Menjadi nomor satu bukanlah hal yang diharuskan untuk semua orang. Nomor satu bukanlah hal yang special. Kenapa begitu? Yap karena semua adalah proses bagaimana caranya hingga bisa menempatkan dirinya di urutan pertama. Nomor satu juga bukan hal yang selalu membanggakan, ada kalanya harus bisa mendapatkan yang terakhir agar bisa memotivasi untuk melangkah lebih keras.
Perfeksionis. Menjadi seorang yang sempurnya juga bukan hal yang selalu istimewa. Karena nyatanya manusia dilahirkan dengan penuh kekurangan, dengan kekurangan inilah mereka akan lebih berusaha untuk menjadi yang terbaik. Tidak semua yang selalu dituntun menjadi sempurna akan terlihat sempurna di mata orang lain. Kacamata orang selalu berbeda-beda, bahkan orang terdekat sekalipun. Sedekat-dekatnya hubungan itu bisa menjadi pecah akan asumsi, dan ego dari masing-masing.
Plakk
Satu tamparan yang tentu saja tidak pelan diterima oleh anak yang kini berada tepat didepannya.
"Maaf." Hanya kalimat maaf yang bisa ia lontarkan. Seakan semua terkunci didalam otaknya padahal dalam hatinya sangat ingin ia memberontak.
Bukan sekali dua kali, berkali-kali ia selalu mendapatkan tamparan dari sang ayah."Kalau begini terus bagaimana papa bisa percaya sama kamu?"
Amarahnya semakin meningkat. Melihat hasil ujian yang diterimanya dengan diatas rata-rata tepat belum menguntungkan sama sekali. Bahkan ada satu mata pelajaran yang sangat rendah."Maaf pa, tapi aku emang bener-bener kalah sama salah satu teman kelasku."
Ia berusaha untuk membela. Namun, apapun alasannya kalau bukan dia yang mendapat nilai tertinggi gak pernah diterimanya. Apalagi perihal kalah saing. Tidak ada kata kalah di dalam kamusnya."Itu salahmu, tau gak bagaimana papa kerja buat nyekolahin kamu disekolah ternama terus ini balesan kamu buat papa?" Ia menatapnya tajam dengan pandangan remeh tentu sudah biasa
"Lihat kakakmu dan belajar darinya. Dasar gak berguna." Bukan hanya perkataan yang dilontarkan melainkan disebarnya lembaran ujian yang kini disobeknya.
Alaric Devandra Farrell. Merupakan anak bungsu dari Angkasa Group, keluarganya memang pebisnis yang cukup sukses. Namun, hal itu justru membuatnya selalu ditekan untuk menjadi seorang yang perfeksionis seperti sang ayah. Terlebih lagi ketika ia dibandingkan dengan satu-satunya kakak yang kini sedang menempuh kuliah diluar negeri. Alaric dan kakaknya memang sangat berbeda. Tidak semua yang satu gen akan identik dengan sifat masing-masing, justru bisa bertolak belakang.
Brakk..
Suara pintu kamar Alaric yang terbuka kasar."Mamah.." Alaric menatap kelam wanita yang menghampiri dan mengumpulkan kertas yang berserakan.
"Mah, Alaric harus bagaimana.." ia masih bersimpuh dilantai, berharap mama nya juga mengerti bagaimana perasaan Alaric saat ini.
"Bangun," ia menarik lengan Alaric
"Ayo cepetan bangun." Lanjutnya,
"Simpan air matamu baik-baik, tau kan papa kamu itu gimana?" Kedua tangannya menangkup pipi Alaric sembari menyeka air matanya.
Mungkin kini dalam hati Alaric sedikit tertolong dengan sikap hangat mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Light
FanfictionTerlalu dituntut untuk menjadi sesuai dengan kemauannya adalah cara yang salah. Karena itu bukan keinginan atas dirinya sendiri melainkan keinginan orang tua yang selalu mengharapkan anaknya seperti harapan mereka.