07 • Si Drama Queen

242 39 41
                                    

BAB 7
- Si Drama Queen -

•••

"Maaf," kata Atlas melepaskan pelukan tanpa sadar itu. Berharap gadis di depannya tidak mengamuk.

Namun, Kana hanya memasang wajah datar yang terlihat linglung. Saat kembali ke akal sehatnya, Kana menyikut lengan Atlas.

"Gimana, enak 'kan pelukan sama gue?" Kana menaikan sebelas alis, meminta jawaban pria itu.

"Not bad!" Atlas menjawab, tidak ragu sama sekali.

"Idih! Ngaku aja, deh. Nggak usah gengsi." Sembur Kana, geli melihat tingkat Atlas yang jual mahal. Kana menebak, bahwa Atlas telah terpesona dengannya.

Siapa coba yang tidak tersihir dengan kecantikan dan keimutan seorang Kana yang mutlak tiada tara?

Atlas harusnya sujud syukur bisa pacaran dengan jelmaan dewi yunani limited edision yang cuma ada satu di seluruh alam semesta.

"Kalau gue ngaku ... nanti lo baper." Atlas melipat tangan di dada, angkuh.

"Baper, sih, nggak! Malah laper gue yang ada. Jajanin gue di kantin dong, Las." Kana memasang mata berbinar, ingin memoroti pria yang entahlah dapat dikatakan pacar atau tidak.

"Manggil nama gue pas ada maunya, doang!" protes Atlas dongkol. Sementara, gadis berpipi chubby itu, hanya memasang wajah memelas.

"He he he, sengaja. Gue lapar, nih. Masih nggak ada cuan, gue. Mau minta duit sama Jihan, tuh anak kabur ke eskul cheerleader-nya." Kana menjelaskan, ia tidak bohong. Jika, ada sang sahabat ... mungkin, Kana tidak akan datang pada Atlas.

"Seenak jidat lo minta ditraktir. Lo kata, gue ATM berjalan."

Kana merengut. Berakting sedih dramatis. Pantas saja, Jihan menyebutnya si 'Drama Queen'.

Jika, Kana terjun ke dunia akting mungkin ada banyak piala Oscar yang ia dapatkan karena bakat terpendamnya tersebut.

Perubahan ekspresi wajah Kana cepat sekali. Kini, ia tertawa sendiri. Menatap Atlas yang nampak polos dan bodoh.

"Gimana dong, tapi dompet lo ada di gue ...." Kana mengangkat benda hitam yang terasa tebal dan berat itu ke udara. Menunjukan pada pemilik dompet, bahwa ia berhasil mencurinya.

Melihat itu, Atlas buru-buru mengecek saku dan nihil. Dompet Atlas sudah berpindah ke tangan Kana, tanpa ia sadari. "Sejak kapan?"

"He he he, ada deh." Kana menolak memberi tahu. Padahal gampang sekali. Dompet menyembul di balik kantong celana belakang Atlas. Kana jadi gemas sendiri, melihat itu. Saat Atlas memeluknya, Kana diam-diam melancarkan aksinya.

Selain bakat akting. Kana juga terasah dalam meminjam uang sementara, yang tanpa pernah dikembalikan dari dompet sang ayah.

"Bakat juga lo nyuri. Gedenya, mau jadi maling lo!"

Melihat wajah kesal Atlas yang menahan marah. Kana terhibur bukan main.

"Nyuri hati lo gue juga bisa." Kana memberi jeda, memasukan dompet Atlas itu ke dalam kantong rok seragam yang ia kenakan. Mengamankan benda itu, agar tidak jatuh pada pemiliknya. "Cuman, yang itu, gue ogah!"

"Gue juga ogah!" balas Atlas tidak mau kalah.

"Yaudah, kalau gitu."

"Apanya? Buruan, sini! Balikin dompet gue, Raihana Kana Utami ...."

Kana kaget Atlas mengetahui nama panjangnya. Seingat Kana, ia tidak pernah secara resmi memperkenalkan diri pada pria songong itu.

"Nanti, ya! Kita ke kantin dulu, gue laper banget ini." Mengabaikan Atlas yang bisa murka kapan saja, Kana menggandeng tangan pria itu erat, menuntunnya menuju kantin.

•••

"Asik banget lo pacaran, ternyata!" batin Alice menatap dua sejoli yang sedang bermesraan di kantin sekolah.

Tangannya mengepal kuat. Ia tidak akan membiarkan sang adik bahagia. Tidak boleh! Sampai Atlas dan Lina pergi jauh dari kehidupan Alice.

Jika, masih berada dalam jangkauan matanya. Maka, Alice akan berusaha keras untuk menghancurkan kebahagiaan itu.

Seperti, dua parasit yang datang lebih dulu dan membuat Alice kehilangan segalanya.

"Eh, adek lo beneran pacaran sama Kana, dong?!"

Alice menoleh pada Shopia, sahabatnya. Gadis berambut bob itu, memang punya memori singkat. "Pia, dah, gue bilang ... dia bukan adik ataupun keluarga gue!" tekan Alice mengingatkan kembali.

"Oh, maaf, Al. Gue lupa, deh, seriusan."

Alice mangangguk memaafkan. Ekor matanya bergerak pada Atlas dan Kana. "Tuh, cewek, Kana namanya?"

Ketidaktahuan Alice akan sosok Kana, membuat Shopia kaget.

"Demi apa, Al! Lo nggak tahu, Kana?"

"Siapa, sih, dia? Emang gue perlu tahu, gitu!" Alice tidak begitu mengikuti perkembangan berita di Smartly. Baginya tidak guna, mendengar gosip-gosip murahan dan sampah yang kebanyakan hoax. Jadi, sejak dulu ... Alice sudah menutup mata dan telinga.

Shopia menggaruk kepala yang tidak gatal. "Nggak juga, sih. Tapi, ya ... Kana, tuh, definisi 'It Girl' kalau di Smartly?"

Bukankah, itu julukan yang diberikan pada seorang gadis yang unggul dalam segala bidang aspek di Smartly?

"It girl? Who's her?"

"I don't know her well. Tapi, katanya ... Kana itu cewek paling cantik, pintar dan populer di kelas sepuluh. Lo lihat nggak, sepatu dan jepit rambutnya itu, kelihatan mahal, kan? Nah, dari kabar yang gue dengar ... keluarganya juga kaya raya. Intinya, dia perfect banget, deh."

Mendengar penjelasan Shopia, telinga Alice jadi panas. Ia meminta sahabatnya berhenti menjelaskan. Alice akan mencari tahu dengan sendirinya.

Bisa saja, yang disampaikan Shopia adalah kebohongan tanpa fakta. Melihat kasus yang dulu-dulu, ada banyak gadis cantik yang mengaku-ngaku kaya. Padahal, tidak sama sekali. Demi gengsi dan popularitas, mereka sengaja berbohong dan bertindak demikian.

Alice tahu itu. Melihat Kana sekilas, tidak menutup kemungkinan gadis itu adalah seorang pengarang handal?

"Btw, sejak kapan mereka mulai pacaran?

Sisa Rasa (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang