TERLIHAT

59 12 4
                                    

Hidup itu tidak tetap dan berputar layaknya roda. Ia berubah yang kadang berada di atas dan di bawah. Kehangatan keluarga menjadi impian semua orang, pun impian Aleena juga. Tapi takdir tidak dapat kita prediksi, ia melaju terus tanpa henti. Bahkan sebelum kita lahir.

-

Sebulan setelah papa Mahendra pulang kerumah. Secercah titik permasalahan terus terlihat. Ketakutannya semakin membesar, takut hal yang dulu terulang kembali. Awalnya Aleena tidak menggubris hal tersebut tapi lama kelamaan terkumpul banyak pertanyaan dikepalanya.

“padahal baru saja situasi mulai membaik” gumamnya dalam hati

-

Biasanya setelah sebulan dirumah. Papa ada panggilan lagi keluar kota namun berbeda kali ini. Papa tetap dirumah dan tidak ada panggilan lagi untuk bekerja. Masuk bulan berikutnya setelah lama tidak bekerja. Papa mulai sering keluar malam dan pulang menjelang subuh. Raut wajah mama pun berbeda dari biasanya, muram dan terlihat seperti orang yang sangat lelah.

-

Malam itu Aleena melihat mama sedang duduk di ruang tamu dan memberanikan diri untuk bertanya.

“maaa, kenapa ma?” Tanya Aleena.

“gapapa teh.” Jawab mama dengan singkat dan membingungkan.

Aleena pun berlalu dan kembali ke dalam kamarnya dengan penuh tanda tanya dalam kepalanya.

-

Seminggu kemudian, malam saat itu berbeda. Tidak ada kelip bintang yang terlihat di hitamnya malam. Aleena tidak sengaja melihat lagi mama dan papanya berdebat hebat. Kala itu, hatinya seperti ada yang menggebrak hingga tidak tahu harus melakukan apa.
Baru saja dua bulan kebelakang ia merasakan normalnya menjadi keluarga yang penuh senyum, akrab, dan hangat, namun sekarang sudah seperti ini lagi. Kembali dalam keluarga yang membuatnya takut dan trauma. Nahas, adiknya pun melihat kejadian itu. Aleena semakin bingung dan takut.
Aleena dengan cepat menarik tangan Evan untuk masuk ke dalam kamar. Ia bingung dan takut kalau adiknya memiliki trauma dan rasa takut terhadap keluarga seperti yang ia rasakan.

Ternyata gadis 17 tahun itu sudah lama menyimpan luka yang mungkin tidak pernah bisa diutarakan. Ia hanya bisa memendam, diam, dan memasang wajah periangnya itu dihadapan orang lain agar mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.

-

“KALO KAMU MIKIR! HARUSNYA KAMU GA GINI PA!” terdengar suara teriakan mama yang kala itu membuat dada Aleena tiba-tiba sesak.

“LIHAT ALEENA SUDAH MULAI NGERTI SEMUA, UDAH PAHAM SEMUA. KITA SUDAH GA HARUS LAGI NUTUPIN SEMUANYA” sepotong kalimat yang terdengar oleh Aleena yang kala itu hanya bisa terdiam di dalam kamar bersama adiknya.

Papa saat itu hanya diam dan menunduk.

-

Mendengar kalimat itu, Aleena mematung dengan bola mata yang melebar. Isi kepalanya campur aduk, ditambah tangisan Evan yang semakin kencang.

“aku kira semuanya sudah membaik, aku salah. Aku salah!” kalimat itu yang muncul dalam benak Aleena sembari menenangkan adiknya yang menangis.

-

Malam itu,
setelah perdebatan hebat papa pergi entah kemana. Evan pun tertidur dalam pelukan sang kakak. Beberapa menit kemudian, Aleena juga ikut tertidur.
Aleena terbangun keesokan paginya. Ia keluar kamar dan melihat mama yang sedang meletakkan sarapan nasi goreng kesukaan anaknya di meja makan.

“Aleena sini, duduk dulu mama pengen ngomong” ucap mama dengan nada lembut.

Aleena pun duduk di kursi dengan posisi kala itu berseberangan dengan mama.

“teeeeehh” terdengar suara Evan yang keluar kamar sambil mengusap matanya pertanda baru bangun. Evan pun langsung menuju meja makan dan menyantap nasi goreng buatan mama.

“teh, maaf. Sebetulnya mama ga pengen cekcok seperti semalam. Mama udah gakuat teh. Kamu tau kan dari dulu papa kayak apa” ucap mama dengan nada gemetar karena menahan tangis.

“teteh tau ini berat ma. Tapi kita coba sebentar lagi ya. Papa pasti berubah” jawab Aleena.

Tiba-tiba muncul sodoran piring di depan Aleena seperti ingin diisi kembali yang ternyata dari Evan.
“nasi gorengnya mau tambah” ucap Evan sambil tersenyum. “enak soalnya hehe” lanjutnya.

-

Terkadang, apa yang menurut kita rasa akan membaik. Malah semakin tidak baik. Aleena sudah dengan keras menutupi rasa sakit, rasa kecewa, dan rasa sesaknya kepada yang lain. Namun apalah daya, Aleena juga manusia yang terkadang butuh air mata untuk menjernihkan sudut pandangnya.

-

Ia semakin memiliki tanggungjawab sebagai anak pertama. Dirinya ditempa untuk tetap kuat, ceria dan sabar dihadapan orang lain. Seringkali Aleena tidak jadi mengutarakan isi hatinya kepada mama, karena situasi selalu memberikan peluang untuk mama lebih dahulu bercerita. Alhasil Aleena tidak jadi bercerita karena mendengar cerita mama lebih berat darinya.

-

ALEENA'S LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang