Tiket

2.9K 250 24
                                    

Hey! Maaf ya kalo gaje. Makasih udah baca awokawok. Jangan lupa Vote+komen.

Happy Reading haes!!
***

"Udah lama kita gak kayak gini." Pandangannya menatap gadis cantik di sebelahnya. Gadis itu menoleh menatap setiap inci wajah laki-laki yang menatapnya itu.

"Terakhir waktu lo mau ikut lomba dance kan?" Cowok itu mengangguk.

"Besok gue lomba lagi. Lo mau dateng?"

"Boleh?"

"Boleh dong! Masa pacarnya Kavandra gak boleh dateng," jawabnya semangat sembari tersenyum manis.

Ranna tersenyum tipis. "Kalo gue bisa," ujarnya.

"Kenapa gak bisa? Harus bisa!" paksanya. Kavandra kemudian merogoh saku Hoodienya, mengeluarkan dua lembar kertas berwarna putih. "Lombanya terbatas. Harus beli tiket masuk, itupun cuman buat seratus orang dari sekolah kita. Gue beliin dua, besok pergi bareng Kak Satya." Kavandra menyerahkan tiket tersebut.

"Ada Seno, Miko, Azka, Mika, Renna, banyak deh. Dateng ya, Na. Masa pacarnya lomba gak dateng," rajuk Kavandra seraya memanyunkan bibirnya.

Ranna yang gemas mencubit pipi cowok itu seraya terkekeh. "Gak janji ya," ujarnya.

"Aaaaa ... dateng pokokny." Kavandra benar-benar terlihat sangat menggemaskan. Laki-laki yang terkenal pintar, baik, cukup cuek, agak cool, menjadi sangat cair bersama Ranna.

Ranna terkekeh. "Iya-iya!"

Senyum bahagia terbit, Kavandra sangat senang mendengarnya. "Gak sabar mau liat Ranna besok. Dandan yang cantik ya!" katanya.

Ranna hanya membalas dengan senyum. Kemudian menatap lurus ke depan.

"Gue pengen sekolah," ucap gadis itu tiba-tiba. Kavandra menatap Ranna, gadis itu terlihat sedih.

Ranna seharusnya tidak seperti ini. Ini waktunya gadis itu bermain, bersenang-senang, belajar, merasakan kebebasan remaja. Minimal ia tidak harus mengalami hal buruk seperti ini.

"Nanti ya."

"Kapan?"

"Nanti kalo udah waktunya," jawab Kavandra sembari mengelus puncak kepala gadis itu lembut.

Ranna menatap Kavandra. "Seharusnya kita belajar bareng gak sih? Bareng Seno, Azka, rame-rame. Mau lagi kayak gitu ...," ucap gadis itu lirih.

"Gue pengen bisa kayak dulu. Punya kebebasan, bisa kesana-kesini, kayak kupu-kupu yang bisa terbang bebas." Ranna menurunkan pandangannya, rasa sedih kembali menyita jiwanya.

"Gue ngerasa sekarang gak bebas. Gue gak nyaman, gue ngerasa semuanya bahaya. Bahkan, gue ngerasa lo juga bahaya." Netra gadis itu menatap cowok yang berada di sampingnya.

"Masih luka."

"Bisa gue putar ulang? Mau ngerasain yang harusnya gue rasain."
Setetes air mata menetes, Ranna kembali menangis. Sesak, ia mulai teringat kejadian malam itu. Rasa kotor pada dirinya mulai terasa.

"Sakit, Van. Sakit banget," keluhnya. Kavandra menarik tubuh mungil itu kedalam pelukannya.

"Udah ya, jangan diinget lagi. Biarin semuanya berlalu. Sekarang pikirin diri lo sama janin ini. Jangan pikir yang aneh-aneh lagi," kata Kavandra pada Ranna.

Tanpa mereka ketahui, sepasang telinga tengah mendengarkan itu. Ia berdiri tepat di belakang bangku taman rumah Ranna. Bangku yang diduduki oleh Ranna dan Kavandra.

RANNA • END • TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang