Perasaan Aleena yang masih senang karena kedatangan penghuni baru ke rumah, membuatnya bersemangat. Apalagi ketika mama menyuruhnya untuk mengambilkan sampo bayi yang ada di lemari saat Evan sedang mandi pagi.
-
“teh, punten tolong ambilin sampo di lemari dong” ucap mama.
“siap, ma laksanakan” jawab Aleena.
-
Setiap malam, Aleena sedikit merasa terganggu tapi senang mendengar tangisan Evan. Namanya juga bayi, pasti masih masa beradaptasi dengan dunia luar. Melihat Evan yang selalu dalam dekapan mama membuat ia merasa tenang dan senang, karena ia tahu bahwa mama akan selalu di dekat Evan.
Lantas papa kemana? Heem.
Sifat buruk papa kembali kambuh, seperti kegiatan judi adalah hal yang wajib dan tidak bisa ditinggalkan.
-
Hal yang membuat mama tidak tahan ialah kebiasaan papa yang terus berjudi dari malam hingga subuh. Berdalih membeli kopi ke warung, namun pulang selalu jam 4 pagi atau bahkan lebih. Melihat kelakuan papa yang semakin hari semakin menyakitkan hati. Mama berterus terang bilang tidak suka dengan sifat papa seperti itu. Bukan memperbaiki, malah berujung debat hingga suasana menjadi keruh.
-
Disuatu malam,
“mikir mas, capek aku tuh. Kebutuhan anak-anak semua dari aku. Semua dari aku. Kukira kamu teh bakalan berubah mas saat ada Evan. Nyatanya apa? Makin parah mas, PARAH!!” ucap mama dengan kecewa.
“terus maunya apa?” jawab papa yang tersulut emosi.
“urus tah anak-anak. Saya capek!” balas mama dengan nada tinggi dan bergetar menahan tangis.
Malam itu perdebatan hebat tak bisa dihindari, sampai mama mengambil keputusan untuk pergi dari rumah. Meninggalkan Aleena dan Evan yang masih kecil dirumah.
-
Saat pagi datang,
Ketika Aleena terbangun dari tidurnya, ia merasa suasana berbeda. Karena ketika ia keluar kamar, pasti ia melihat ibunya di dapur atau sedang menyiapkan sarapan untuknya. Namun, kali ini berbeda. Aleena kecil berkeliling rumah sembari memanggil mama. Namun hasilnya nihil.
Aleena pun tanpa sadar menangis karena mama sudah tidak ada dirumah. Mungkin ikatan batin antara ibu dan anak. Entah kenapa Aleena tahu mama tidak ada bukan tanpa sebab. Seketika Aleena mencoba menanyakan mama ke papa Mahendra yang kala itu masih terlelap di kursi yang berada di depan televisi.“pa. papa. Mama kemana?” tanya Aleena dengan sesekali isak karena tangis.
“heemm, gatau teh” jawab papa dengan setengah sadar tanpa membuka mata.
“serius pa ih, mama kemana?” tanya Aleena lagi dengan nada ketir dan belum berhenti menangis.
“papa bilang gatau, gatau teh!. Ganggu orang tidur wae” jawaban papa dengan nada yang tinggi.
Aleena pergi menjauh dengan perasaan sesak karena tidak mendapatkan jawaban yang ia harapkan. Ia pun berinisiatif untuk keluar bertanya pada kedua tantenya.
Setelah ia bertanya kepada kedua tantenya. Ia masih tidak mendapatkan jawaban tentang keberadaan mama. Aleena pun kembali dengan perasaan kecewa, khawatir, dan bingung. Karena ia takut hal-hal buruk menimpa mama. Ditambah Evan kecil yang mulai menangis mencari mamanya. Namun, dengan sigap dan sedikit kebingungan Aleena mencoba menenangkan adik kecilnya itu.-
Tiba-tiba ketika Aleena sedang menggendong Evan yang baru saja terlelap karena lelah menangis. Tante datang dan berencana akan membawa Evan kerumahnya. Rumah mereka terbilang cukup dekat. Hanya beberapa blok dari rumah Aleena. Papa yang melanjutkan tidurnya seolah tidak peduli dengan perginya mama dari rumah.
Tante berusaha menghubungi semua kerabat mama lewat ponselnya. Berharap mama ada disalah satu rumah mereka. Beberapa hari pun berlalu, masih belum ada kabar tentang keberadaan mama.-
Hari berikutnya,
Aleena berinisiatif meminjam sepeda sepupunya, Indri. Ia berencana untuk mencoba mencari mamanya. Aleena ingat dahulu ada rumah teman dekat mama yang tidak jauh dari rumahnya. Beliau dulu merupakan tetangga dekat rumah, namun sekarang sudah pindah. Aleena terus mengayuh sepeda kurang lebih sudah 10 menit.-
Setibanya Aleena di rumah teman mamanya. Ia memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumah tersebut.
(tok tok tok)
“Assalamu’alaikum” ucap salam Aleena. Pintu pun terbuka dengan perlahan sembari terdengar suara wanita menjawab salam Aleena.“wa’alaikumsalam” ucap wanita sembari membuka pintu.
Terbelalak mata Aleena ketika melihat sosok wanita yang membuka pintu. Ternyata wanita itu adalah Marina. Mama yang selama ini ia cari. Reflek Aleena langsung berlari dan memeluk Marina. Mama tak dapat membendung air matanya. Hanya dengan satu kedipan maka air mata itu jatuh deras membasahi pipi mama. Mereka berdua pun menangis sambil memeluk satu sama lain.
-
Mereka pun duduk bersama diruang tamu.
“mama kenapa pergi ma?” tanya Aleena.
“gapapa teh, mama lagi main aja” jawab mama yang enggan memberatkan anaknya.
“tapi kenapa mama ga bawa Evan dan aku ma” lanjut tanya Aleena yang penasaran.
“sebentar lagi juga pulang teh, sabar ya” jawab mama sambil mengusap kepala Aleena.
“jangan bilang ke tante, mama ada disini ya. Janji?” lanjutnya.“iya maa” jawab Aleena sambil menyeka air matanya.
“sekarang teteh pulang, kalo teteh mau ketemu mama. teteh tinggal kesini. Mama beberapa hari kedepan mau nginep di rumah ini ya” ucap mama.
“iya ma” dengan polos Aleena menjawab itu.
-
Aleena menghabiskan hari di rumah itu bersama mama. Hingga sore datang yang mengharuskan Aleena berpisah. Setibanya di rumah tante.
“Al, dari mana wae ai kamu? Udah sore gini baru pulang. Udah makan belum?” tanya tante yang khawatir kepada Aleena.
“udah atuh tan hehe” jawab Aleena sembari tersenyum senang.
“makan dimana?” lanjut tanya tante.
“dirumah temen, tadi dikasih makan sama mamanya” jawab Aleena yang mencoba untuk membuat tantenya tidak curiga.
“oh iya atuh” jawab tante.
-
Beberapa hari berlalu,
Aleena selalu pergi lagi kerumah itu dengan meminjam lagi sepeda sepupunya. Sesampainya disana, Aleena langsung mencari mama dan berbincang seperti tidak ada masalah. Tidak lama ketika mereka sedang berbincang. Terdengar suara ketukan pintu seperti ada tamu yang datang.“assalamualaikum punten” ucap suara wanita dari luar pintu.
“waalaikumsalam” ucap teman mama sembari membuka pintu.
Benar saja, orang itu ternyata kedua tantenya. Aleena heran kenapa mereka bisa tahu kami ada disini. Ternyata tantenya telah mencurigai gerak-gerik Aleena beberapa hari terakhir yang selalu pergi dari pagi hingga sore. Dalih bermain di rumah teman, namun setelah tante bertanya. Tidak ada temannya Aleena yang ia kunjungi. Teman mama pun mempersilakan mereka untuk masuk dan duduk diruang tamu.
“Rii, aeh ai kamu teh ngga kasian ke budak. Astagfirullah gusti” tanya tante dengan mata berkaca-kaca karena khawatir.
“karunya teh tapi da gimana. Abi udah ngga kuat sama Mahendra” jawab Marina sembari menunduk lesu.
“harusnya si Mahendra yang malu ri. Itu rumah teh punya kamu. Naha kamu nu pergi. Harusnya dia yang ngerasa bersalah udah nyakitin kamu” sahut tante dengan nada kesal.
“teh, da gimana lagi. Sabar teh udah, berjuang ge udah. Cape hati banget aku teh” ucap kekecewaan Marina.
“yuk sekarang mah pulang. Nanti ku aku yang bilang ke si Mahendra. Lalaki teh ngga ada rasa malunya pisan. Allahu akbar” ucap tante sembari menggelengkan kepala.
Sore itu, mama akhirnya pulang kerumah. Benar saja, tidak ada rasa penyesalan dan rasa bersalah terpancar diwajahnya.
-
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEENA'S LIFE
Teen FictionKeluarga adalah rumah. Begitu menurut kebanyakan orang, ia bisa menjadi tempat bernaung dikala hati dan pikiran penuh dengan hiruk pikuk penatnya kehidupan dunia luar. Tempat dimana bisa membuat suasana diri menjadi damai terkendali. Tapi tidak menu...