JUAL CINCIN

87 8 4
                                    

Hujan turun dengan derasnya. Sejenak kepada 'Duo Mbajuk', Sugito dan Saimun

"La terus kepriwe saiki, Kang?" (Lalu bagaimana sekarang, Kang?).

"Kita jual saja," jawab Sugito.

"Hus! Keperiwe sih. Ura tegel nyong." (Hus! Bagaimana sih. Tidak tega saya).

"Halah. Orangnya juga tidak tahu kok, Kang," balas Sugito.

"Ya, apa ura mesakena, Kang." (Ya, apa tidak kasihan, Kang).

"Ini. Kalau dijual lumayan sepertinya, Kang. Kita bagi dua nanti. Bagaimana?"

"Kepriwe, yak. Nyong sih gelem, tapi ...." (Bagaimana, ya. Saya sih mau, tetapi ....).

"Sudah. Tidak usah tapi-tapi. Kita tunggu hujan reda, lalu ke pasar sebentar."

"Nek konangan kpriwe jal." (Kalau ketahuan bagaimana coba).

"Kang Mun, Kang Mun? Ya, jelas tidak ketahuan. Orang yang punya juga tidak tahu kok."

"Apa apike dibalekena bae, Kang." (Apa tidak sebaiknya dikembalikan saja, Kang).

"Sudahlah. Begitu terang kita ke pasar sebentar. Apa sekarang saja, ya?"

"Ya, wis nyong sih manut bae." (Ya, sudah saya menurut saja).

"Mo, Trimo. Nanti kamu WA saya kalau mobil yang membawa gas datang, ya!" teriak Sugito kepada Trimo.

"Siap, Bos!" sahut Trimo.

"Sekarang saja ya, Kang." Kepada Saimun.

"Ayuk, wis ngana." (Ayo, sudah ke sana).

****

Hujan masih belum reda meski tak sederas tadi.

Sugito melepas mantel, begitu juga Saimun.

Setengah berlari mereka menuju sebuah toko perhiasan bertuliskan 'Toko Emas Sepakat'.

"Mau cari apa, Pak?" Ramah sapa satu lelaki yang berkulit bersih dengan mata sedikit sipit.

"Kalau jual cincin? Berapa ya, sekarang, Bos?" tanya Sugito.

"Ya, harus dicek dulu, Pak? Bawa barangnya?" tanya pemilik toko perhiasan itu.

"Ada," jawab Sugito, sementara Saimun hanya berdiri di sampingnya.

"Temenan kiye, Kang?" (Sungguh ini, Kang?), bisik Saimun.

"Sudah toh. Diam saja. Pokoknya begitu laku, kita makan di warung."

Sugito lalu membuka tas kecil yang selalu melintang di dada.

"Ini, Bos." Sugito menyerahkan sebuah benda.

Sebuah cincin dihias bunga kenanga pun diterima sang pemilik toko perhiasan.

"Saya cek sebentar. Silakan duduk dulu, Pak." Kursi plastik maksudnya, dan itu ada di belakang mereka masing-masing.

"Payu pira kira-kira, Kang?" (Laku berapa kira-kira, Kang?). Saimun berbisik di telinga Sugito.

"Ya, tidak tahu, Kang Mun. Laku berapa-berapa tidak jadi soal. La wong barang temuan saja. Iya, 'toh?"

"Apa apaike dibalekena baelah. Nyong asih ura tegel. Temenan." (Apa sebaiknya dikembalikan saja. Saya tidak tega. Sungguh).

"Halah! Mau duit apa tidak, ha?" tanya Sugito.

"Ya, gelem. Sapa sih sing ura gelem duit." (Ya, mau. Siapa yang tidak mau uang).

"Makanya!"

Pemilik toko hadir di balik etalase yang memajang banyak perhiasan. "Pak."

𝗖𝗘𝗥𝗞𝗔𝗞: 𝗔𝗟𝗜-𝗔𝗟𝗜 𝗞𝗘𝗠𝗕𝗔𝗡𝗚 𝗞𝗘𝗡𝗢𝗡𝗚𝗢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang