Malam itu suasana meja nongkrong terlihat mengerikan. 4 orang berada pada satu meja yang sama namun tidak ada yang hendak berbicara. Shafa, Gia, Andrew dan Bian asik dengan pemikiran mereka sendiri - Sendiri.
Andrew berdehem untuk menghilangkan kesan horor itu.
"Gimana?" Tanya Bian.
"Kok tanya gue?" Andrew berkata.
Shafa melirik keberadaan Gia yang sejak tadi merunduk. Jelas perasaan gadis ini sedang berdebat dengan isi kepalanya.
"Katanya lo mau ngomong ke Gia?" Andrew menjebak Bian agar memulai pembicaraan.
Pria itu menatap tajam pada Pria bule di sampingnya. Pandangan seakan hendak membunuhnya.
Alhasil bian menarik nafas dalam. Lalu menghembuskannya.
"Gue minta maaf, Gi. Gue sama Shella udah sahabatan dari kecil. Jadi gue minta tolong banget sama elo untuk jangan cemburuan kalo gue sama dia." Ucapnya.
"Terus kenapa lo bohong sama gue? Hiks. Hiks.." ucap Gia.
"Karena gue takut lo ga bisa terima sama persahabatan gue itu. Lo juga pasti ga asing sama pernyataan kalo persahabatan anatara laki - laki dan perempuan itu pasti ga murni. Shella pernah bilang ke gue, kalo dia suka sama gue lebih dari sahabat. Disaat itu gue udah suka sama elo duluan. Gue sendiri ngerasa ga pernah ada perasaan apapun ke Shella." Jelas Bian.
"Gue ga masalah lo punya sahabat perempuan, Yan, kalopun itu sama Shella gue ga keberatan. Selama lo cinta nya sama gue, ga masalah. Kalo lo jujur dari awal, justru gue ga bakal berantem sama Shella kayak gitu di sekolah. Gue jadi malu sendiri jadinya."
Gia berkata seraya mengusap air matanya berkali - kali.
"Gue minta maaf, Gi! Kata - kata gue waktu itu juga terlalu kasar sama elo."
Bian memegang kedua tangan Gia. Ia menelisik pada mata perempuan itu. Tapi ia tak dapat melihatnya karena Gia merunduk.
"Lo mau maafin gue ngga, Gi?" Tanyanya sekali lagi.
"Iya. Tapi kamu jangan bohongin aku lagi. Mau seburuk apapun yang kamu lakukan, aku akan berusaha nerima itu. Asal kamu mau jujur"
Sudah terlihat dari kata yang di pilih oleh Gia, bahwa dirinya memaafkan Bian. Kata 'aku' dan 'kamu' buktinya.
"Aku ga bisa janji, tapi aku bakal coba lakuin itu" balas Bian.
Bian mengusap air mata Gia dengan lembut. "Kamu jangan nangis lagi ya,"
"Nah kan gini enak, ga diem - dieman. Alhamdulillah misi gue berhasil. Ga sia - sia gue cermahin elo setiap saat, Yan. Hehe"
Andrew membanggakan dirinya. Ia memang meyakinkan Bian agar dapat berbaikan dengan Gia. Karena ia juga ingin selalu dekat Shafa.
"Mendingan lo berdua pacaran juga sana! Biar bisa double date nih!" Gurau Bian pada kawannya.
"Shafa yang ga mau!" Ucap Gia.
"Harusnya gantian lo berdua yang bantuin gue supaya Shafa mau nerima gue" ucap Andrew.
"Susah. Shafa type nya bukan elo" ucap jujur Gia.
"Halah type, type, kalo jodoh mah ga bakal mandang type!" Ucap Andrew sombong.
Kini mereka berada di sebuah caffe yang di penuhi oleh muda mudi. Penuh dengan para pasangan maupun circle pertemanan. Canda tawa banyak terdengar di sana.
Live music menemani, terkadang bernyanyi bersama. Atau bahkan bermain permainan yang bisa di mainkan oleh banyak orang.
Bahkan beberapa kali, Shafa menjadi objek para pria untuk dimintai akun Instagram karena hukuman atas permainan yang mereka mainkan. Begitu pun dengan Andrew. Beberapa kali dimintai Foto bersama wanita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpang
Roman pour Adolescents"Lo lupa sama gue?" tanyanya mendominasi. *** "Jangan dekat - dekat sama Shafa!" *** "Gue suka sama elo beneran Shaf, Lihat gue sebagai cowok. Jangan cuma sebagai teman lo, Shaf." *** "Lo selalu cantik Shaf" *** "SHAF! ADA KABAR GEMBIRAAAAAA!" A...