Mata kuliah KTI sudah selesai. Qia dan para sahabatnya baru keluar dari ruang kelas. Tidak ada lagi mata kuliah setelah ini. Seperti biasa, Reina, Farida, dan Jessi lebih sering menghabiskan waktu di sekretariat organisasinya. Sementara Lyra dan Qia pulang lebih dulu.
Belum sampai keluar gedung fakultas, Alkana sudah menunggu lobi lantai dasar. Saat Qia dan sahabatnya keluar lift, Alkana refleks mendongak dan mencari seseorang. Matanya tertuju pada sang kekasih.
"Cieee." Reina dan Jessi sudah heboh berdua saat melihat Alkana mencari Qia yang ada di belakang.
"Tumben, nih, ditungguin. Pak Pres lagi kangen ayangnya, yaa?" goda Reina sesekali melihat Alkana dan Qia secara bergantian.
Jauh dari ekspektasi Reina, Alkana dan Qia malah saling diam. Keduanya memasang wajah datar. Ucapan Reina seakan angin lalu yang tak terdengar.
Jessi langsung menyenggol lengan Reina dengan sikutnya. Tatapannya penuh arti. Entah bagaimana, empat sahabat Qia itu langsung mengerti dan pamit pergi.
"Qi, duluan, ya," ujar Jessi mewakili yang lain. Wajahnya terlihat canggung. Ucapannya hanya diberi anggukan kecil dari Qia.
Empat orang mahasiswi itu pergi meninggalkan satu sahabatnya. Mereka begitu memberi ruang untuk Qia dan Alkana berbicara. Sepertinya, sepasang kekasih itu sedang bermasalah.
Setelah teman-teman Qia pergi, Alkana berdiri. Dia mengajak kekasihnya itu makan di kantin. Namun, Qia menolak karena harus bekerja.
"Emang masuk kerjanya jam berapa?" tanya Alkana penasaran.
Qia melihat jam di gawainya. "Jam empat."
Alkana refleks melihat gawainya juga. Dia menghitung waktu agar bisa berbicara dahulu dengan Qia sebelum kerja. "Masih ada waktu setengah jam. Ngobrol dulu, ya, bentar," pinta Alkana lembut.
"Sambil jalan aja," saran Qia.
Gadis itu berjalan lebih dulu. Setelah keluar gedung fakultas, keduanya berjalan beriringan. Alkana memulai percakapan karena dirinya memang sedang sibuk juga.
"Maaf, ya. Tadi aku enggak bermaksud pengen break sama kamu. Aku kira kamu enggak bakal oke-oke aja. Sekali lagi aku minta maaf, ya." Nada lelaki itu terdengar menyesal.
Keduanya masih berjalan di area kampus entah menuju ke mana. Qia hanya berjalan dengan pandangan lurus. Namun, dia mendengarkan setiap kata yang diucapkan kekasihnya.
"Aku rasa kita emang perlu waktu masing-masing. Aku harap, kita bisa memperbaiki diri selama break ini."
Qia malah lebih yakin untuk putus dahulu. Akhir-akhir ini, dirinya memang merasa jauh dengan Alkana. Dia sudah jarang sekali mendengar lelakinya bercerita perihal apa pun.
"Kenapa, Qi?" Alkana melangkah lebih lebar agar bisa menghadang langkah Qia. Kini, lelaki itu berada tepat di hadapan kekasihnya. "Aku bener-bener minta maaf sama kamu. Aku nyeseeel banget udah bilang gitu ke kamu."
Qia menarik napas kasar. Sebenarnya dia malas meladeni Alkana di saat-saat seperti ini. Lelaki itu akan terus membujuknya hingga permintaannya dituruti.
"Kasih aku alasan kenapa harus maafin kamu," ujar Qia ingin memberi kesempatan.
Alkana berpikir sejenak. "Karena aku sayang Qia," jawab Alkana dengan nada riangnya.
Qia tersenyum tipis. Dia senang melihat Alkana bisa bersikap layaknya anak kecil kepadanya. Padahal, jika dilihat-lihat, Alkana tak pernah bersikap seperti itu pada orang lain. Apalagi kepada para anggotanya.
"Alasan ditolak," jawab Qia bercanda, tetapi wajahnya terlihat serius.
Lelaki yang tengah mengenakan kaus dan kemeja hitam itu berpikir kembali. Dia akan terus seperti itu untuk membujuk sang kekasih. Bagaimana tidak bertahan lama jika sang lelaki banyak usaha. Kata orang, hubungan akan lama jika lelakinya lebih cinta.
"Karena aku mau jajanin Qia boba!" tebak Alkana lagi. Kali ini lebih semangat.
"Em ..., bisa dipertimbangkan kayaknya," jawab Qia sambil menimbang-nimbang tawaran kekasihnya.
"Apalagi, yaaa." Alkana berpikir ulang karena Qia belum menyetujui ucapannya.
Qia sudah terlihat gusar dan melihat jam di gawainya. Sepertinya gadis itu teringat untuk cepat-cepat kerja. Jika dia terus meladeni Alkana, tidak akan ada habisnya.
Alkana peka melihat kekasihnya. Dia langsung memberi alasan terakhir. Dia memang sungguh-sungguh ingin meminta maaf dan menarik ulang ucapannya tadi siang.
Tangan Qia ditarik pelan oleh Alkana hingga terangkat sampai sejajar dengan perut. "Karena aku bakal anterin Qia ke tempat kerja," ucap Alkana lembut.
Qia tersenyum. "Oke, alasan diterima," ujarnya tak kalah lembut.
Keduanya langsung pergi dari halaman depan fakultas teknik. Mereka menuju area parkir motor. Meski mampu membawa mobil, Alkana lebih sering menggunakan motor ke mana pun karena dirasa lebih mudah.
Qia diantar pulang dahulu ke kosan untuk mengganti bajunya. Hanya beberapa menit saja, gadis itu sudah siap berangkat lagi. Kaus putih polos, jin hitam, dan kerudung segi empat hitam membuat tampilannya terlihat formal. Tak lupa, Qia membawa jaket krem yang selalu dipakai saat pulang malam.
Alkana hanya menatap Qia dengan iba. Namun, terlihat jelas pula dari wajahnya jika dia malu. Lelaki itu memang belum bisa menerima kekasihnya bekerja menjadi pelayan.
Lagi-lagi, Alkana diam karena tak ingin menambah masalah di hubungannya. Keduanya pergi lagi menuju Kafe Error. Alkana hanya mengantar kekasihnya hingga di depan kafe. Dia harus kembali ke kampus untuk mengurus organisasinya.
Terima kasih sudah membaca! Semoga bisa menikmati dan betah dengan cerita Error ini, ya!
⚠️
Cerita Error hanya dipublikasikan di akun Wattpad dheisyaadhya.
***
Kamis, 7 Juli 2022
Dheisya Adhya
KAMU SEDANG MEMBACA
ERROR
RomanceAqila Intan Zevana atau Qia, mahasiswi Universitas ternama di Bandung dengan segala keramahan dan kebaikannya. Gadis itu sudah dikenal banyak orang karena berpacaran dengan ketua organisasi. Dia pun memiliki teman satu geng yang terkenal positif vib...