10

20 0 0
                                    

"Dimana?" kini Lili dan Arini sedang berhenti di salah satu jalan yang tadi di tunjuk oleh Arini.

"Sebentar!" ucap Arini yang masih ngos-ngosan, kotak obat di tangannya pun sudah mulai tak teratur letak isinya.

"Disana?" tanya Lili yang sudah tidak sabaran. Arini terdiam tak menjawab. Takutnya jika ia menjawab nanti, Lili akan berlari mendahuluinya seperti tadi.

"Iya?" tanya Lili memastikan.
Arini menjadi lelah sendiri dibuatnya.

Akhirnya ia memilih untuk mengangguk.
Ia kira Lili akan melakukan hal yang sama seperti tadi, ternyata tidak.

"Kenapa tidak berlari?" tanya Arini heran.

"Masih lelah?" Lili malah balik bertanya.

Arini tersenyum dan menggeleng.
"Jangan lari-lari ya, aku takut kamu terjatuh!" Ujar Arini.

Lili mengangguk paham, layaknya anak kecil biasa. Lili dan Arini pun memutuskan untuk menyusuri jalan dengan berjalan biasa. Arini menggandeng tangan Lili. Sebelah tangannya lagi menenteng kotak obat.

Lili sangat senang di perlakukan seperti itu, senyumnya mengembang lebar. Lili mengayunkan tangan nya dan tangan Arini yang sedang tergandeng.

Arini juga tersenyum melihatnya.

"Itu apa?" tanya Lili yang melihat Sebuah kereta kuda terparkir di depan salah satu rumah di gang itu.

"Ayok cepat ke sana!" Arini berseru semangat, karena ia yakin itu adalah kereta kuda yang tadi dicari oleh Lili.

Pasalnya sekarang di kota sudah lumayan sedikit orang-orang yang memakai tranportasi kuda seperti itu.

Mereka berlari semampunya. Semakin dekat, Lili semakin bersemangat karena sosok Kakek semakin jelas.

Hingga akhirnya...

"Kakek!" Pekik Lili kegirangan.

William yang sedang merasakan sedikit putus asa dalan mencari Lili, terkejut mendengar pekikan itu.

"Lil?!" tanya seru William tak percaya.

William turun dari kereta kudanya, dan lantas menggendong Lili seperti sudah tak bertemu lima tahun.

Lili tertawa girang, begitu pula William dan Arini.

"Terima kasih!" Ucap William pada Arini, sambil membungkukkan sedikit tubuhnya.

Arini tersenyum dan mengangguk.

"Kalau begitu saya pamit dulu ya." Arini berpamitan karena sudah tentu anak-anaknya menunggu dirinya pulang.

William mengangguk, "Bagaimana kalau saya antar saja?" tanya William menawarkan, hitung-hitung balas budi atas di pertemukan nya ia dan Lili.

"Tidak mengapa, saya bisa jalan sendiri," tolak Arini dengan halus dan sopan.

"Hmm...oke baiklah, Sekali lagi Terima kasih!" kata William sebelum Arini pergi melangkah.

Arini mengangguk dan melangkah pergi.

"William menurunkan Lili dari gendongannya. "Yuk masuk ke dalam!" Ajak William. Lili mengangguk bersemangat.

"Tadi kemana saja?" tanya William setelah mereka sudah berada di dalam kereta. Karena hari sudah siang, William pun akhirnya membelikan Lili makan siang, sebelum ia menemukan Lili tadi.

"Tadi Lili di kejar sama laki-laki mabuk di dekat air mancur, makannya Lili kabur!" Lili bercerita sambil membuka bungkus makan siangnya.

William mengangguk mendengarkan sembari membuka bungkus makan siang miliknya pula.

"Sekarang Lili mau makan dulu, habis makan baru Lili ceritakan semuanya ya, Kek," pamit Lili sebelum memulai doa makannya.

William terkekeh mendengarnya, namun ia tetap mengangguk saja.

"Dimana?" kini Lili dan Arini sedang berhenti di salah satu jalan yang tadi di tunjuk oleh Arini.

"Sebentar!" ucap Arini yang masih ngos-ngosan, kotak obat di tangannya pun sudah mulai tak teratur letak isinya.

"Disana?" tanya Lili yang sudah tidak sabaran. Arini terdiam tak menjawab. Takutnya jika ia menjawab nanti, Lili akan berlari mendahuluinya seperti tadi.

"Iya?" tanya Lili memastikan.
Arini menjadi lelah sendiri dibuatnya.

Akhirnya ia memilih untuk mengangguk.
Ia kira Lili akan melakukan hal yang sama seperti tadi, ternyata tidak.

"Kenapa tidak berlari?" tanya Arini heran.

"Masih lelah?" Lili malah balik bertanya.

Arini tersenyum dan menggeleng.
"Jangan lari-lari ya, aku takut kamu terjatuh!" Ujar Arini.

Lili mengangguk paham, layaknya anak kecil biasa. Lili dan Arini pun memutuskan untuk menyusuri jalan dengan berjalan biasa. Arini menggandeng tangan Lili. Sebelah tangannya lagi menenteng kotak obat.

Lili sangat senang di perlakukan seperti itu, senyumnya mengembang lebar. Lili mengayunkan tangan nya dan tangan Arini yang sedang tergandeng.

Arini juga tersenyum melihatnya.

"Itu apa?" tanya Lili yang melihat Sebuah kereta kuda terparkir di depan salah satu rumah di gang itu.

"Ayok cepat ke sana!" Arini berseru semangat, karena ia yakin itu adalah kereta kuda yang tadi dicari oleh Lili.

Pasalnya sekarang di kota sudah lumayan sedikit orang-orang yang memakai tranportasi kuda seperti itu.

Mereka berlari semampunya. Semakin dekat, Lili semakin bersemangat karena sosok Kakek semakin jelas.

Hingga akhirnya...

🐄🐄🐄🐄

Nanggung dikit lagi!

Gamau banyak ngomong, pokoknya nikmatin aja kisahnya🐥

Makasih

LiliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang