0.2 Masalah Rumit Itu Ya Kamu!

36 7 0
                                    

"Are you okay?" tanya Kak Iqbaal mengalihkan fokusnya dari jalanan.

Aku cuma mengulum senyum menjawabnya. Jujur aku belum siap menemuinya setelah mengetahui fakta 'sayur pare' dua hari lalu. Namun, tiba-tiba Kak Iqbaal muncul di gedung fakultasku tanpa bilang-bilang. Mana mungkin aku bisa sembunyi darinya?

Untung saja Kak Iqbaal tidak kepergok Tiur dan Olin. Apa jadinya jika kedua sohibku melihat Kak Iqbaal yang menungguku, mereka pasti tidak akan tinggal diam, mungkin Kak Iqbaal akan di kroyok sampai babak belur karena kelakuannya yang kata Tiur dan Olin br*ngs*k itu.

"Yakin kamu gak papa? lately, I feel that you are avoiding me. Kamu gak balas chat aku, telepon aku juga gak kamu angkat, sesibuk itu yah? Kebiasaan deh.  Everything is fine right? or something bad happened to you? tell me my baby honey Bia."

Cowok itu menatapku penuh harap, menunggu aku menceritakan semua hal yang sepertinya menggangguku.

"Dari muka kamu, I know if something happened. Kenapa sayangku?" tanyanya mengelus kepalaku. Diperlakukan seperti itu aku jadi teringat cerita Olin kemarin. Aku jadi membayangkan dia begitu dengan Kak Nesha.

Aku diam sejanak. Kemudian menarik napas dalam lalu membuangnya.

"Aku ga tau, semuanya rasanya rumit." kataku menatap lurus jalanan kota yang tidak terlalu padat.

Kak Iqbaal menaikan alisnya. Bingung dengan apa yang aku tuturkan mungkin.

"Bia gak ngerti apa yang sedang Bia rasakan. Bia benar-benar gak tau apa yang harus Bia lakuin. Bia..." aku tak melanjutkan kalimatku. Kemudian menggeleng, memilih untuk menahan kalimat yang tadi hampir keluar dari mulutku.

"Semua masalah pasti ada jalan keluarnya, tenang ya kita selesain semua itu sama-sama. Kamu punya aku Bia. So, serumit apa masalahnya sampai kamu super kacau begini? Prof Nugraha kasih tugas analisis lagi? Atau marahan sama Tiur atau Olin, atau karena Bibu?"

Bukannya menjawab aku malah menangis. Mengetahui keadaan itu Kak Iqbaal lantas menepikan mobilnya. Cowok itu mengusap bahuku—menepuknya, menenangkan. Bukannya makin tenang, isakanku malah makin kencang. Menyadari bahwa sikap perhatiannya cuma sandiwara belaka. Benar-benar menyakitkan bukan?

Kak Iqbaal menyerahkan sebotol air mineral yang sudah ia buka tutupnya kepadaku.

"Minum dulu biar tenang."

Aku nurut.

Mobil yang kita tumpangi dipenuhi keheningan sesaat. Aku yang masih sibuk dengan tisuku yang kugunakan membersihkan sisa air mata, dan Kak Iqbaal yang menunggu keadaan menjadi jauh lebih baik. Menunggu aku tenang—menunggu isakanku berhenti.

"Jadi serumit apa masalahnya Bia?" tanyanya hati-hati dengan suara yang begitu lembut.

Aku menatapnya.

"Serumit apa?" tanyanya lagi.

Aku masih memandangnya dengan penuh kebisuan. Tatapan yang penuh keteduhan. Bibir yang selalu mengatakan kalimat cinta dan sayang. Omong kosong! Semuanya cuma topeng palsu!

"Kasih tahu aku masalahnya apa, kita bareng-bareng ngadepinnya."

"So, apa yang terjadi? Apa masalahnya?"

Aku meremas jariku dalam pangkuan. Ragu-ragu dengan apa yang akan aku luapkan padanya.

Cowok itu meraih tanganku menggenggamnya.

"Masalahnya..."

"Masalahnya?" tanyanya mengulang kalimatku.

"Kamu!"

Done For Me [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang