Lili terdiam di dalam kereta kuda, tempat ia dibawa oleh Kakek tua tadi, yang belum ia ketahui namanya.
Sebelum pergi, Kakek itu berpesan pada Lili, agar tak melihat kearah luar, dan tak diizinkan untuk keluar dari kereta.
Kereta kuda itu tertutup sangat rapat dengan dinding yang terbuat dari kayu, jendela kereta kuda itupun di tutup dengan kain lebar sebagai Gordennya.
Saat ini badan Lili masih sama bergetarnya seperti tadi. Pasalnya ia belum makan sama sekali sedari tadi.
'Srek! Srek!'
Lili mengerutkan alisnya mendengar suara-suara dari luar. Rasa penasaran pun menyelimuti dirinya.
"Intip gak ya?" Dia bertanya dalam hati.
Lili beranjak dari duduknya, dan mendekati salah satu jendela kereta. Jarak satu centi dari kereta,tiba-tiba hatinya berubah pikiran.Ia takut kejadian seperti di bar tadi kembali terjadi. Lili pun akhirnya mengurungkan niat penasarannya itu.
"Tahan Lili," batinnya dalam hati.
Lili pun memilih untuk kembali ke tempat dirinya duduk tadi.Lili berjalan pelan-pelan kala mendengar suara-suara halus seperti tadi.
Baru saja dia mendudukan tubuhnya, tiba-tiba...
'Srek!'
"Aaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!" Lili berteriak sambil menutup mata dengan kedua telapak tangannya.
Untuk kali ini ia sudah pasrah, tak ingin melihat apapun sama sekali.
Pandangan terakhir sebelum menutup mata adalah, gorden penutup pintu kereta terbuka lebar, namin namun ia sama sekali tak berani melihat siapa pelakunya.
"Hai!" Sebuah suara sapaan masuk kedalam telinga Lili. Dengan degupan jantung yang terdengar sangat kencang, Lili masih bimbang, akankah ia buka kedua mata ini.
"Hai! Aku William!" kata suara itu lagi.
"William? Siapa itu William?" dalam hati, Lili tampak bertanya-tanya.
"Bukalah matamu, sekarang engkau aman!" Lagi-lagi pelaku yang membuka gorden itu berbicara.
"Really?" tanya Lili tak yakin.
"Yes!"
Perlahan, Lili menurunkan tangannya.
Dan membuka matanya dengan penuh rasa takut.Melihat Lili sudah mulai memberanikan diri untuk membuka mata, William mengangkat tinggi-tinggi sebuah kantong plastik hitam yang tadi ia bawa.
"Kamu mau?" tanya William menawarkan.
"Apa itu?" ujar Lili balik bertanya.
"Ini nasi goreng, apakah kamu mau?" kata William menawarkan.
"Apakah kamu ingin meracuniku?" tanya Lili dengan tatapan polos.
William menahan tawanya, entah mengapa itu lucu baginya melihat tatapan yang Lili berikan. Namun sengaja ia tahan, karena sepertinya Lili masih sangat ketakutan.
"Aku serius William!" dengus Lili kesal.
William pun memasang wajah seriusnya, kala Lili hanya memanggilnya dengan sebutan nama.
"Panggil aku Kakek Willi!" ucap William dengan tatapan serius.
Lili yang melihat itupun, langsung mengangguk.
"Makanlah," William pun menyerahkan kantong plastik itu pada Lili.
"Dimana Kam- Eh, Kakek membelinya?" tanya Lili gugup, seraya membuka bungkus plastik itu.
William tersenyum, "Di angkringan sebelah bar," ungkap William memberitahu.
Lili pun mengangguk seraya menikmati nasi goreng itu.
Lili lupa untuk mencuci tangan, untung saja didalam bungkus nasi goreng itu terdapat sendok plastik seperti kebanyakan nasi goreng lainnya.
"Apakah Kakek mau?" tanya Lili.
William menggeleng, ia sangat senang melihat Lili yang makan begitu lahap.
"Kamu lapar banget ya?" William bertanya karena melihat gaya makan Lili seperti orang yang belum makan berhari-hari.
Lili menelan nasi di dalam mulutnya, ia merasa sedikit tersedak, namun tak begitu ia pedulikan.
"Aku belum sempat sarapan," lirih Lili yang seketika menjadi murung.
William sedikit terkejut melihat perubahan sikap Lili.
"Eh enak gak nasi gorengnya? Mau Kakek belikan lagi?!" tanya William dengan nada ceria, ia tak ingin melihat Lili berwajah sedih.
Lili menggeleng, "Ini tuh enak banget, tapi kalau buat nambah lagi, gak usah dulu, Kek!" seru Lili kembali ceria.
•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•
Buruan baca! Karna ini tuh bakalan di Up di Aplikasi lain! Jangan sampai ketinggalan ya!😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Lili
Teen FictionKeluarga yang utuh, orangtua yang jelas. Adalah impian dari gadis bernama Lili. hidup dengan alur cerita yang terlalu berkelok, membuat Lili ingin menyerah dari kehidupan dunia. Dibuang oleh sang Ayah, di beli oleh kakek tua yang entah berantah asal...