Ayana membuka pintu ruang rapat lebar-lebar, membersihkan meja dengan kemoceng, merapikan kursi, mengatur sound system, dan mikrofon di atas meja. Ia juga menurunkan layar proyektor juga menghidupkan AC. Setelah itu ia kembali ke ruangan untuk mengambil proposal yang telah digandakan dan laptop.
Sesampainya di ruang rapat lagi, gadis itu segera meletakkan proposal yang telah digandakan di atas meja sesuai jumlah peserta rapat nanti dan mengatur laptop agar dapat digunakan dalam presentasi. Setelah ia menyemprot ruangan dengan pewangi, ponselnya berdering dua kali. Ayana melihat layar dan melihat nama kurir dari Toko Roti Delico yang meneleponnya.
"Halo, Mbak. Saya dari Delico. Saya sudah di lobi. Kue dan rotinya saya antar ke mana, ya?"
"Oh. Sudah sampai, ya? Saya lagi di ruang rapat lantai tiga, Mas. Nanti bilang aja sama sekuritinya biar diantar ke sini."
"Baik, Mbak."
Ayana yang diminta tetap dalam ruangan, masih berkutat dengan laptop guna mengirimkan data yang diminta Tanti juga hasil pindai dokumen.
Beberapa saat kemudian, ada ketukan di pintu kaca. Gadis itu langsung berdiri dan menemukan wajah yang tak disangkanya akan ada di sana.
"Kak Gilang?"
Ini gila. Belum satu bulan ia dipertemukan lagi dengan Ezra, lalu beberapa hari yang lewat Agam pun muncul lagi. Sekarang, Gilang Rajendra?
"Kamu kerja di sini, Ay?" tanya pria yang wajahnya juga menunjukkan keterkejutan yang sama.
"Iya. Kakak ngapain di sini?" Ayana otomatis mundur sebab pria itu masuk ke dalam ruang rapat. Dari ketiga pria tersebut, hanya Gilang yang tidak tahu latar belakangnya.
"Aku perwakilan dari—"
"GiPaint?" Ayana sebetulnya berharap itu bukanlah jawaban yang keluar dari mulut Gilang.
"Iya, kok, tau?"
Ayana menepuk keningnya. Gadis itu akhirnya percaya betapa dunia ini begitu sempit. Bisa-bisanya tiga orang dari masa lalu datang kembali berbondong-bondong, dalam waktu berdekatan pula. Ayana merasa seperti disergap secara tiba-tiba.
Dengan kaku ia mempersilakan agar Gilang duduk selagi dirinya menyelesaikan segala urusannya. Setelah semua beres, Ayana ingin segera meninggalkan ruangan dan buru-buru pamit kepada laki-laki yang tampak ingin menahannya lebih lama. Namun, Ayana langsung berlari kecil tanpa menengok lagi menuju ruangannya.
Belumlah ia menenangkan detak jantungnya yang berdenyut dua kali lebih cepat, Tanti memintanya untuk standby di ruang rapat. Gadis itu merasa gamang dan ingin beralasan saja agar tidak perlu berada di ruang yang sama dengan Gilang, tetapi ia tidak mungkin menceritakan hubungan dirinya dengan laki-laki itu kepada atasannya.
Selama rapat berlangsung, Gilang selalu saja mencuri pandang. Membuat hati gadis itu terus berdegup kencang setiap mata mereka bertemu.
Setelah selesai rapat, pria itu meminta nomor teleponnya dan berjanji akan menghubungi gadis itu lagi. Ayana tidak bisa menolak, apalagi melihat perawakan pria yang dulu disukainya itu semakin ganteng dan berkharisma. Belum lagi bentuk bibir laki-laki itu seakan menarik perhatiannya setiap mereka beradu pandang.
Astaga! Ayana menggeleng kuat. Berdekatan dengan Gilang memang selalu membuat hati gadis itu menggelenyar tak jelas.
Sorenya, Ayana terpaksa kerja lembur karena harus menyelesaikan rekap data sekuriti yang tertunda. Ia pun akhirnya menemukan berkas lamaran Agam di bagian paling bawah tumpukan.
Ayana hanya bisa mendesah. Kali ini dirinya tidak mungkin mengeluh. Lagipula sebelumnya ia tidak punya masalah berarti dengan ketiga pria tersebut. Atau setidaknya begitu yang Ayana pikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Blanket [ ✔️ TAMAT ]
ChickLitApa jadinya, jika seorang introver seperti Ayana Paradista menjadi CEO? Jangankan menjadi pemimpin sebuah perusahaan, bertemu dan bergaul dengan orang lain saja ia sungkan. Apa yang harus Ayana lakukan saat harus menjalani hal yang tidak disukainya...