"Itu urusan aku, bukan urusan kamu!"
Raut wajah wanita itu terlihat kesal, meski masih fokus pada kegiatannya tapi wajah dan deru nafasnya yang terlihat memburu tidak dapan membohongi.
Hari melelahkan belum usai, sedari pagi— banyak pasien yang datang untuk konsul kepadanya belum lagi nanti jadwalnya ia menjaga UGD, bahkan seharian ini dirinya belum sempat membalas pesan yang anaknya kirim—terlalu sibuk hingga tak sempat memainkan benda canggih itu barang sedetik saja.
"Kamu nggak mikirin anak kamu?"
Tak!
Arin membanting kasar pena yang ia genggam, matanya menatap nyalang pada lelaki bersnelli yang kini menatapnya dengan tenang.
"Ini juga demi Afta!!" Bentaknya. Hilang kesabaran.
"Demi Afta atau demi keegoisan kamu?" Haris menjawab tenang.
"Kamu gak ngerti! Dan gak akan pernah ngerti!."
Haris tersenyum miring, "justru aku ngerti. Aku ngerti semuanya, bahkan dari awal—"
"HARIS!!!"
Suara itu mengema. Membungkam keduanya secara tiba-tiba.
"Demi Tuhan aku nggak tau apa masalah kamu, kenapa kamu ikut campur terus, sih?" Tanya wanita itu yang kini berjalan mendekati lelaki yang juga menatapnya dengan tenang.
"Aku peduli sama kamu, sama Afta."
Cih,omong kosong! Arin mengumpat dalam hati. Wanita cantik itu menghela nafas lelah. Telapak lentiknya megusap wajah lelahnya pelan. "Aku mohon...., Tolong hargai keputusan aku." Ditatapnya manik kembar lelaki yang juga menatapnya intens.
"Aku capek, kamu sendiri tau kan gimana Aku sayang banget sama Afta, dia itu anak aku. Darah daging aku. Nyawa aku. Kamu tega misahin aku dari dia?". Tanyanya penuh kepedihan.
Haris diam, masih dengan tatapan dan wajahnya yang terlihat tenang. "Kalo pertanyaan itu aku balikin apa kamu bisa jawab?"
Plak!!!
Habis sudah.
Arin dengan ringan menampar wajah lelaki itu dengan keras. Persetan dengan pertemanan Ia sudah muak.
"Kalo kamu ikut campur lagi, atau bahas masalah ini. Jangan kaget kalo kamu gak akan liat aku lagi. Aku bakal mati sama Afta kalo kamu masih—"
Grep.
Haris menarik daksa wanita itu kedalam dekapannya, memeluk tubuh ramping wanita yang selalu setia mengisi relung hatinya.
"Arin kamu harus ingat... Tuhan itu maha adil, dia tau kalo apa yang kamu lakuin ini salah." Bisiknya pelan.
Arin menggelengkan kepalanya didalam dekapan sahabatnya, mendengar detak jantung lelaki yang sudah menemaninya sedari lama. "Enggak... Aku mohon jangan pisahin aku lagi sama Afta.. Haris.., aku..A-aku gak mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET PAIN 2 || LEE JENO
FanfictionAku kembali berharap bisa merasakan sedikit bahagia yang dulu sempat tabu kurasa. Aku kembali dengan raga yang sama. Untuk kali ini, rengkuhlah aku yang rapuh ini. Berikan aku pelukan yang hangat.. yang tulus tanpa harus menyakiti. Berikan aku ke...