16 • I Go Back To You

199 33 23
                                    

BAB 16
- I Go Back To You -

•••

"Sudut pandang lo nggak penting! Karena, orang-orang bodoh itu, akan percaya sama kebohongan gue!"

"Kebohongan lo?" Kana terkekeh lalu tersenyum penuh arti.

"Kenapa lo senyum-senyum?!" Alice menyipit tidak suka, ia melepaskan diri dari Kana lalu berjalan keluar ruangan.

"Situasi mungkin berubah, setelah orang dengar ini ...." Kana tidak sepolos yang orang lain kira. Ia mengeluarkan benda pipih yang sedari tadi merekam percakapan mereka. Merasa mendapatkan bukti kuat untuk membebaskan Atlas, Kana tidak peduli jika harus melawan Alice dengan cara yang lebih licik.

"Lo!" teriak Alice geram, ia mencoba merampas ponsel Kana untuk menghancurkan benda tersebut.

Namun, Kana menghindar gesit dan berjalan keluar dari ruang CL lebih dulu. Tidak terima dan tidak mau kebohongannya terbongkar ... Alice mengejar Kana.

"Kana!" Alice berhasil menyusul Kana, meraih pergelangan tangan adik kelasnya itu kuat.

"Alice lo tamat hari ini."

Plak!

Tamparan itu mendarat mulut di pipi Kana. Kana tersenyum, Alice menamparnya dan membuat perhatian semua orang yang berada di tangga tertuju pada mereka.

"Akhirnya ... wujud asli lo muncul," bisik Kana di telinga Alice. Sengaja menakut-nakuti si gadis licik itu.

"Lo benar-benar, ya ...." Alice mengurungkan niat untuk menyakiti Kana, saat semua mata sedang mengawasi mereka.

Fokus Alice beralih ada benda pipih yang menyembul di kantong Kana. Dengan gerakan cepat ia mengambil ponsel itu, lalu melemparkannya keras ke lantai, dan menginjaknya sekuat tenaga.

"Alice!" teriak Kana menyadari kecerobohannya. Ia memungut benda yang sudah pecah dan retak itu, dengan mata memanas.

"Sialan, lo ngehancurin bukti!" Kana geram, lalu mendorong tubuh Alice hingga membentur tembok.

Melihat Kana melancarkan serangan lebih dulu, orang-orang berkumpul untuk menonton pertengkaran junior dan senior itu.

"Lo akan kalah melawan gue!" Alice mendorong balik Kana, namun saat ia melangkah. Pijakan kakinya terasa lemah dan akhirnya tubuh langsing itu kehilangan keseimbangan hingga jatuh terguling di tangga.

Bruk!!

Kana membuka mata kembali dan segera menutup mulut, terkejut mendapati Alice sudah tergeletak tidak sadarkan diri di lantai.

Menuruni satu per satu anak tangga, Kana tidak peduli tatapan orang yang menaruh curiga pada dirinya.

"Dia yang ngedorong Alice."

"Gue lihat sendiri, sumpah."

"Gue nggak nyangka Kana sejahat itu!"

Kana menggoyangkan tubuh Alice khawatir, walaupun ia tidak merasa seperti yang dituduhkan orang-orang. Tetapi, rasa bersalah bergema dalam hatinya.

Kana menyalahkan diri sendiri.

•••

Satu minggu kemudian.

Kejadian itu sudah memang berlalu, namun hari ini adalah sanksi kejadian jatuhnya Alice yang diberikan untuk Kana.

Didampingi Pandita, Kana duduk di ruang kepala sekolah. Sementara, di depannya ada Alice, kedua orang tuanya. Dan, tidak lupa Atlas juga ada di sana.

Beruntungnya, Alice dilarikan ke rumah sakit dan siuman beberapa menit setelahnya. Hanya saja, gadis itu mengalami sedikit cedera karena tulang tangan kanannya yang patah, nampaknya belum sembuh total saat melihat gips terpasang di sana.

"Kana nggak ngedorong Alice, ya. Dia jatuh sendiri," Kana membela diri saat sedang diadili

"Lo ngedorong gue!" tuduh Alice emosi, sambil menunjuk wajah Kana.

"Bapak tahu 'kan, dia emang ratunya bohong. Itu Fitnah, Alice bisa bertindak sebagai korban padahal sebenarnya pelaku. Dan, ini sama kayak kasus itu ... Alice menuduh saya!"

Di balik kejadian tersebut. Kana bernapas lega, meskipun ponselnya tidak bisa diselamatkan dan digunakan kembali, tetapi data dan berkas yang ada di dalam sana dapat diselamatkan, termasuk rekaman pengakuan Alice yang sudah Kana sebarluaskan di sekolah.

Berkatnya pula, reputasi Atlas sebagai pria brengsek dan bejat dapat dipulihkan. Semua orang berbalik arah dan percaya bahwa Atlas adalah korban sesungguhnya.

Tatapan Kana berhenti pada Atlas, ia tersenyum kecil, begitupun dengan Atlas.

"Bapak sudah menduga itu. Tapi, semua sanksi mata yang melihat pertengkaran kalian hari itu, berkata kamu yang mendorong Alice."

"Bapak, saya tidak begitu!!"

"Dan untuk Alice saya menyayangkan sekali kelakuan buruk kamu yang sudah mencoreng nama baik sekolah, dan menuduh adik kamu sendiri."

Semua diam mendengarkan ucapan kekecewaan dari pria paruh baya berkacamata yang terlihat menyeramkan itu.

Pak Budiman namanya, sesuai namanya. Ia cukup berbudi dan menimbang-nimbang untuk menyelesaikan kasus ini.

Mengingat Alice sudah kelas dua belas, sangat mustahil untuk mengeluarkan Alice, ditambah sosok Haryo yang notabene-nya merupakan salah satu donatur terbesar sekolah.

Begitu pun, dengan Kana. Meski baru kelas sepuluh, namun prestasi gadis belia itu benar-benar luar biasa. Dengan nilai-nilai dan prestasi akademisnya, Kana banyak mengharumkan nama sekolah.

Semua korban dari ini semua adalah Atlas, siswa berandalan yang selalu membuat masalah. Dibuktikan tidak bersalahnya Atlas, membuat pihak sekolah batal mengeluarkannya.

"Untuk Alice, kamu akan menjalani hukuman sepanjang dan selama kamu masih bersekolah di sini sesuai aturan sekolah yang berlaku ...."

"Bapak!" protes Alice keberatan.

"Untuk Atlas, pihak sekolah benar-benar meminta maaf karena sudah lalai dalam menangani masalah kamu. Kamu bisa tetap kembali bersekolah dengan normal."

Haryo dan Lina nampak puas dengan hukuman yang diberikan pihak sekolah. Mereka menanti-nanti, hukuman seperti apa yang akan didapatkan oleh Kana. Gadis nakal yang sudah membuat putri sulung mereka celaka.

"Dan Kana, kamu dikeluarkan dari sekolah!"

"Apa-apaan ini, nggak adil banget!" teriak Pandita kesal sendiri, namun ia diam saat sang adik menggenggam tangannya. "Adik saya bilang dia nggak mendorong si Alice itu. Malah, berkat adik saya masalah konyol keluarga kalian terungkap dan bikin saya merinding sekaligus sama dia yang sengaja ngejebak adiknya sendiri. Sekolah ini sedang melucu atau apa, kenapa situasi sekarang ini konyol sekali?"

"Saudari Pandita, tolong jaga sikap Anda!"

"Kak Pandita, sudah!"

Pandita hilang kesabaran, ia menarik tangan Kana untuk bangkit.

"Karena adik saya bukan lagi murid di sini, kami akan pergi sekarang!" Pandita meletakan kartu namanya di atas meja, lalu menyeret Kana keluar dari ruangan.

•••

Sisa Rasa (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang