04 • Taman Melati

274 47 66
                                    

BAB 4
- Taman Melati -

•••

"Mau kemana lo, rapi amat?" tanya seorang gadis berambut pink tengah duduk di sofa sambil memeluk setoples kue kacang.

Kepala Kana menoleh ke arah gadis berwajah judes itu. "Gue minjam mobil lo, dong!" pinta Kana tidak ada ramahnya.

Gadis itu mendesis, lalu melemparkan satu keping kue kacang ke arah Kana. "Ogah! Nanti lo tabrakin kek mobil Papa."

"Pelit amat lo, Kak!"

Mendengar hal itu, gadis cantik bernama Pandita itu hanya tersenyum kecil. "Biarin, gue nyelamatin lo. Anak umur 16 tahun masih ilegal dan di bawah umur. NGGAK BOLEH BAWA MOBIL KALAU NGGAK PUNYA SIM!"

"Ishh, kalau gitu minta duit buat gojek aja, deh." Kana salah betul meminta pada sang kakak yang notabene-nya adalah seorang pengacara muda yang sudah punya firma hukum sendiri. Pandita jelas selalu taat aturan. Sejak kecil, kakaknya itu mendominasi rumah karena ia sangat disiplin dan punya jiwa kepemimpinan tinggi.

"Iya, makanya gue nanya mau kemana lo?" tanya Pandita ingin tahu.

"Taman Melati," jawab Kana jujur.

"Dekat aja, kira-kira berapa ya ongkos ke sana ---" Pandita membuka dompet, melihat-lihat berapa uang yang ada di dalam sana.

"Gue minta satu juta, Kak."

Mata Pandita seketika melotot. "Lo naik ojek, atau mau naik pesawat. Jangan ngadi-ngadi deh, lo."

"Satu juta mah sedikit bagi lo. Kalau gitu, gue minta sama Kak Pandu aja deh, mana dia?"

"Nggak tahu!"

"Lo sebagai kembaran nggak peduli banget sama Kak Pandu."

"Kenapa gue harus peduli, buang-buang waktu!" Pandita mengeluarkan satu lembar seratus ribu lalu meletakannya di atas meja. "Nih, cukup buat lo PP!"

Tanpa terima kasih, Kana mengambil uang itu dan berlalu pergi.

•••

Kana mengambil posisi duduk di kursi panjang. Suasana taman nampak ramai, karena sore hari orang-orang lebih banyak berkunjung.

Kana melihat lagi ke arah jam yang melingkar cantik di pergelangan tangan. Sudah lima belas menit waktu berlalu dari jadwal yang sebelumnya Atlas janjikan.

"Nggak on time banget, sih!" decak Kana kesal sendiri. Ia merasa tidak nyaman berada sendirian di taman, beberapa orang mendekat untuk mengajak berkenalan atau meminta nomor ponselnya. Tapi, Kana berhasil menolak mereka cepat dan halus.

Dari kejauhan Kana mengenali Atlas yang sedang berlari ke arahnya.

"Telat banget lo!" cerca Kana marah, tidak peduli dengan Atlas yang terlihat kelelahan dan mengatur napas.

"Ada masalah tadi, maaf."

"Bisa juga lo minta maaf ternyata!"

Atlas melirik Kana, gadis seimut itu ternyata punya lidah yang cukup tajam.

Sesaat, Atlas dibuat heran dengan penampilan Kana yang on point. Apa gadis itu sengaja berdandan cantik, karena akan bertemu dengannya?

"Lo ngapain pakai acara dandan dan baju kek model gitu?"

"Emang kenapa?!"

"Nggak papa, cantik aja."

Pipi Kana memanas, ia mendongak dengan tatapan curiga. Kana sering mendengar pujian tentangnya, tapi saat Atlas berkata demikian. Kana malah merasa senang sekali.

"Beneran?" tanya Kana memastikan.

"Iya, beneran. Lo sengaja 'kan, buat ngegoda gue?" tuduh Atlas tidak berdasar.

"Halu lo, Jamet!" hina Kana, ia menendang batis Atlas keras. Membuat pria itu mengaduh, sementara Kana tertawa lepas.

"Ganteng gini, dikata jamet gue! Mata lo, nggak objektif ternyata?"

Atlas benar! Kana pun menyadari itu, wajah Atlas tidak seperti jamet yang sering kali ia bilang. Jika, boleh jujur Atlas punya wajah ganteng di atas standar. Cuman Kana, ogah mengakui itu.

"Asal gue tahu, gue nilai cowok tuh bukan dari tampang. Penilaian gue tuh sebjektif, dari hati, attitude, omongan yang nggak kasar ...." Kana tersenyum, terlihat mengejek Atlas. Tangannya bergerak sedikit naik, jari Kana menunjuk keningnya. "Dan yang terpenting itu, isi otak!"

Skakmat.

Atlas kalah telak degan mulut pedas Kana. Apa yang dimakan gadis itu, hingga semua perkataannya terdengar kasar sekali?

"Mulut lo tajam juga, ya."

"Gue anak debat!" Kana mengibaskan rambut bangga. "And sorry to say, tapi otak udang kek lo, sama sekali bukan type gue."

Atlas membuang muka, enggan berdebat lebih jauh dengan Kana. Jika Kana bersaing dengan Alice, mungkin mereka akan seri.

Atlas dibuat heran dengan kerandoman Kana, saat gadis itu menyodorkan ponselnya.

"Berhubung gue udah cantik gini, potoin gue, ya!"

"Berhubung gue udah cantik gini, potoin gue, ya!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo benar-benar tebal muka, ya. Setelah ngata-ngatain gue, lo malah minta tolong."

"He he," ucap Kana sambil tertawa kecil. Ia menyikut lengan Atlas. "Mau gimana pun bencinya gue sama lo, Atlas. Tapi, lo tetap bakal jadi kandidat calon pacar gue."

"Yakin, gue bakal nerima ajakan lo?"

"Harus dong, Atlas sayangnya Kana ...."

Sisa Rasa (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang