RENCANA YASINAN

104 5 0
                                    

Pagi datang dengan dibentang cerah.

Suasana rumah Saimun terlihat lengang meski matahari sudah dari tadi menebar senyum hangat menggantikan langit kemarin yang terus mendung.

Sementara itu di dalam kamar, Sugito masih meringkuk dengan memeluk Saimun.

"Hoam."

Saimun menggeliat saat sinar matahari menerobos masuk melalui celah jendela.

Mendapati Sugito yang memeluknya segera dia berteriak. "Akh!"

Sugito seketika langsung bangun karena kaget.

"Ada apa!"

"Nangapa-nangapa! Deleng kiye! Rika ngapa sih ngeloni nyong!" (Kenapa-kenapa! Lihat ini! Anda kenapa memeluk saya!).

"Awas bae nak ana sing kelong!" (Awas saja kalau ada yang berkurang!).

Tersadar masih memeluk Saimun, Sugito langsung melepas pelukan dan beranjak duduk.

Saimun lantas bangkit dan melangkah menuju lemari. Diambilnya satu kolor hitam.

"Kiye ura bisa dijarna kayak kiye terus, Kang Git!" (Ini tidak bisa dibiarkan begini terus, Kang Git!).

"Ali-ali kae kudu dibalekena." (Cincin itu harus dikembalikan).

"Nyong ura sudi nek terus-terusan ditekani medine Mbah Kijan!" (Saya tidak sudi kalau terus-terusan didatangi hantunya Mbah Kijan!).

"Ya, tapi bagaimana, Kang Mun."

"Tebus maning kae lah ali-aline." (Beli kembali itu cincin).

"Gila apa! Sudah kita jual ke Toko Perhiasan Sepakat itu, 'kan?"

"Nyong pokoke ura weruh kepriwe carane. Pokoke ali-ali kae kudu dibalekena!" (Saya pokoknya tidak mau tahu bagaimana caranya. Pokoknya cincin itu harus dikembalikan!).

"Dipulangkan ke mana? Mbah Kijan sudah mati, Kang Mun."

"Gelem apa Rika nek medine Mbah Kijan terus nekani dewek." (Mau apa Anda kalau hantunya Mbah Kijan selalu mendatangi kita).

"Aduh. Bagaimana, ya?"

"Duite sih asih apa?" (Uangnya memang masih?).

"Ya, masih, Kang."

"Ya, uwis. Tebus maning!" (Ya, sudah. Ditebus!).

"Sebagian sudah buat makan-makan kemarin, 'kan?"

"Ura urus! Pokok Rika kudu bisa nebus maning ali-ali kae!" (Tidak urusan! Pokoknya Anda harus bisa menebus kembali cincin itu!).

"Sokna kuburane Mbah Kijan!" (Taruh di kuburan Mbah Kijan!).

Tak lama kemudian terdengar pengumumanmu dari pengeras Masjid.

"Inalilahi Wainailahi Ro ji'un. Telah berpulang ke rahmatullah saudara kita yang bernama Kijan Bin Suroto pada kemarin malam. Dengan ini, maka diminta untuk segenap warga agar segera berkumpul di rumah duka ...."

"Kae! Rungakna! Dadi medi ura Mbah Kijan, he?" (Itu! Dengarkan! Jadi hantu tidak Mbah Kijan, he?).

"Terus bagaimana, Kang?"

"Bagaimana? Bagaimana kepriwe sih! Wis saiki mangkat ring pasar! Tebus maning ali-aline!" ( ... sekarang berangkat ke pasar! Beli kembali cincinnya!).

"Sekarang?"

"Ura! Sok ngenteni entek wong meteng! Ya saiki! Kepriwe sih kiye manungsa!" (Tidak! Nanti menunggu habis orang hamil! Ya, sekarang! Bagaimana sih ini orang!).

🎉 Kamu telah selesai membaca 𝗖𝗘𝗥𝗞𝗔𝗞: 𝗔𝗟𝗜-𝗔𝗟𝗜 𝗞𝗘𝗠𝗕𝗔𝗡𝗚 𝗞𝗘𝗡𝗢𝗡𝗚𝗢 🎉
𝗖𝗘𝗥𝗞𝗔𝗞: 𝗔𝗟𝗜-𝗔𝗟𝗜 𝗞𝗘𝗠𝗕𝗔𝗡𝗚 𝗞𝗘𝗡𝗢𝗡𝗚𝗢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang