x. mirror matter

468 111 6
                                    

"Sorry, tempatnya kecil," Ujar Haeden sambil membuka pintu apartemen nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sorry, tempatnya kecil," Ujar Haeden sambil membuka pintu apartemen nya. Walaupun tak terlalu luas tapi sangat minimalis, yang masuk ke unit itu pun bahkan akan kagum dengan kerapiannya. Berbeda dengan apartemen milik Keenan, yang super duper berantakan.

"Cukup elah," Balas Damian, ia sudah sering kesini jadi langsung masuk saja dan duduk di sofa panjang milik Haeden. "Permisi..." Ucap Julian, pemuda ini lucu juga, jadi menarik perhatian Haeden. Sedangkan Reaver dan Edgar nampak ragu-ragu untuk masuk ke rumah orang yang baru mereka kenal. "Santai, masuk aja," Kata Haeden yang melihat raut wajah dua orang tadi, Reaver pun masuk dengan cengiran khas nya dan Edgar yang masuk tanpa ekspresi wajah, datar. Haeden menggulirkan matanya malas, Edgar ini tipe orang sombong kah?

"Ken, ikut gue ke kamar," Ajak Haeden, yang merasa namanya 'Ken' pun langsung mengikuti tuan rumah. "Eh maap, maksud gue Kenneth, hehehe," Kekeh Haeden ketika sadar ada dua 'Ken' di rumahnya. Keenan merasa belum dibutuhkan pun duduk di kursi abu-abu Haeden, lalu memejamkan matanya sejenak. Hari yang melelahkan, bahkan dirinya belum sempat tidur semenjak kemarin.

Minggu yang melelahkan bagi Keenan, kemarin lusa berkenalan dengan bartender lalu dimintai tolong tentang multiverse, tidak tidur karena mencari jawaban bagaimana portal antar semesta bisa terbuka, lalu kembali ke rumahnya dihadapkan dengan tamu yang sama sekali tidak ia kenal. Dan tiba tiba saja ada baku tembak di rumahnya, bukannya jadi pihak yang dirugikan malah ia menjadi tersangka. Siapa yang bisa menerima semua ini dalam jangka waktu 3 hari?

"Capek," Gumam Keenan, suaranya benar-benar kecil, tapi karena memang situasi yang sedang hening siapapun disana dapat mendengarnya. "Ken, lo bisa tinggal di rumah gue dulu, gue cari cara biar lo gak jadi tersangka lagi," Kata Damian, ia mendekati Keenan lalu menepuk bahu pemuda yang matanya sedang terpejam itu.

"Hahaha, makasih Mi, tapi gue gatau hidup gue kedepannya gimana... Papa Mama pasti— Ah udahlah gatau pusing! Mending gue makan, laper banget," Seru Keenan, ia langsung berdiri dari duduknya dan menuju kulkas milik Haeden, bodo amat kalau sang pemilik marah-marah nantinya, yang penting masalah perutnya ini teratasi dulu.

Di dalam sana sayangnya Keenan tidak melihat apa-apa, hanya ada bahan mentah. Ya sepertinya Haeden tipe anak yang bisa memasak, jadi ia lebih memilih melakukan itu daripada membeli makanan cepat saji yang jatuhnya lebih mahal. "Huftt... Gak ada apa-apa," Cemberut Keenan, ia pun menutup kulkas itu dan mengambil segelas air putih.

"Gue pesenin makanan aja ya?" Tawar Damian, "Gausah, gue gak ada uang buat ganti," Pasrah Keenan, biarkanlah perutnya itu berdemo untuk saat ini. "Siapa juga yang nyuruh ganti yeuuu!" Damian dengan sigap mengeluarkan ponsel pintar nya dan memesan makanan yang sekiranya cukup untuk tujuh orang.

"Udah, tunggu ya, ini jugaan si Haeden lama amat," Decak kesal mulai keluar dari bibir Damian, ia pun membuka perlahan pintu kamar Haeden, nampak disana Kenneth yang berdiri dan Haeden duduk di kasur dan berkonsentrasi pada tujuannya. Tapi nampaknya usaha itu sia-sia. "Arghhh!" Geram Haeden, ia pun berdiri dan langsung membuka pintu tanpa tau ada Damian disana, hampir saja kalau Damian tidak sigap ia akan terjungkal.

"Eh anjrit! Lo ngapain?!" Kaget Haeden menyadari kawan yang satunya itu ada di depan pintu, "Ngintip lah," Kata Damian santai, ia pun kembali duduk di sofa tadi tepat di sebelah Reaver.

"Berhasil?" Tanya Keenan, tapi karena teriakan Haeden tadi anak itu nampaknya jadi ragu akan kesuksesan rencana memulangkan Kenneth. "Enggak, terlalu berisik, diluar juga banyak suara kendaraan gak bisa tenang," Jelas Haeden, ia pun duduk di kursi meja makan begitu juga dengan Kenneth, dan ada Edgar juga di situ. Karena kalau semua nya ada di sofa gak cukup.

Helaan nafas terdengar dari Damian dan Keenan, tapi tidak dengan tiga orang yang belum mengerti situasinya. "Woy, ini gak ada yang mau jelasin? Gue bisa aja loh lapor kalo tersangka penembakan ada di depan mata gue," Celetuk Edgar, semuanya langsung menoleh kearah pemuda berambut pirang itu dengan panik. "Lo orang baru gausah belagu, kita bakal jelasin, tapi jangan ngancem buat laporin Keenan ke NIA." Tegas Damian.

"Dia kan buronan, kenapa gak boleh dilaporin? Toh katanya masa depannya udah hancur—"

BRAK!

"Kalo ngomong dijaga bangsat." Bukan Damian, bukan Haeden, itu adalah Keenan sendiri, ia mencengkeram kerah pemuda itu. Ia geram, tidak mau mengerti situasi, iya dia juga tau tadi Edgar menyelamatkannya di apartemen. Dan pasti Edgar juga tau kalau bukan Keenan pelakunya.

"Gue salah? Kan bener, si Kenneth pelakunya." Ucap Edgar singkat. Semula Keenan yang tersulut emosi mulai melonggarkan cengkeramannya, begitu tau sudah tak erat Edgar langsung menepis lengan Keenan. "Jadi? Gak mau jelasin?" Tanya Edgar sekali lagi.

Haeden pun menghela nafas dan ia mulai menceritakan semuanya dari awal sampai hari ini tiba. Seperti yang diharapkan, reaksi Edgar, Reaver dan Julian tidak percaya. Tapi ternyata setelah kembali melihat kenyataan kalau benar-benar ada dua Keenan mereka jadi percaya.

"Brengsek, mereka mau batu doang? Kenapa gak kasih aja?" Ucapan Edgar sukses membuat Keenan lagi-lagi tersulut amarah. "Batu ini punya energi yang bisa bawa lo ke semesta manapun, mereka mau semesta kita juga. Jadi kalo lo cuman ngomel aja dan gak mau bantu cari cara, keluar sekarang." Katanya dengan penuh penekanan.

Edgar menggulirkan matanya malas, dia mau aja kok membantu, cuman yang lain saja tidak punya rencana apalagi dia yang baru dijelaskan?

"Gue mau, tapi rencana lo apa?" Ya benar perkataan Edgar, dan sekarang yang perlu mereka lakukan hanya berbicara dengan Hansel, tapi lelaki beda semesta itu tidak dapat membuat komunikasi sekarang. "Musik, pake musik kak!" Seru Reaver, mengundang berbagai pertanyaan di benak mereka semua.

"Maksud?" Tanya Damian meminta penjelasan. "Pake earphone atau headset, fokusnya ke musik itu jadi kita gak bisa denger suara dari luar," Jelas yang paling muda. "Perlu dicoba, lo ada kan Den?" Timpal Keenan.

"Ada. Okay, gue coba lagi, wish me luck." Haeden pun kembali ke kamarnya, kali ini tidak ditemani siapapun, bahkan Kenneth juga ada di luar bersama yang lainnya.

Haeden menarik nafas panjang lalu membuangnya untuk sekedar menenangkan diri, ia kemudian memakai headset miliknya dan mulai menyambungkan benda itu ke ponsel pintar. Dirasa sudah siap, lelaki itu pun mulai menyetel musik kesukaannya.

Perkataan Reaver benar, ia hanya dapat fokus pada lagu, mengambil kesempatan tersebut Haeden juga memfokuskan pikirannya pada Avernus, ia harap ini akan berhasil. Sementara diluar sana sedang ricuh, tidak salah kok, ada banyak orang yang sekarang berusaha menerobos unit Haeden.

Revster.

Brak!

Brak!

"Sialan! Kita harus gimana?!" Panik Damian, tak ada jalan keluar lagi, mereka sudah dikepung, ketujuh orang itu langsung membuat posisi melingkar. "Yang penting, lindungi Haeden," Perintah Keenan, ia mengambil tongkat baseball di gudang milik sang tuan rumah.

Sedangkan Damian tersenyum miring lalu meregangkan otot-otot nya yang kaku, dan berancang-ancang untuk melawan. Reaver sudah siap dengan vas bunga nya, sementara Julian berposisi sama seperti Damian. Tenang saja Julian itu mantan atlet taekwondo kok.

Dan Edgar mengambil pisau dapur milik Haeden, yang terakhir, Kenneth membawa pistol yang ia yakini peluru di sana tinggal sedikit. "Haeden, semoga berhasil."

Brak!

Brak!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Paradox || EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang