Part 03 || Jangan Panggil Bapak!

6.2K 638 20
                                    

Suasana sedikit tegang, karena seorang Efendi Adyatama masih belum bisa menerima ucapan putranya.

"Menikah lagi dengan gadis muda?" Tanya Efendi dengan tidak percaya.

"Ya." Balas Barra singkat.

"Kau yakin? Dia lebih cocok menjadi putrimu." Ejeknya.

"Jangan berlebihan Pi, kami hanya berbeda 17 tahun." Elak Barra.

"Hanya?" Balas Efendi disertai gelengan kepala.

"Sudahlah Barra hanya ingin menyampaikan itu. Nanti kita bahas lagi dirumah bersama Mami."

Setelah mengucapkan kalimat itu Barra pergi meninggalkan ruangan ayahnya. Berbicara dengan Efendi memang selalu menguras kesabaran Barra.

***

Dilain tempat Aqila sedang diceramahi habis-habisan oleh ibunya. Soal apalagi kalau bukan tatacara menjadi istri yang baik. Aqila sampai menguap mendengarkan nasehat ibunya yang terus mbrebet tiada henti.

"Jangan males, pagi-pagi pokoknya langsung mandi terus dandan. Masakannya juga harus enak, ya minimal layak untuk dimakan. Dan satu lagi kamu harus patuh sama dia ya? Denger nggak Bunda nyerocos dari tadi!"

"Iya-iya ini telinga Aqila masih bisa denger kok Bun. Udah ya? Aqila mau lanjut bobo dulu ngantuk." Ucap Aqila yang kemudian berlari menuju kamarnya. Bundanya ini kalau tetap ditemani ya pasti terus berbicara tanpa mau berhenti.

"Astaghfirullah Aqila! Baru juga dibilangin jangan ngebo mulu. Heran deh." Geram Riana.

Aqila itu hobi tidur, apalagi kalau weekend. Tidak keluar kamar pun sepertinya dia sanggup. Maka dari itu ibunya sering kali ngamuk melihat kelakuan malas putrinya. Tidak tahu saja hampir semua orang dibelahan bumi manapun pasti akan malas-malasan di hari libur iya kan? Riana saja yang terlalu rajin.

***

Barra menatap ponselnya lamat-lamat sejak 5 menit yang lalu. Ia mengharapkan seseorang mengirim pesan atau meneleponnya. Saat ini pria itu masih di kantor ayahnya. Ya meskipun minggu sekalipun, Fendi akan tetap ke kantor jika pekerjaan menumpuk. Jangan tanya bagaimana reaksi ibunya, sudah pasti sedang mencak-mencak di rumah.

Lupakan! Sekarang Barra sedang gemas. Kenapa Aqila tidak menghubunginya? Menyuruhnya main ke rumah atau bagaimana. Huh!

"Tidak ada tindakan sama sekali." Ucap Barra yang kemudian bergegas keluar dari lobi kantor.

Barra akan mengunjungi Aqila langsung tanpa memberi tahu lewat pesan ataupun telepon. Barra yakin Aqila masih dirumah jam 9 pagi seperti ini. Seharusnya begitu, ia harus optimis. Kalaupun tidak ada ya sudah ia pulang. Simple.

Mobil mewah milik Barra mulai melaju meninggalkan area perkantoran. Dari ratusan bilik kaca gedung ternyata ada seseorang yang mengamati Barra.

"Coba kau ikuti terus putraku. Aku ingin tahu lebih detail siapa gadis itu." Ucap Efendi pada orang kepercayaannya.

Rion mengangguk "Baik Tuan, anak buah saya sudah mengikutinya." Balas Rion setelah beberapa detik yang lalu mengirim pesan pada bawahannya.

Efendi senang putranya bisa menikah lagi, tapi ia harus tahu jelas siapa perempuan itu. Anak siapa? Takut-takut ada sangkut pautnya dengan para lawan bisnisnya. Ia tidak ingin putranya kembali kecewa. Untuk pulih saja Barra memerlukan waktu lebih dari 10 tahun.

Barra yang dulu lebih banyak bicara, setelah perceraiannya malah menjadi pendiam. Efendi tidak suka jika hal buruk terulang lagi. Sudah cukup, ia ingin Barra hidup bahagia menikmati masa tuanya nanti. Seperti memiliki anak mungkin? Semoga saja.

MAS DUDA TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang