Jadi dokter Onkologi ya Van

2.1K 186 22
                                    

Jangan lupa Vote+komen ya gaes
Happy Reading gaes!

Jangan lupa Vote+komen ya gaesHappy Reading gaes!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[•••]

Tok ... tok ... tok ....

"Ran?"

"Hmm? Bentar." Ranna segera bangkit dan membuka pintu kamar. Di hadapannya telah berdiri Satya dengan mengenakan kaos putih, dan celana dasar hitam.

Gadis itu kembali duduk di Ranjang, di susul Satya. Mereka duduk bersama di tepi ranjang.

"Papa nyuruh pulang," kata Satya sembari memainkan jari-jarinya. Laki-laki itu tak menatap Ranna, ia tak kuasa untuk membahas soal ini. Namun, ini sudah waktunya untuk dibahas.

"Udah tau."

"Ohh, ya udah kalo udah tau. Besok kita balik," sahut Satya. Kini Ranna menatap Satya lekat. "Harus besok banget?" Pertanyaan itu akhirnya membuat Satya mengangkat kepala, menatap Ranna.

"Ranna belum siap," ungkapnya.

"Papa yang mintak. Gue males bertele-tele sama papa. Lo tau kan? Kalo gue udah janji sama papa, kalo cuman dua tahun. Gak lebih," tuturnya.

"Tapi Bang-"

"Ikut aja," potong Satya lembut.

Ranna menggeleng pelan. Sampai kapanpun ia tetap tidak akan bisa untuk pulang ke rumah. Namun, bagaimana? Ini sulit.

Ranna menahan tangisnya, ai mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Maaf ...." lirih Satya.

Ranna tak merespon. Ia hanya diam dan terus berusaha untuk tidak menangis.

Satya paham dengan keadaan saat ini, ia memutuskan untuk pergi meninggalkan Ranna. Pintu kamar ditutup rapat oleh Satya.

Sesaat setelah Satya pergi, Ranna mulai menitikkan air mata.

Perih sekali rasanya, harus kembali ke rumah yang penuh luka.

Tak beberapa lama, ponsel yang tergeletak di atas nakas menyala. Sebuah panggilan masuk, dari seseorang yang amat Ranna sayangi.

Segera gadis itu meraih ponselnya, sebelum itu ia mengusap air mata yang sempat membasahi pipi tirusnya.

"Ran?"

"Hmm?"

"Lo lagi sedih ya?"

Pertanyaan itu tak di jawab oleh Ranna. Dari sebrang sana, si penelpon tersenyum getir. Diamnya gadis itu, adalah sebuah jawaban.

Kavandra bisa merasakan keadaan Ranna. Entah bagaimana, tapi itu terjadi secara natural. Keduanya benar-benar terikat.

"Gue jemput. Bentar lagi sampai apartemen lo," ucapnya.

RANNA • END • TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang