Berubah?

3.3K 256 16
                                    

Jangan lupa Vote+komen yaa! Komen yang heboh.
Kalo mau kasih krisan atau saran boleh kasih tau aku! Makasihh!

Happy Reading gaes!

***

Mendengar itu tawa cowok itu yang tadi renyah kini pudar. Elfino benar-benar kaget kala mendengar penuturan temannya.

"Uang gue nyaris abis buat ngorek ini. Demi lo," Jex menatap tajam cowok yang benar-benar syok.

"Yang gue dapet cuman soal dia hamil, waktu lo dateng ke sana. Itu dia lagi chek kandungan. Dia pasien khusus Dokter Dian," jelas Jex.

"Satu lagi. Selama ini dia mengalami gangguan mental karena kejadian yang menimpa dia, kejadian pemerkosaan dan tidak kekerasan yang di lakuin sama pelaku. Lo tau pelakunya siapa?" Pertanyaan itu membekukan tubuh cowok itu.

Jelas dia tau siapa pelakunya, orang dia sendiri.

"Gak bisa jawab, kan? Hahahaha! Gue aja yang jawab. Pelakunya itu elo," kata Jex dengan menunjuk Elfino.

Elfino benar-benar bungkam. Yang benar saja, perempuan yang telah ia nodai kini mengandung beninya.

"Gue bakalan jadi ayah ...." lirih Elfino pelan tapi tetap masih bisa di dengar oleh Jex.

"El, gue mungkin emang terlihat nyalahin elo. Tapi ini semua gak akan terjadi kalo bukan karena mulut gue, El ... gue minta maaf ...," ucap Jex dengan nada menyesal. Entah mengapa laki-laki itu seperti ini, padahal dia sangat hobi dalam menghajar Elfino setelah semuanya.

Elfino menatap Jex. "Lo tau semua tentang dia? Alamatnya? Namanya? Orang tuanya?" pertanyaan demi pertanyaan mulai Elfino lontarkan.

Jex menggeleng pelan. "Enggak semua. Gue cuman di kasih tau soal itu dan nama aja. Namanya Ranna," jawab cowok itu.

"Cuman segitu aja gue habis uang dua ratus juta," keluh Jex menatap ponselnya yang mana menapakkan informasi transfer dari bangking.

"Nanti gue ganti," sahut Elfino. Jex menggeleng'kan kepalanya, yang artinya ia menolaknya. "Tumben?" heran Elfino. Ya, temannya itu biasanya paling senang jika Elfino beri uang, meskipun dia termasuk orang kaya.

Lagian siapa sih yang enggak butuh uang, orang kayak pun terkadang kalo udah jadi gelandangan pasti butuh uang.

"Uang gue masih banyak," jawabnya dengan sebuah senyum terbit. 

Hari-hari terus berlalu, tanpa ada pembahasan kelanjutan hari itu.

Hari ini Ranna duduk di depan jendela kamar, membiarkan sinar mentari masuk dan mengenai dirinya.

Gadis itu baru saja mandi, rambutnya yang panjang menjuntai basah.

Hari ini terasa sangat indah, perasaannya juga terasa jauh lebih baik.

Cklek ....

Suara pintu kamar terbuka, Ranna menoleh menatap siapa yang datang. Kala itu ia terdiam, menatap sosok yang berdiri di sana.

"Papa ...." liriknya.

Aneh, tidak seperti biasanya Leo dateng dengan senyum sumringah. Bagaikan sebuah mimpi melihat senyum seorang Leo.

Leo melangkahkan kakinya mendekati anak perempuannya itu.

Ranna diam dengan kebingungan yang ia pendam sendiri.

"Pagi anak papa," sapa Leo seraya mengusap kepala lembut. Ranna benar-benar kaget kala itu, yang benar saja? Ranna tengah tidak mengigau bukan? Atau Leo yang tengah mengigau? Entahlah, ini sangat gelap.

"Gimana kabar kamu? Baik gak?" tanyanya lagi. Ranna melongok bingung, aneh sekali. Tidak seperti biasanya Leo berperilaku seperti ini.

"Ba-baik," jawab gadis itu gagap, ragu-ragu, dan juga bingung.

"Bagaimana keadaan dia?" Leo mengelus perut yang sudah cukup membuncit itu.

Ranna melotot, what? Bukankah beberapa hari lalu Leo bersih keras untuk mengugurkan kandungan putrinya sendiri? Kenapa hari ini ia bersikap seperti ini.

"Papa?" Ranna menatap penuh pertanyaan.

Leo nampak menghela nafasnya perlahan, kemudian berjongkok.

"Maafin papa ya, papa egois. Papa gak mikirin kamu," ucap Leo dengan tulus. Terlihat jelas ketulusan dimata Leo, bahkan tidak ada satupun kebohongan di matanya.

"Papa sadar papa gegabah. Maafin papa," tambahannya lagi. Mata Ranna mulai berkaca-kaca, ia benar-benar, tidak menyangka Leo mengatakan hal itu.

"Kita jaga dia sama-sama ya ...," ucap Leo dengan tatapan sendu.

"Papa gak bohong?" tanya gadis itu.

"Enggak sayang ... papa bakalan jadi kakek yang baik, kita besarin dia sama-sama ya. Papa udah terima semuanya, papa juga terima kehadiran dia." Leo berkata dengan penuh keyakinan, dan ketulusan.

Saat ini bukan seperti sosok Leo yang sekarang, melainkan sosok Leo di masa lalu. Leo yang sabar, lembut, baik hati, dan tegar.

Sangat-sangat diluar pikiran, Leo luluh? Yang benar saja. Apakah tuhan membalikkan hatinya? Sebagai cinta pertama anak perempuannya? Entahlah, hanya tuhan yang tau.

Seri di wajah Ranna benar-benar tidak luntur, ayahnya benar-benar menambah sebuah semangat baru. Seakan dunia saat ini benar-benar berpihak padanya.

Saat ini gadis itu tengah duduk di teman, ia tengah menunggu seseorang. Ya sudah tau itu siapa, pastinya Kavandra Juana Abiyanata.

Beberapa hari lalu Kavandra membuat janji untuk bertemu di taman rumah Ranna. Ini bukan kali pertama tapi sering, dan dengan senang hati Ranna akan menunggu.

Padahal sebenarnya hal-hal seperti ini adalah sebuah rutinitas yang selalu Kavandra lakukan. Akan tetapi ini selalu jadi hal baru bagi Ranna.

Hari ini selepas pulang sekolah Kavandra menghampiri Ranna, tak lupa ia membawakan makanan, buah-buahan dan semacamnya.

Kini suara motor sport hitam miliknya itu telah berhenti di rumah milik Ranna, ia berjalan menuju teman.

Dari kejauhan Kavandra bisa melihat seorang perempuan dengan rambut yang di ikat satu, tengah duduk sendirian di kursi taman.

Kavandra tersenyum, ia melangkah mendekati perempuan itu.

"Siang cantiknya Kavandra," sapa Kavandra. Ranna membalikkan badannya, melihat laki-laki yang masih menggunakan seragam sekolah itu.

"Siang," sahutnya dengan senyum cerah. Kavandra kemudian duduk di samping Ranna.

Manik cantik itu menatap beberapa kantong keresek yang Kavandra bawak. "Bawak lagi? Ayolah yang kemarin aja belum abis," keluhnya sembari menghela nafas pasrah.

"Bumi haru makan yang banyak!" tegasnya. Ranna terkekeh, kala melihat wajah yang sangat membuatnya candu.

"Makasih banyak ya ... udah ngorbanin waktu buat lo buat gue," kata Ranna sembari tersenyum.

"Gak usah makasih, Ay. Ihkk gemes banget gue sam lo." Kavandra mencubit gemas pipi Ranna yang cabby itu.

"Aduh sakitt tau," aduhnya seraya memanyunkan bibirnya itu. Dimata Kavandra itu sangat menggemaskan rasanya ia ingin menerkam Ranna saat ini juga.

"Van. Coba pegang deh." Ranna meraih tangan Kavandra dan ia letakkan pada perutnya.

Netra cowok itu melotot kala merasakan denyutan pelan. "ini apa?" tanya cowok itu masih dengan wajah syok.

"Dia lagi aktif," jawab Ranna.

"Ihk! Kok gemes banget." Kavandra benar-benar kagum dengan apa yang ia rasakan itu. Hanya beberapa detik, tapi begitu berkesan di hatinya.

Semakin lama, Kavandra semakin menginginkan kehadiran bayi itu. Terlepas dari kehadirannya yang begitu penuh luka, tapi Kavandra tidak perduli lagi.

Jika jungwon di sebut Leader termuda, maka Kavandra bapak tiri termuda.

***
Next time!
Jangan pernah percaya sama seseorang ya gaes:)

RANNA • END • TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang