12. Lukisan Abim

23 3 0
                                    

ABIMANA

"Look so gorgeous."

Suara itu memang terdengar pelan, menyamar dengan suara deburan ombak yang hendak pasang. Namun, telingaku yang tajam dapat mendengarnya dengan baik. Aku lantas menoleh ke samping, mendapati siluet seseorang yang sedang berdiri berjarak dari tempatku duduk. Posisinya sedikit ke belakang, sehingga aku perlu menoleh lagi untuk melihatnya.

"Gimana?" Tanyaku memastikan. Seketika, aku dibuat terkejut karena ternyata, seseorang tersebut adalah Laras. Perempuan dengan dress berwarna peach selutut yang juga sepertinya terkejut, nampak dari ekspresi yang ditunjukkannya.

"Hah? Eh, sorry. Gue kira tadi gue ngomongnya dalam hati."

Aku sempat terkekeh pelan mendengarnya, namun berusaha untuk kusembunyikan.

"Abim, ya?" Tanyanya lagi. Aku mengangguk tersenyum. Ia kini sudah berpindah posisi menjadi selangkah lebih maju, sehingga sejajar dengan tempatku duduk.

"Lukisan lo? Keren banget."

Aku kembali tersenyum mendengar pujiannya yang terdengar sangat tulus.

"Thank you. Lo bisa duduk di samping gue ini kalo mau. Tapi mungkin rada gak nyaman, sih. Soalnya, kan ini batang pohon, gak rata." Ucapku menawarkan.

"Gapapa? Lo bukan lagi pengen sendiri? Gue gak bermaksud ganggu kegiatan lo kok."

"Enggak, Laras. Kegiatan gue juga bentar lagi selesai."

"Ah, okay."

Ia lalu mengambil duduk di sampingku, meski terlihat sedikit tidak nyaman. Kulihat ia berusaha menutupi dressnya yang tertiup angin dengan tasnya. Aku kemudian mengambil jaket denim yang kulepas sejak tadi untuk diberikan kepadanya. Ia kemudian menatapku heran.

"To cover it up. You look uncomfortable with the wind."

Meski sedikit ragu, ia tetap mengambil dan menerimanya.

"Thank you."

Kemudian untuk beberapa saat kami sama-sama hening. Aku kembali memoles kanvas dengan cat, dan Laras sendiri kulihat melamun menatap hamparan pasir pantai yang bersih dan luas.

Aku sendiri sebenarnya baru dua kali kesini, karena letaknya yang lumayan jauh di pinggir kota. Mungkin itu sebabnya tempat ini tak pernah terlalu ramai. Meski lokasinya adalah pantai, nyatanya aku tidak sedang melukis apa yang ada dihadapanku. Aku hanya sedang ingin melukis namun butuh tempat dan suasana baru yang menyenangkan. Dan entah kenapa tempat ini malah muncul dipikiranku. Sesaat, aku dapat melihat Laras kini mencondongkan tubuhnya ke arahku yang sepertinya sedang melihat kanvasku. Aku dapat melihatnya sedikit saat mataku masih menatap ke depan.

"How can you choose and mix the colour well?"

Pertanyaan itu terlontar tiba-tiba yang cukup membuatku terkejut. Aku menoleh, ia kemudian menatapku seolah menungguku menjawab.

"I don't know. It just... Gue coba terus nemuin yang cocok. Lagipula, gue dapet mata kuliahnya semester ini, haha. Makanya ini lagi gue kerjain tugasnya."

"It's cool."

Aku kembali tertawa karena tanggapannya. Tidak tahu. Hanya saja, itu terdengar lucu di telingaku. Tanggapannya yang spontan dan polos.

"I love to draw, but I'm bad at coloring it. Trus setelah lihat lo ngelukis dengan keren, I know it just about talent, maybe."

"Well, I don't argue with the talent. Semua orang pasti punya bakatnya masing-masing yang beda-beda. But, I think coloring is something that you can learn it, Ras."

ABRUPTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang