Tertolak

14 0 0
                                    

"Lo mau ngga jadi pacar gue?"

Shafa terdiam. Gerakan tangannya yang semula menyendok, kini tidak bergerak sama sekali. Ia terkejut karena pertanyaan itu.

"Gue ngga pingin pacaran Jor. Gue mau fokus ke pendidikan"

Ujar Shafa dengan jujur.

"Gue ngga bakal ganggu pendidikan elo kok Shaf."

Shafa tersenyum menyungging. Dia menatap tajam pada mata pria di depannya kini.

"Sorry banget, gue ngga berminat buat pacaran. Mungkin menurut lo alasan gue klise, tapi emang itu kenyataannya. Sorry gue beneran ngga bisa"

Dia diam sesaat. Jordi seakan ingin menyampaikan isi hatinya. "Lo mau fokus pendidikan atau emang ngga suka sama gue?"

"Atau justru karena lo lebih milih Andrew di banding gue?" Lanjutnya dengan mata yang menyelidik.

"Gue ngga mau pacaran, karena gue mau fokus ke pendidikan dan sorry banget, gue juga ngga suka sama elo jor. Gue baik sama elo selama ini karena elo juga baik sama gue. Kalau masalah Andrew gue udah jelasin berkali - kali kalau gue ngga ada hubungan apa - apa sama dia. Dan gue juga ngga suka sama dia, bahkan cuma seujung kuku pun."

"Andrew pernah ngasih elo apa si? Sampe elo nurut banget sama dia?"

"Maksut elo?"

"Siapa tahu elo pernah di kasih 'jatah' sama dia? Makanya lo jual mahal sama gue? Seberapa si punya dia? Seberapa lama dia bisa puasin elo?"

Shafa merasa di rendahkan oleh pertanyaan - pertanyaan Jordi. Sungguh tidak tertebak, jika dirinya mampu melakukan itu kepada shafa. Meski Andrew sering melarang Shafa untuk dekat dengan pria itu, dia tak pernah sampai hati benar - benar melakukannya.  Namun kini? Ia melihat betapa busuknya pria itu.

"Gue ngga serendah itu jor! Gue kira lo baik, nyatanya lo itu cuma pura - pura baik jor!"

"Ngga usah munafik Shaf, lo bisa sedejat itu sama Andrew pasti karena dia udah ambil keperawanan elo kan? Boleh lah gue nyobain elo, meski bekasnya andrew?"

"JAGA MULUT BUSUK LO ITU! ANJING!" Teriak Shafa membuat beberapa siswa dan siswi anggota pecinta alam menarik fokus kepadanya.

"Jangan karena lo ngga terima gue tolak, bisa seenak itu ngerendahin gue! Apa yang lo bilang barusan ke gue, gue bisa tebak seberapa harga diri elo. Ga lebih mahal dari sampah!"

Shafa meninggalkan makanannya. Kemudian berlari menuju bis. Yang kemudian di susul oleh Vika. Didalam mobil Shafa sudah menangis mengingat perkataan Jordi.

Ucapannya sangat menyakitkan. Shafa tidak seburuk itu.

***

Dari kejauhan, Andrew melihat Shafa dikejar oleh Jordi. Pria itu beberapa kali menarik lengan Shafa yang selalu di tepis.

Andrew menyipitkan matanya, merasa tidak beres dengan kejadian yang dirinya lihat. Saat mereka mendekat, Andrew bersembunyi diantara tumpukan kursi. Ia ingin mendengar secara langsung perdebatan mereka.

"Apalagi si? Gue gedek ngelihat elo!"

"Gue minta maaf beneran Shaf, gue kelepasan kemarin. Maafin gue" ucap Jordi.

"Kelepasan? Berati lo udah punya pemikiran itu kan dari awal?"

"Ga gitu ma-"

"Lo ngelihat gue sebagai perek kan? Makanya lo bisa ngomong kaya gitu?"

Shafa berkacak pinggang, mendapati pria itu yang sedang mencari alasan untuk menjelaskan.

"Oh gue tahu" Shafa mendengus jengkel. "Benar kata Andrew harusnya gue udah ngejauhin elo dari awal. Lo cuma ngejadiin gue sebagai fantasi Sex lo doang kan? Ga perlu lo jawab! Ngelihat muka lo gelagapan kayak gini aja udah bisa ngejawab semuanya! Mending lo jauh - jauh dari hadapan gue, jijik lihat muka lo!"

Mereka berdua melenggang pergi. Jordi terus memohon kepada Shafa untuk di maafkan, sedangkan Shafa sudah jengah dengannya. Perkataan pria itu terlalu menyakitkan baginya.

"Shaf"

Panggil Andrew dari belakang. Shafa yang mengenali suara itu kini berbalik arah. Pria tinggi menjulang dengan paras yang tampan itu menunjukkan raut wajah marah.

"Ken-"

"Jordi ngapain elo kemarin?!"

"D-dia ngga ngapa - ngapain Ndrew" ucap Shafa takut.

"Dia ngomong apa?!"

"Engga ngomong apa - apa."

Andrew meremas lengan atas Shafa sampai ia memekik kesakitan.

"Jawab jujur Shaf! Dia ngapain elo?!"

Shafa hanya menatap takut pada pria yang ada dihadapannya. Andrew bukan tipikal orang yang mudah marah. Wajah slengekkan lebih mendominasinya.

Namun saat ini, nyalang kemarahan tampak jelas di matanya.

"GUE TANYA SEKALI LAGI SAMA ELO SHAF! DIA NGAPAIN ELO? JAWAB! ATAU ELO MAU GUE CARI TAHU LANGSUNG KE DIA?"

Andrew kini sudah melepaskan remasannya.

"D-dia cuma bilang, k-kalo gue bisa nurut sama elo karna gue udah pernah lo pake. Dia mau pake gue meskipun bekas elo."

Tangan Andrew mengepal kuat. Rahangnya mengeras. Ingin sekali dia memukul pria itu sampai hidungnya patah.

"ANJING!"

Misuhnya. Andrew memantapkan dirinya untuk mendatangi Jordi saat itu juga. Berharap marahnya dapat tersalurkan jika sudah menghajar pria itu.

"Ndrew, jangan berantem sama dia. Itu masalahnya udah selesai."

"Udah selesai lo bilang? Lo di direndahin Shaf, selesai darimananya?"

"Kakak pembina pencinta alam udah sepakat buat ngeluarin dia darisana. Kalau dia berulah lagi, masalah ini bakal di bawa ke kepala sekolah."

"Gue masih ngga terima lo digituin!"

Andrew tak memperdulikan halauan Shafa. Dia melangkah menuju dimana jordi berada. Mereka tidak ada yang satu kelas dengan Jordi. Ia berada di kelas IPS - 1.

Shafa yang tidak bisa mencegah pria itu meminta bantuan pada Bian dan Rey yang kebetulan berpapasan dengannya. Lantas mereka pergi menyusul Andrew.

"Anjing! Bangun lo!"

Ketika mereka bertiga sampai di dalam kelas itu, suara riuh siswa sudah menggema. Jordi tergeletak di bawah memegangi sudut bibirnya.

"Ndrew!" Pekik Shafa.

Bian dan Rey segera melerai mereka berdua. Bian memegang lengan sisi kiri sedangkan rey memegang lengan kanan.

"Bajingan lo! Kalo lo berani lawan gue cuk! Anjing! Lawan gue sini!"

"Ndrew please udah!"

Mereka bertiga membawa Andrew menjauh dari kelas itu. Berharap agar guru BP tidak melihat permasalahan yang terjadi baru saja.

Mata Shafa menatap nanar pria itu yang amarahnya masih memburu. Keduanya masih ditemani Bian serta Rey. Mereka berada di ruang UKS saat ini.

Meski tidak ada sedikit pun luka pada fisik Andrew, Shafa tetap panik. Ia tidak ingin ada kekerasan dalam penyelesaian masalah.

"Jangan pernah lo dekat sama dia lagi, atau gue bakal buat dia ngga nafas lagi!"

****

RumpangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang