1.0 Kenyatan Yang Sepahit Sayur Pare

61 8 0
                                    

Enam Bulan Sebelumnya

"Yakin gak mau nebeng gue Bia?" tanya Tiur.

Aku menggeleng, tersenyum. "Kan mau bareng sama pacar."

Tiur menghela napasnya pelan. "Yaudah, awas aja marah-marah kaya kemarin."

Iya, kemarin aku menumpahkan amarahku pada Tiur dan Olin yang tak salah apa-apa. Semua itu karena Kak Iqbaal yang telat datang, bahkan beberapa kali sama sekali tak datang  saat kita memiliki janji untuk bertemu. Kalau satu atau dua kali aku maklum sebenarnya, tapi hal itu sudah terjadi berulang kali dalam tiga bulan ini. Aku curiga, Mungkin dia bosan denganku? Mengingat hubungan kita sudah berjalan hampir dua tahun lamanya.  Pun dalam dua tahun itu aku dan dia jarang bertemu karena dia kuliah sedangkan aku masih lanjut sekolah SMA meskipun beberapa bulan kemudian aku nyusul Kak Iqbaal ke universitas yang sama, pada akhirnya juga sama jarang ketemu karena cowok itu sangat-amat sibuk dengan urusan organisasi. Jadi bisa sajakan dia bosan denganku dan menemukan kenyamanan yang lain? Itu kemungkinan yang tiba-tiba terlintas diotakku saat ini.

Namun, aku pura-pura masa bodo, pura-pura tidak menyadari itu dan memakluminya. Aku kira itu cuma pikiran negatif, itu cuma dugaanku. Please Bia! Berhenti memikirkan hal konyol itu Bia! Kamu kan imut dan menyenangkan mana mungkin Kak Iqbaal bosan?

Namun, mungkin memang begitulah kenyataannya. Aku pikir itu karena Kak Iqbaal sibuk ikut organisasi sana-sini, terlebih karena dia ikut Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Universitas jadi jadwal rapatnya padat. Menyiapkan program kerja ini dan itu serta tetek bengek lainnya yang bagiku itu bikin pusing dan migrain.

Untuk aku yang mageran, lebih milih jadi kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang) dari pada kura-kura (kuliah rapat- kuliah rapat) seperti Kak Iqbaal. Berbeda dengan Kak Iqbaal yang bergabung dibanyak organisasi, aku cuma pilih satu, aku ikut gabung di UKM teater, itupun bukan aku yang mendaftarkan diri tapi ulah Tiur dan Olin. Meskipun begitu, ternyata gak buruk-buruk amat, terlebih aku juga lumayan menyukai bidang ini baik di belakang panggungnya atau di atas panggungnya. Ya setidaknya, aku punya sedikit kegiatan walaupun tidak seaktif temanku yang gabung di teater karena aku juga jarang berangkat—berangkat kalau mau aja. Makanya aku jarang sekali dilibatkan dalam acara pagelaran, ya karena aku memang suka kabur-kaburan. Untung saja ketua teater Bang Danar, jadi masih ada toleransi untukku yang suka bolos.

Tiur sudah pergi dari lima belas menit lalu meninggalkan aku yang menolak ajakannya. Aku menjenjangkan leherku, mencari pacarku yang harusnya sudah tiba karena jam dipergelangan tanganku menunjukan waktu yang dijanjikannya untuk bertemu.

Senyumku mengembang dan aku langsung melambaikan tangan begitu menemukannya berjalan menghampiriku, aku pikir dia tidak datang, rupanya dugaanku salah.

Benarkan Bia? Mana ada Kak Iqbaal bosan denganmu? Perempuan paling spesial kan cuma kamu katanya? Iyakan?

"Maaf  ya Bia bikin kamu nunggu lama?"

Aku menggeleng, walaupun memang aslinya sebaliknya. "Gak kok, Bia gak nunggu lama. jadi hari ini kita jadi nonton kan? Terus nanti abis nonton makan udon yuk? Bia lagi mau itu, boleh gak Kak Iqbaal?"

Yang ditanya malah menggigit bibirnya, menggaruk rambutnya yang aku yakini tak gatal. "Heum, sorry Bia aku ke sini mau ngasih tahu kalau gak bisa anterin kamu balik, ada rapat mendadak sama kementrian pemberdayaan perempuan bahas sekolah kartini yang bakal diadain dua minggu lagi."

Aku cuma mengangguk lemah. Seri di wajahku dan binar dimataku musnah setelah kalimat panjang itu keluar dari mulutnya. Kalau tahu begitu kenapa harus kasih harapan ngajak jalan?

Done For Me [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang