Part 07 || Pasutri Baru

8.5K 623 11
                                    

Kemarin acara ijab qobul dan resepsi dilaksanakan di rumah Barra dengan sederhana. Kesepakatan ini diambil berdasarkan keputusan seluruh anggota keluarga. Sekali-kali rumah Barra yang biasanya hanya ditinggali 2 orang itu dibuat ramai. Jadi acara kemarin sekaligus menjadi hari dimana Aqila diboyong pindah rumah.

Saat ini Aqila tengah mengeringkan rambutnya menggunakan hairdryer. Hampir saja mereka melewatkan salat subuh kalau Barra tak mendengar alarm istrinya berbunyi. Rumah pun sudah kosong, baik orang tua Barra maupun Aqila sudah kembali ke kediaman masing-masing.

"Qila," Panggil Barra dengan tangan membawa sepiring nasi beserta lauk. Barra baru saja pergi ke dapur, untuk mengambil sarapan mereka yang entah mengapa dijadikan dalam satu piring. Terlihat beberapa menu sisa kemarin tertata rapi dalam piring tersebut.

"Hm, kenapa?" Balas Aqila.

"Mau resign?" Tawar Barra dengan wajah meyakinkan. Berharap istrinya mau bersantai dirumah tanpa memikirkan urusan toko.

"Hubby penginnya aku kerja atau resign?" Ujar Aqila balik bertanya. Bundanya bilang, kerja tanpa restu suami juga hasilnya akan sia-sia. Alangkah lebih baik ini ditentukan berdasarkan keputusan bersama.

"Saya terserah kamu, senyamannya saja." Balas Barra dengan tangan mulai menyuap ke bibir sang istri.

Aqila menerima suapan suaminya dengan senang hati. Perutnya sudah keroncongan sejak pagi. Sudah seharusnya Barra bertanggungjawab atas kelaparan yang ia derita.

"Sementara ini aku masih pengin kerja By." Putus Aqila dengan penuh keyakinan.

Barra mengangguk memberikan persetujuan, selama Aqila dalam jangkauannya ia tak masalah."Jadi asisten saya ya." Ujar Barra tanpa beban. Banyak hal yang Barra pertimbangan jika istrinya kembali menjadi pegawai biasa seperti dulu. Melihat reaksi teman kerja Aqila kemarin saat di pernikahan, Barra takut akan ada kecanggungan nantinya.

"Em, aku ngikut aja. Lagian temen-temen pasti canggung kalau istri atasannya ikut kerja si lapangan." Aqila meringis membayangkan situasi itu. Meskipun tidak selamanya akan canggung, tetapi ejekan berupa candaan mungkin akan selalu mereka lontarkan tanpa sadar.

"Sama istri bos mah sante aja ya kan?"

"Jangan laporin sama Bos yah, kan kamu bu bosnya."

"Istri bos mah emang beda."

Membayangkannya saja Aqila sudah bergidik. Lebih baik ia mengikuti perintah Barra. Saat waktu istirahat ia bisa bertemu dan mengobrol bersama mereka. Bukannya sombong, Aqila hanya merasa kurang nyaman ketika terus disinggung mengenai dirinya yang sekarang menjadi istri seorang Barra.

"Mami mengundang kita makan malam besok, kamu tidak keberatan kan?" Ucap Barra.

Kunyahan Aqila seketika terhenti. Jujur dirinya masih gugup jika berhadapan langsung dengan sang mertua. Ditambah tante-tante Barra yang bergaya glamor, membuat nyalinya ciut.

"Aku takut." Cicit perempuan itu pelan.

Barra mengambil tisu, kemudian mengusapkannya lembut pada bibir Aqila yang sedikit belepotan. "Sejak kapan Qila menjadi penakut." Balas Barra disertai seringai mengejek. Jika mengingat bagaimana bringasnya Aqila dulu padanya, sikap Aqila yang penakut ini tidak cocok. Pada bos tempatnya bergantung hidup dan mati saja berani.

"Ish, kamu si aku berani. Cuma kalau liat keadaan keluarga kamu bikin aku minder." Bibir Aqila mencebik kesal. Kesal pada dirinya sendiri yang kurang cukup memiliki nyali.

Sikap Danita dan Efendi yang begitu elegan terkadang membuat Aqila menggaruk kepalanya tanpa sadar. Aqila dengan kepribadian semrawut dan amburadul cukup sulit beradaptasi dengan mereka. Namun, apa salahnya berusaha. Aqila harus mencoba dari sekarang.

MAS DUDA TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang