23.30
"Lo tuh cewek ngapain pulang jam segini? Mau jadi jalang lo?" hardik Bima. Jennie menahan rasa sakit dalam hatinya saat kakaknya sendiri mencelanya. Tapi jennie sudah biasa.
"Gue capek, mau mandi."
"Kalau papah sama mamah masih ada mungkin lo udah nggak dianggep sebagai anak! Lo masih tinggal dirumah ini harusnya lo tau diri!" perkataan Bima sangat menohok hati jennie
"Gue lakuin kesalahan kecil aja nggak lo maafin, sedangkan pacar lo yang udah berkali-kali selingkuh masih lo maafin?" ujar jennie lirih penuh penekanan. Jadi sudah tau kan, mengapa Jennie sangat membenci Melati-kekasih Bima.
"Ini nggak ada hubungannya sama Melati!" Bima makin menaikkan pita suaranya. Tangan Bima terkepal kuat.
"Gue nggak mau tau, setelah lulus SMA lo harus kuliah di Jerman! Nggak ada gunanya lo disini!"
"Nggak." putus jennie
"Bisa nggak sih lo jadi adik penurut?!" raut wajah Bima diliputi kemarahan.
"Bisa nggak lo jadi kakak yang nggak penuntut?" kepalan tangan Bima beralih menampar keras pipi jennie hingga meninggalkan bekas kemerahan,
"Dasar jalang nggak tau diri!""Bagus, makasih atas sambutan kepulangan gue ke rumah."
Jennie meninggalkan Bima yang masih terbalut emosi, sedangkan Melati tersenyum penuh kemenangan. Lagi dan lagi Bima membela Melati.
Mengunci pintu kamar dan merebahkan tubuhnya diatas kasur. Kepalanya menoleh ke samping menatap foto yang amat ia rindukan. Foto yang menunjukkan raut kebahagiaan. Di dalam foto itu Mamahnya merangkul jennie, sedangkan Ayahnya merangkul Bima.
Jennie tidak tahu mengapa Bima berubah drastis sejak orang tua mereka meninggal. Bima yang sekarang bukan Bima yang jennie kenal dulu. Kakaknya yang dulu adalah orang yang ceria, selalu menjaga Jennie, bermain dengan jennie dan selalu menghapus air matanya ketika jennie menangis. Dan ia merindukan hal itu pada sosok Bima yang dulu.
***
Jennie memutuskan untuk menenangkan dirinya dengan mengendarai vespanya di jalanan ibu kota yang cukup ramai ini. Satu rumah dengan Bima membuat jennie harus ekstra sabar menghadapi orang pemarah seperti Bima. Bahkan tak jarang Bima sering memukul atau bahkan menampar.
Pipinya yang terasa panas sebab tamparan dari Bima perlahan memudar digantikan dengan dingin angin malam yang menerpa wajahnya.
Sebenarnya jennie tak mengendarai motor tanpa arah, tujuannya untuk bertemu seseorang.
Kini jennie sudah berada di rumah sakit Pelita, memandang ruangan nomor 45 dengan penuh harap.
Ia menangkap sosok wanita paruh baya dengan muka sedikit pucat yang menggenggam tangan gadis yang terbaring koma.
"Tante," panggil jennie
"Loh, Jennie kamu ngapain malem-malem disini?" tanyanya.
"Jennie mau jagain irene tan." ujar jennie lembut. bibir pucat Sarah melengkung naik.
"Nggak usah jennie, kamu kan besok sekolah." tolak Sarah halus.
"Nggapapa, tante istirahat aja di rumah. Muka tante udah pucat gitu. Lagipula besok tante juga harus kerja."
Sarah mengangguk, "Yasudah, tante pulang dulu, ya, sekalian tante kesini nanti bawa makanan sama bajunya irene" ujar Sarah menepuk bahu jennie mengambil tasnya dan memilih untuk pulang ke rumah meng- istirahatkan tubuhnya.
Jennie mengamati Irene, ikut menahan sakit saat Irene terbaring koma.
"Hai, ren." sapa jennie meskipun ia tahu gadis yang terbaring itu tidak akan menjawab. Meskipun dalam kondisi wajah yang pucat, irene masih terlihat cantik.
"Lo nggak kangen apa sama gue? Nggak kangen nih sama temen kecil lo? Bangun, ren. Nggak capek apa tidur terus." Jennie menahan air matanya agar tidak jatuh. Sahabat jennie dari kecil, satu-satunya orang yang mengetahui luka Jennie setelah kedua orangtuanya tiada.
Tatapan jennie jatuh kepada leher irene yang meninggalkan bekas kemerahan. Bekas lilitan tali yang terlihat jelas.
"Lo nggak mungkin lakuin itu, kan ren? Masa lo mau bunuh diri, sih?" Jennie menggenggam tangan kecil Irene, Ikut merasakan betapa sakitnya irene waktu itu. Irene yang dulu sangat ceria kini terbaring tak berdaya.
"Nggak kasihan sama mamah lo? dia nunggu lo tiap hari." orang tua yang tersisa bagi irene adalah mamahnya, ayahnya meninggal waktu irene masih berumur tujuh tahun.
"Udah dua tahun, ren"
"Kita janji, ya, harus cerita masalah kita. Tanpa ada rahasia." ucapan ierene dua tahun lalu masih teringat.
"Tapi lo nggak pernah cerita rasa sakit di hidup lo. Malah gue yang selalu ngeluh sama lo." ucap jennie getir.
"Lo kuat banget, sih ren"
"Irene mengalami benturan yang cukup keras hingga mengakibatkan dia gagar otak. Kemungkinan sebelum irene melakukan hal itu otaknya menghantam sesuatu yang keras." secuil ingatan dua tahun dari dokter forensik yang menangani irene masih membekas di ingatan jennie
"Benturan keras itu menyebabkan irene pingsan. Bahkan pada saat ditemukan gantung diri ia pun masih dalam keadaan pingsan. Tidak mungkin dalam keadaan pingsan irene mampu berbuat hal semacam itu." perkataan dokter waktu itu sangat masih terngiang sampai sekarang.
Jennie mengepalkan tangannya kuat. Satu pertanyaan dalam benak Jennie, Siapa orang yang dengan sengaja membuat scenario untuk orang-orang beropini irene bunuh diri?"Gue janji, ren. Orang itu akan dapat balasan yang setimpal."
***
Jangan lupa follow and vote ya guyss
jangan bosen bosen sama
cerita aku ya◕‿◕
KAMU SEDANG MEMBACA
I WILL TAKE REVENGE ON YOU [HIATUS]
Fanfictiontaennie [WAJIB FOLLOW AUTHOR SEBELUM MEMBACA!!!MAKASIH🙇♀️] Jennie Verina Rodriguez pindah ke sekolah SMA Atmajaya, kepindahannya bukan karena tak beralasan. Jennie ingin tahu siapa orang yang membuat sahabatnya terkapar di rumah sakit selama dua t...