Altair

3K 261 46
                                    

Hay happy Reading gaes!

***

Angin berhembus lembut, seorang gadis tangah duduk di sebuah kursi mengenakan dress selutut. Rambutnya tergerai indah, kala itu ia hanya seorang diri di sini.

Kesunyian yang sangat menenangkan, matanya terpejam seraya tersenyum tenang.

"Buna!" Terdengar suara pekika seorang anak kecil yang dengan sangat lantang.

Gadis itu membuka matanya. Namun tak ada satupun yang ia lihat.

"Buna! Buna Ranna!" teriaknya lagi. Masih tak ada juga, Ranna mengkerutkan dahinya heran.

Suara siapa itu? Ia tak melihat satupun mahluk di sini.

"Anak siapa sih anjir? Dari tadi manggil-manggil," kesalnya lantaran tak melihat sosok yang terus memanggilnya dengan sebutan Buna Ranna.

"Buna? Buna marah adek manggil?" Ranna tersentak kaget kala sebuah tangan mungil menyentuh tangannya.

Entah datang dari mana bocah berusia sekitar 4 tahun itu, ia meraih tangan Ranna.

"Bused! Anak siapa lu?" sentak Ranna kaget, ia melepaskan tangan mungil itu dari tangannya dan tak lupa memberi jarak.

Bocah itu memanyunkan bibirnya sedih. Entah kenapa Ranna melihat itu merasa sakit, ia tak bisa melihat kesedihan dari bocah satu ini.

"Buna bilang, buna sayang adek ...." lirihnya dengan bibir yang manyun.

"Duh, gue bukan emak lo ya. Buna? Buna siapa si?" tanya Ranna bingung. Ia menoleh sana kemari, mungkin anak orang? Namun tak ada siapa-siapa disini, hanya dia dan bocah itu.

"Buna lupa sama adek?" Pertanyaan satu ini membuat Ranna terdiam menatap lekat bocah itu.

"Buna bilang, buna sayang adek. Adek selalu denger buna biang, 'sayang ... yang sehat ya sayang. Buna sayang banget sama kamu,' gitu ... tapi buna gak inget adek." Mata bocah itu berkaca-kaca, kepalanya tertunduk menahan tangis.

Ranna bisa merasakan kesedihan anak itu, seperti terikat. Sesak rasanya kala bocah itu berkata hal seperti itu.

Ranna berjongkok mengsejajarkan tubuhnya dengan bocah itu, ia menangkup pipi gembulnya. Mata yang sama dengannya, Ranna memperhatikan setiap bentuk wajah anak itu.

Memiliki wajah yang tegas, rahang tajam, mata yang indah. Wajahnya jika dilihat-lihat seperti gabungan antara dua orang yang Ranna lihat.

Bibir bocah itu mirip dengan bibirnya.

"Buna ...." panggil bocah itu lirih, matanya menatap Ranna teduh. Ranna mengangkat kedua alisnya seolah-olah bertanya 'kenapa?'

"Adek sayang buna ... adek gak bisa lagi nemenin buna, buna harus kuat ya." Mata bocah itu berair, dan mulai menitikkan air matanya.

"Buna jangan sedih ya ... meskipun terkadang dunia gak adil sama kita." Disusul dengan  mata Ranna mengalir tanpa aba-aba dan alasan, rasanya seperti sedih tanpa tau alasan. Setiap kata yang keluar dari mulut kecil bocah itu seperti sebuah pesan untuknya,  pesan perpisahan.

RANNA • END • TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang