PANGKALAN GAS MILIK SUGITO

205 14 2
                                    

"Rolas, Kang Git!" (Dua belas, Kang Git!), teriak Saimun berdiri di depan tabung gas 3 kg.

Antrean masih panjang saat Sugito terus mencatat nama di sebuah Logbook seraya memberikan kupon antre sebagai bukti bahwa nama yang tertulis ikut antre gas di pangkalannya pagi ini.

"Ambil sekitar jam dua siang ya, Kang," ucap Sugito kepada salah satu pelanggan gas.

"Wah, Kang Git. Sepertinya aku tidak bisa ambil di jam itu. Bagaimana, ya?"

"Masalah ambil gas tidak jadi persoalan kalau Sampean mau dititipkan dengan tetangga, Kang," balas Sugito.

"Boleh, ya, Kang Git?"

"Boleh," jawab Sugito.

"Ya, sudah. Nanti titip sama Aris saja, Kang Git."

"Tiga belas, Kang Mun!" teriak Sugito kepada Saimun yang bertugas menyusun tabung untuk disamakan jumlahnya dengan catatan setelah lelaki berkaus putih tadi menyerahkan kepada Saimun.

"Next!" teriak Sugito.

"Jangan telat ambilnya, ya, Mbak," imbuhnya.

"Iya, Kang Git," jawab perempuan seraya menerima sobekan kertas kecil dengan angka 14.

"Next!"

Perempuan mengenakan daster selanjutnya melakukan hal sama lalu menerima pula kupon berangka urut.

"Selanjutnya!" Masih terdengar suara Sugito di depan pintu ruangan kecil dengan banyak tabung gas di dalamnya.

"Tumben dengan Kang Saimun, Kang. Ke mana CS-nya Sampean, Kang Git?" tanya salah satu pelanggan setia pangkalan gas milik Sugito.

"Siapa?" Sugito balik tanya.

"Kang Noto."

"Oalah. Paling juga masih meringkuk di dalam sarung, Yuk." Sugito lantas memberikan kertas yang sudah dia gunting dari rumah. Dengan begitu, nomor yang tertera otomatis sama dengan nomor urut catatan beserta nama antrean.

****

Cuaca lumayan cerah pagi ini. Ibu-ibu akan selalu terlihat mendominasi antrean.

"Padahal aku berharap Kang Noto yang jaga gas pagi ini, Yuk," ujar Jumpita, salah satu pelanggan yang masih terlihat di dalam antrean.

"E ... suami orang loh itu, Jum," balas Betiri, perempuan yang antre paling belakang.

"Senang saja melihatnya. Sudah ganteng, gagah, dan kumisnya itu loh. Ih, gemas."

"Hus! Jangan bicara yang aneh-aneh. Tidak kapok apa kamu. Kemarin lusa kamu, 'kan habis dilabrak oleh Yuk Retno. Apa kamu mau dilabrak juga oleh Yuk Warsinah, ha!"

"Masak iya cuma melihat Kang Noto saja dilabrak!" bantah Jumpita.

"Kamu itu ya, begitu. Awalnya tidak ada apa-apa, lama-lama nanti suami orang kamu sembunyikan di balik kelambu kamarmu itu, Jum."

"Ih, Yuk Bet. Ya, tidak mungkin saya menyembunyikan suami orang di kamar," sangkal Jumpita.

"La yang kemarin apa, ha? Suaminya Bariah kamu sembunyikan di dalam kamarmu toh? Iya, toh? Belum kapok kamu, he?" jelas Betiri.

"Saya loh tidak sengaja, Yuk," ujar Jumpita.

"E ... tidak sengaja bagaimana, ha! Apa yang sudah kalian lakukan di kamar. Ingat loh, Jum. Bariah itu temanmu juga. Apa tidak malu kamu bila disebut Pelakor, ha!"

"Ih, kok ngegas sih, Yuk Bet!"

"Kalian ini bicara apa toh? Tidak malu apa kalau terdengar yang lain. Dasar perempuan!" gerutu Bandi, lelaki yang juga berdiri di hadapan mereka.

𝗖𝗘𝗥𝗞𝗔𝗞: 𝗔𝗟𝗜-𝗔𝗟𝗜 𝗞𝗘𝗠𝗕𝗔𝗡𝗚 𝗞𝗘𝗡𝗢𝗡𝗚𝗢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang