Tas punggung sudah penuh diisi beberapa baju, laptop, dan beberapa alat elektronik lainnya. Qia sudah diizinkan pulang kampung oleh atasannya. Namun, dia hanya diberi izin tidak bekerja untuk satu minggu.
Sebenarnya dia akan merasa tidak puas karena hanya satu minggu. Hanya, bagaimana lagi, itu pun keputusannya untuk bekerja dan membantu orang tua. Daripada waktu liburnya terbuang sia-sia dengan diam di kamar selama pulang kampung. Lebih baik dia bekerja menambah pemasukan untuk kuliah.
Selain mempersiapkan barang-barang, Qia pun harus mempersiapkan mental untuk memberi tahu orang tuanya bahwa dirinya bekerja. Semoga, pihak keluarga akan menyetujui pilihannya. Lagi pula, gadis itu merasa masih bisa membagi waktu antara kerja dan kuliahnya.
Dia benar-benar tidak berekspektasi jika keluarganya akan tersenyum ramah mendengar dirinya bekerja. Qia masih ingat betul jika ayahnya selalu menyuruh belajar dengan rajin dan tidak usah memikirkan perihal biaya. Meski begitu, jiwa anak pertamanya akan bergejolak mendengar ekonomi keluarga sedang menurun. Selagi bisa, dia sangat ingin membantu orang tuanya mencari uang.
Dengan bismillah dan izin pada ibu kos, Qia berjalan membawa tasnya di punggung dan menjinjing satu keresek oleh-oleh. Berjalan beberapa meter dari tempat kos ke jalan raya untuk naik angkutan umum. Setelah itu, akan dilanjut naik bus hingga Sumedang.
Setengah jam kemudian, gadis berkerudung abu muda itu sudah berada di terminal bus. Dia berjalan sambil mencari bus yang akan melewati kota kelahirannya. Di bawah terik mentari, gadis itu melewati beberapa bus yang berjajar.
"Sumedang, Cirebon, Sumedang, Cirebon!" teriak salah satu kondektur bus.
Qia berjalan mendekati bus putih bertuliskan Damri. Di dalam sudah agak penuh dengan penumpang. Gadis itu duduk di samping ibu-ibu yang lebih dulu duduk di dekat jendela.
Rasa sesak, pengap, dan panas bercampur menjadi satu. Qia menahan rasa tersebut sambil mengibaskan wajah menggunakan kertas brosur dari sales di jalan sebelum naik bus tadi.
Sesaat setelah bus melaju beberapa meter, satu penumpang naik dengan santai. Qia hanya melihatnya sekilas, kemudian fokus lagi ke jendela samping ibu-ibu. Namun, dengan refleks Qia memastikan seseorang yang naik tadi. Dia berada di sampingnya sambil berdiri karena tidak ada lagi bangku kosong.
Ternyata, gadis itu mengenali pria yang naik terakhir. Bukannya menyapa, Qia malah menyembunyikan sebagian wajah di balik maskernya. Sebenarnya dia malu. Terakhir kali bertemu satu minggu yang lalu. Sebelum dirinya pelan-pelan menghilang alias meng-ghosting pria itu.
Ngapain dia ikut naik? Jangan-jangan, WhatsApp aku disadap sampe dia ngikutin. Qia terus bermonolog dalam hati.
Sesekali, Qia melihat pria di sampingnya lagi. Pria dengan jaket jeans hitam itu asyik dengan musik di telinganya. Pandangannya lurus menatap jalanan melalui kaca bus depan.
Sudah hampir satu jam, pria itu masih berdiri. Ibu-ibu di samping Qia tiba-tiba permisi karena akan turun sebentar lagi. Qia berdiri sebentar mempersilakan ibu itu keluar. Kemudian, gadis itu duduk di dekat jendela, diikuti pria yang tadi berdiri.
Inginnya tidak saling menyapa, tetapi ternyata, pria itu mengenali Qia. Sebenarnya Qia malu karena tidak lagi membalas pesan pria itu. Dia benar-benar tidak ingin membuka hati saat ini.
"Aqila? Kamu mau ke mana naik Damri?" tanya pria yang membuka sebelah earphone-nya.
Qia tersenyum canggung. Kali ini, dia tidak bisa menghindar. "Mau pulang, A," jawabnya dengan sebutan Aa.
"Pulang ke mana?" Kini, Ezra melepas kedua earphone-nya.
"Ke rumah." Qia menjawab dengan senyuman canggung.
"Rumah Qila di Cirebon?" tanya Ezra asal.
"Di Sumedang, A."
"Oh, sama atuh. Sumedangna palih mana?"
Ezra refleks menggunakan bahasa Sunda yang artinya 'Sumedangnya sebelah mana'.Karena menyerah, Qia menjelaskan detail rumahnya. Ternyata, dia hanya berbeda kecamatan dengan Ezra. Jawa Barat ini memang sempit. Jauh-jauh merantau ke Bandung, bertemu lagi dengan tetangga satu kota.
Setelah perjalanan hampir dua jam, Qia pamit turun lebih dulu. Ezra masih harus melanjutkan perjalanannya sekitar dua puluh menit lagi. Sebelum turun, Qia diingatkan agar membalas pesan Ezra lagi. Meski malas, gadis itu hanya menganggukkan kepala.
Tak sampai hingga turun bus, gadis dengan segala barang-barangnya itu harus naik ojek satu kali untuk sampai ke depan halaman rumahnya. Tadinya, dia ingin memberi kejutan bagi orang rumah, tetapi karena sang ibu selalu bertanya kapan pulang, Qia jadi harus memberi tahu jika akan pulang.
Suasana sejuk dengan hamparan sawah membuat Qia tersenyum lebar di atas motor yang masih berjalan. Sebaik-baiknya tempat berpulang hanyalah ke tanah kelahiran. Ada perasaan berbeda setiap kali pulang kampung. Perasaan yang amat sulit dijelaskan. Seakan bahagia, tetapi bercampur rasa asing masuk ke halaman baru.
Qia disambut keponakannya yang masih kecil. Mereka langsung berteriak melihat Qia turun dari motor ojek. Dia selalu membawa bolu susu lembang untuk oleh-oleh keluarganya. Ada rasa senang saat disambut hangat anak-anak.
"Assalamualaikum."
Dari dalam rumah, ibu Qia sedikit berlari mendengar suara anak gadisnya. Wanita paruh baya itu terlihat bahagia melihat anaknya pulang dengan keadaan sehat. Buru-buru dirinya mengambilkan kantong keresek oleh-oleh dan tas punggung milik Qia untuk disimpan ke dalam rumah.
"Bapak masih di sawah, Ma?" tanya Qia sambil membuka sepatu di teras depan.
"Enya, Qi. Hayu emam heula mending ge. Engke ka Bapak," ujar ibu Qia mengajak makan terlebih dahulu sebelum menemui sang ayah.
Qia hanya mengangguk setuju. Dia masuk ke rumah sambil mengucap salam. Senyumnya merekah begitu indah. Dia senang kembali ke rumah yang tak pernah terasa dingin. Selalu ada kehangatan di balik kesederhanaannya.
***
Terima kasih sudah membaca! Semoga bisa menikmati dan betah dengan cerita Error ini, ya!
⚠️
Cerita Error hanya dipublikasikan di akun Wattpad dheisyaadhya.
***
Selasa, 9 Agustus 2022
Dheisya Adhya
KAMU SEDANG MEMBACA
ERROR
RomanceAqila Intan Zevana atau Qia, mahasiswi Universitas ternama di Bandung dengan segala keramahan dan kebaikannya. Gadis itu sudah dikenal banyak orang karena berpacaran dengan ketua organisasi. Dia pun memiliki teman satu geng yang terkenal positif vib...