MAPERDA PRA

16 0 0
                                    

Siang itu para siswa dan siswi mengenakan baju pramuka. Mengenakan beberapa atribut khusus, seperti topi baret, hasduk dan juga kolong.

Serta para siswa siswi diwajibkan untuk membawa tali dan tongkat pramuka sebagai barang wajib yang harus dibawa.

Saat itu, Shafa yang baru saja turun dari motor milik kakaknya, segera berjalan memasuki gerbang. Sinar surya siang itu begitu terik, sampai kulit putih Shafa memerah.

"SHAFAAAA!"

Teriak seorang pria yang dia tahu, itu pasti Andrew. Shafa tidak memiliki teman selain pria itu.

"Tongkat lo mana? Tali? Hasduk?"

"ASTAGAAAA!!! KETINGGALAN DI MOBIL. BENTAR BAWAIN DULU SHAF! SEBELUM BOKAP GUE PERGI!"

Pria itu menitipkan kantung kresek berisikan jajanan. Dia berlari secepat mungkin menuju kearea luar. Berharap mobil milik Ayahnya belum benar - benar meninggalkan area sekolah.

Akan tetapi usahanya tidak membuahkan hasil. Dia kembali dengan tangan kosong.

"Udah pergi?"

"Alamat kena hukuman lagi dah gue. Tambah musuh aja terus!"

Andrew mengambil tas kresek yang dibawakan oleh Shafa dengan paksa. Wajahnya muram sekali. Shafa yang meouhat itu menjadi tidak tega.

Alhasil ia menyeret pria itu menuju sangar pramuka. Berharap ada yang memberikan belaskasihan kepadanya untuk meminjamkan tongkat, tali beserta hasduk.

"Permisi kak Husein"

"Eh iya Shafa? Ada apa?" Tanya pria berkacamata. Namanya Husein.

Kakak Tingkat saat dirinya masih SMP. Mereka juga sering terlibat percakapan, sehingga Shafa tidak begitu canggung saat mengajaknya berbicara.

"Ini kak, teman ku lupa bawa tongkat sama tali, kira - kira aku boleh pinjam ngga ya? Buat syarat aja. Please kak, biar ngga kena hukuman" ucap Shafa memelas.

"Waduh, gimana ya. Kan itu syarat yang harus dibawa." Ujar Husein.

"Ayolah kak, bantu lah saya. Atau kalau saya ngga boleh pinjam, biar saya aja lah yang kena hukuman, Shafa jangan." Ucap Andrew memelas.

"Ada apa nih rame - rame? Loh Andrew kenapa disini juga?" Tanya seorang perempuan seangkatan dengan Husein.

"Saya mau pinjam tongkat sama tali kak, soalnya saya lupa ngga bawa." Papar Andrew.

"Oalah, boleh kok. Bentar aku ambilin dulu"

Andrew tersenyum saat wajah tampannya dapat membius kakak tingkat perempuannya itu. Sehingga dapat meminjamkan benda yang dirinya butuhkan.

"Makasi kakak cantik"

Ucap Andrew saat menerima benda - benda itu. Sedangkan yang diajak bicara justru melting dengan ucapannya.

"Terus hasduk sama baretnya gue pinjam ke siapa ya?" Tanyanya pada Shafa.

"Nih." Shafa memberikan benda itu.

"Prepare banget lo?"

"Sengaja sih, siapa tahu lo ga bawa."

"Kok lo perhatian sama gue sih? Jadi salting gue. Haha"

"Lebih tepatnya gue ngga mau kena hukuman lagi"

"Dih, terlanjur gue baper. Malah jawabnya gitu"

***

"Hai bule!"

Sapa seorang gadis kepada Andrew. Setelah selesai kegiatan Maperda (masa perkenalan dunia pramuka), Shafa dan Andrew menunggu jemputan.

"Halo pribumi!"

Shafa yang mendengar panggilan itu adalah sarkas, segera menyenggol lengan Andrew. Mengingatkan untuk tidak sembarangan berbicara.

"Siapa suruh manggil gue bule, orang gue punya nama"

"Kalo ngerasa punya nama, jangan sok - sokan di tutupin"

"Eh bokap gue udah jemput. Gue duluan Shaf!" Ucapnya.

Shafa melihat, pria itu memasuki mobil yang berisi seorang bapak - bapak berwajah Bule sepertinya. Beliau adalah ayah Kandung Andrew.

Wajah kebuleannya diturunkan oleh sang ayah.

Tak lama, Giliran Shafa yang dijemput oleh sang kakak. Ia menaiki motor kemudian melenggang pergi.

***

Shafa membawakan beberapa kotak makan titipan dari beberapa siswi yang mengaku menyukai Andrew. Mereka selalu menitipkan barang ataupun makanan melalui Shafa.

Mereka berkata, tidak memiliki keberanian untuk memberikan langsung. Karena Andrew seperti orang yang sulit di dekati. Bahkan terlihat sangat hight class.

"Nih, titipan lagi"

Ucap Shafa ketika sampai di hadapan Andrew yang asik bermain game di ponselnya.

Ia rela meletakkan ponsel itu untuk mencari apakah ada makanan diantara barang - barang itu.

"Nah ini nih makanan. Mayan lah ya uang jajan gue ngga melayang"

Shafa mendudukkan diri dikursinya. Ia tak memperhatikan Lagi kelakuan Andrew yang asik dengan barang pemberian fans nya.

"Ayok temani gue makan diluar kelas."

Ucapnya tanpa persetujuan Shafa segera menggeret gadis itu. "Bekal gue, bentar"

Mereka kini terduduk didepan perpustakaan. Terdapat kursi dan meja serta angin sepoy - sepoy yang nikmat sekali.

"Dah makan di sini aja deh" ucap Andrew.

Shafa tak menjawab pria itu. Dia hanya mengangguk saja.

"Itu nasi goreng ikan teri?" Tanyanya.

Lagi - lagi Shafa hanya mengangguk. Saat akan menyendokkan makanan, sendok itu direbut oleh Andrew.

"Enak ini"

"Kan elo udah ada itu, ndrew"

"Meskipun wajah gue bule, kalo di suruh milih ya tetap milih nasi goreng ikan asin lah daripada sandwich. Tukeran yaa"

Shafa hanya mendiamkan pria itu. Ia tak ingin berdebat dengan Andrew saat ini.

"Enak masakan ibu lo, Shaf. Selalu enak"

Shafa tersenyum kecut. Andrew belum mengetahui fakta tentangnya.

"Ibu gue udah meninggal" ucap Shafa.

"Uhuk uhuk!" Andrew terkejut. Sampai terbatuk mendengarnya.

"Hati - hati ndrew makannya, ngga papa kok lo makan tuh bekal gue. Nih minum" Shafa menyodorkan minum yang langsung di tenggak.

"So-sory Shaf, gue ngga tahu kalo ibu lo udah ga ada."

Shafa hanya tersenyum. "Ngga papa Ndrew, santai aja"

"Berati lo sekarang tinggal sama bapak kakak lo doang dong?" Tanya Andrew seraya melanjutkan makannya.

"Bapak gue juga udah meninggal"

Andrew membelalakkan matanya. Dia benar - benar tidak tahu jika saat ini Shafa telah menjadi anak yatim piatu.

"Kakak gue sekarang udah nikah. Jadi gue tinggal sama mereka."

"Terus ini yang masak kakak ipar lo? Kok mirip banget rasanya kayak nasi goreng yang dulu lo sering bawa?"

"Bukan. Itu gue yang masak"

"Wih enak juga masakan elo Shaf, cocok juga jadi istri gue. Hahaha"

Mereka berdua melanjutkan acara makannya. Seraya bergurau untuk memecah suasana canggung akibat Andrew yang tidak mengetahui kondisi Shafa.

****

RumpangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang