08. Kebetulan

25 4 0
                                    

DEWANDARA

"Oh iya, kenalin ini Kak Dewa, kepala editor di penerbit kami. Kak, kenalin ini author Mala. Nama aslinya Laras, nih. Malaika Larasati. Bagus banget, ya, namanya?"

Aku terkejut, tentu saja, ketika melihat siapa yang ada dihadapanku sekarang. Matanya terlihat sedikit melebar, menunjukkan ia mungkin sama terkejutnya sepertiku.

Aku.. entahlah. Tidak tahu harus merasa senang atau tidak. Dalam kebetulan yang mungkin adalah takdir yang menyamar ini, aku senang. Tak dapat kupungkiri bahwa akhirnya aku bisa lagi melihatnya, dalam jarak sedekat ini. Tapi, langsung ada kekhawatiran yang memenuhi pikiranku. Aku tau dia masih belum menerimaku, menerima keadaan yang ada. Aku hanya takut keberadaanku disini malah membuatnya tak nyaman.

Kami kemudian bersalaman--dengan canggung, berlagak seperti ini adalah pertemuan pertama kami. Irma kemudian berinisiatif bangkit dan memesan minuman. Meninggalkanku dengan Laras berdua pada situasi yang sangat canggung ini. Beberapa saat, hanya suara obrolan orang-orang disekitar yang terdengar. Kami sama-sama diam, dengan ia yang menatap ke luar jendela. Seolah terus menghindari kontak mata denganku.

"Jadi, kamu yang nulis Nayanika, Akhir di Bulan Desember, dan We're Lost Each Other?"

Ia akhirnya menoleh, menatapku. Sorot matanya terlihat teduh, namun juga sendu bersamaan. Aku menyebutkan tiga judul buku yang berhasil ia terbitkan di perusahaan penerbit tempatku bekerja sekarang. Diam-diam memujinya bangga karena aku sendiri sempat membaca naskah miliknya. Aku menyukai gaya penulisannya, juga semakin kagum ketika mengingat bahwa ia menulis semua cerita itu ketika ia masih SMA.

Tidak. Ini bukan pujian karena aku tahu adikku adalah penulisnya. Aku memang benar-benar menyukai tulisannya.

"Iya."

That's it. Hanya itu jawabannya. Aku kemudian mengangguk sambil tersenyum.

"Keren. Saya suka sama cara kamu menulis. I mean, your style."

Ia hanya diam menunduk. Tidak tau apa yang membuatnya tertarik di bawah sana. Tak lama, Irma kembali dengan membawa dua minuman juga beberapa cake ke meja.

"How's life, Ras? Kuliah kamu gimana?" Tanya Irma membuka percakapan.

"Just so so, mbak. Kuliah aku ya gitu. Ah, pokoknya gak ada yang gimana-gimana, deh."

Irma tertawa. Kulihat Laras juga terlihat lebih santai ketika mengobrol dengan perempuan disampingku ini.

"Btw, I just saw your comic in webtoon recently. I mean, your  pen name, Mala. Is it you? Aku berpikir begitu karena gak sekali dua kali kamu update instastory with your-ah, apa ya namanya. Pokoknya those things that I know itu tuh biasanya buat mereka yang gambar komik online gitu. Itu beneran kamu? Atau itu bukan kamu tapi kamu gambar komik juga sekarang?"

"Can you just ask one by one, Ir? Gue aja yang dengernya bingung mau jawab gimana." Protesku. Rekan kerjaku yang satu ini ku ketahui memang bawel dan cerewet. Kalau bukan karena rengekannya untuk menemani karena anak magang di bagian editor sedang full job sekarang, aku tidak akan mau menemaninya begini. Tapi karena ia aku jadi bertemu Laras, yah, aku akan memaafkannya.

"Haha, sorry, ya, Ras. But you get what i ask, kan?"

Laras tersenyum dan mengangguk. "Em, sebenernya, iya itu aku, mbak. Tapi aku gak terlalu aktif disana. Kalo aku in the mood aja baru gambar. Cause i'm not that good there, hehe. Mbak Irma udah baca kah?"

"Udah dong. Dan aku terlanjur penasaran sama kelanjutannya tau gak. Author Mala, as always hanging on every part, haha."

Laras tersenyum malu sambil menunduk. Aku yang tidak tahu webtoon miliknya karena tidak menggunakan aplikasi itu, hanya bisa diam. Mungkin, kini terlihat seperti orang bodoh yang can't get in their conversation. Lagi, aku memaafkan Irma karena ada Laras disini.

ABRUPTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang