setia hadir menemani segala situasi, menjadi saksi dari suka-cita, kesakitan, kasih sayang, air mata, dan tawa yang tercipta. Datangnya gerimis yang se...