Bab 13 : Mendadak CEO

20 5 0
                                    

Damar uring-uringan setelah mendapat kabar dari informannya bahwa Ayana nekat kembali ke perusahaan sebagai CEO pengganti sang ayah. Damar jelas marah besar setelah mengetahui niatan keponakannya itu.

"Jadi bagaimana, Mas? Kalau kredibilitas Ayana dianggap bagus, bisa-bisa dia akan diangkat untuk jadi pemimpin perusahaan selamanya. Sia-sia, dong, usaha kita?" Istri Damar yang memakai daster model kaftan berbahan katun warna hijau tosca itu melipat lengannya di depan dada.

"Aku juga nggak habis pikir. Setahuku, gadis itu introver dan tidak mudah bersosialisasi. Tapi, kenapa dia masih ngotot tetap mempertahankan kedudukannya?" Damar ikut duduk di samping sang istri yang kemudian berbalik menghadap tubuh wanita itu.

"Barangkali dia punya dekingan lain? Anak angkat Papa yang lain, atau sahabat dekat si Dimas? atau mungkin ...."

"Simpan pradugamu! Walau bagaimana pun, Ayana adalah keturunan langsung seorang Tirta Abimanyu, dalam darahnya tentu saja mengalir kemampuan dalam membuat rencana bisnis. Kalau tidak, mana mungkin Nila Paint menjadi perusahaan cat terbesar ke-dua saat ini."

"Lalu, kekurangan yang dimiliki Ayana, apakah bisa dihilangkan? Padahal itu satu-satunya senjata supaya gadis itu tidak terus naik. Kita harus kuasai perusahaan Papa, Mas."

"Tenang saja, sifat pemalu dan introvernya itu tidak akan hilang begitu saja. Kita buat rencana baru supaya gadis itu ketakutan dan berhenti."

"Caranya?" Istri Damar masih belum tenang dengan rencana baru ini. Sedang rencana yang sudah dipikirkan matang-matang saja masih menemukan kendala.

"Percayakan kepadaku, kita hubungi kawan lama kita. Katanya dia sudah keluar dari penjara."

"Maksudmu si--"

"Ya, kita akan meneror Ayana sampai tidak bisa lagi keluar dari selimutnya."

Istri Damar tersenyum. Meski ia sedikit bergidik dengan rencana yang mungkin akan kembali memakan nyawa seseorang itu.

***

Ayana masih terlelap. Ia masih nyenyak di balik kelembutan bedcover yang baru saja diganti oleh Mbok Win kemarin. Ia sengaja tidak menghidupkan alarm. Apalagi ia memang tidak berniat datang tepat waktu ke kantor, dirinya bukan lagi anak magang.

Akan tetapi, seorang CEO. Pemimpin perusahaan yang telah dirintis kakeknya. Ia seorang anak konglomerat, seorang konglomerat boleh terlambat datang ke kantor, kan?

Ketukan pelan membuat mata Ayana bergerak-gerak. Suara itu sedikit mengganggu tidurnya. Namun, tidak perlu waktu lama. Sedetik kemudian gadis itu kembali lelap, menangis ternyata menguras banyak tenaganya. Ia merasa lelah terus-menerus menangis sejak kematian kakek dan orang tuanya.

"Ayana! Buka pintunya." Suara Ezra terdengar di balik pintu.

Ayana segera menutup telinganya dengan bantal empuk berisikan dakron dan mencoba kembali tidur.

"Aya! Udah siang, kita harus ke kantor!" teriak Ezra semakin keras. Di balik pintu, pria itu menatap Mbok Win yang memegang banyak anak kunci. "Buka aja, Mbok."

"Serius, Mas Ezra? Nanti, Non Aya marah." Mbok Win masih ragu dan diam mematung di depan pintu.

"Saya jamin dia nggak bakal bisa marah sama si Mbok. Lagian ini demi dia juga. Mbok enggak mau Aya jadi bos yang pemalas, kan?"

Mbok Win menggeleng. Lalu dengan mantap memasukkan anak kunci ke dalam lubang pintu. Ia memegang pegangan pintu sambil berkata pelan, "Mbok masuk, ya, Non."

Ezra memegang tangan Mbok Win dan membuka pintu dengan suara cukup keras.

"Bu Ayana. Sekarang sudah waktunya bangun. Satu jam lagi kita harus sudah di kantor karena ada beberapa dokumen yang harus ditandatangani, lalu jam sebelas nanti ada undangan makan siang dengan staf bank yang akan menjadi rekanan kita dalam penanganan pembayaran gaji karyawan. Lalu jam dua siang ada rapat dengan pihak produksi. Selanjutnya perwakilan dari Gi--"

Under Blanket [ ✔️ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang