Pukul 6 pagi Luna sudah rapih menggunakan seragamnya. Dia turun ke bawah menemui bi Nem yang sedang menyiapkan sarapan untuknya. Dirga belum pulang, dan selama Dirga di luar Kota bi Nem akan menginap di sini.
"Selamat pagi bi"
"Pagi non"
"Wah masakannya pasti enak - enak"
"Ah si non teh bisa wae mujinya. Bibi jadi hoyong ngapung"
(Ah si non bisa aja mujinya, bibi jadi pengen terbang)
Luna terkekeh mendengar penuturan bi Nem. Ia sedikit paham dengan apa yang diucapkan oleh bi Nem, karena dari kecil Luna sudah dirawat oleh bi Nem, dan bi Nem sesekali sering berbicara basa sunda dengannya.
"Bibi mau kemana?" Tanya Luna yang melihat bi Nem akan pergi.
"Bibi mau ke belakang non, mau bersihin yang lain."
"Nanti aja ya, sekarang bibi temenin Luna makan dulu yaa, yaaa plis lah biiii." Luna memohon membuat bi Nem merasa tak tega.
"Ya sudah atuh non" bi Nem duduk disebelah Luna.
"Non mau makan pake apa?"
"Ayam rica - rica sama sayur asemnya aja. Jangan lupa sambal nya bi" ujar Luna dengan senyuman lebar.
"Oh pasti non" Bi Nem menyiapkan makan untuk Luna.
"Bibi gak makan?" Tanya Luna.
"Nggak, non aja bibi mah gampang"
"Ih jangan gitu dong bi. Bibi temenin Luna makan yaa, sini Luna ambilin" Luna mengambil sepiring nasi serta lauh pauh untuk bi Nem.
"Nah ini dia. Dimakan ya bi"
"Iya non"
Bi Nem dan Luna pun makan bersama pagi ini dimeja makan. Sesekali mereka mengobrol membahas sesuatu.
•••
Di sekolah seperti biasanya Luna diasingkan oleh siswa - siswi lain. Banyak juga yang mencibirnya, namun ia tak berniat untuk membalas itu semua karena menurutnya itu semua tidak penting.
Masalah pusing, kepalanya sekarang sudah sedikit lebih baik dari sebelumnya. Tapi sesekali dia juga sering merasakan sakit yang sangat luar biasa.
Luna memasuki kelasnya, disana banyak teman - temannya yang sedang mengobrol bersama. Namun saat melihat Luna masuk ekspresi mereka menjadi berubah, seolah menatap Luna penuh dengan kebencian.
Luna tak ingin ambil pusing, karena biasanya memang seperti itu. Dia duduk dikursi belakang, kali ini dia duduk sendiri tidak lagi dengan Syerin. Karena Syerin bergabung dengan yang lain.
Lagi dan lagi Luna harus mengalami sendirian. Sedikit cerita, Luna memang selalu dibully dari sekolah dasar hingga sekarang sekolah menengah atas.
Luna yang pendiam dan tidak mudah bergaul membuat orang enggan untuk berteman dengannya dan memilih menjauhinya.
Di sekolah menengah atas ini adalah pertama kalinya Luna mendapatkan seorang teman, Syerin. Namun sayang, seseorang yang sudah Luna anggap sebagai saudarinya sendiri justru mengkhianatinya.
Hal bullying seperti sekarang adalah hal yang biasa bagi Luna. Luna yang selalu dibully membuatnya selalu tertutup dan takut akan dunia luar. Ditambah Dirga, ayahnya yang selalu membatasinya.
Anak seusianya yang menghabiskan waktu di luar bersama teman - teman, berbeda dengan Luna yang selalu mengurung diri di kamar dan harus fokus belajar - belajar dan belajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALUNA
Short Story🚫FOLLOW AUTHOR, DILARANG PLAGIAT🚫 Hidup dengan penuh kekangan dan siksaan adalah bagaikan hidup di dalam penjara. Ini Alunna. Alunna Arrabella, ia harus menerima segala kekangan dan kekerasan dari sang ayah sejak berusia 12 tahun. Tak hanya itu...