10. Aku mengingkari janji kita.

81 4 0
                                    


2 hari yang lalu.

"Apa maksudnya, Noe?" tanya Kiyoko.

"Aku bermaksud mendonorkan paru-paruku untuknya. Kau bisa tanda tangan di sini."

"Tapi kenapa?! Kau masih bisa hidup dengan sehat!" seru Kiyoko.

"Aku hanya lelah. Lelah karena tak bisa bermain voli seperti teman-teman yang lain, lelah karena tak boleh melakukan aktivitas berat. Aku ingin hidup seperti dulu, tidak terkekang oleh obat atau apapun itu." jelasku

"Kumohon padamu, Kiyo, hanya kamu yang bisa menandatangani surat persetujuan donor ini karena hanya kamu satu-satunya keluargaku saat ini." pintaku padanya.

Kiyoko terdiam menahan air matanya, "Aku harap kau tak menyesal dengan pilihanmu."

Lalu sebuah coretan klasik tertoreh di atas selembar kertas putih.

🥀🥀🥀

Saat ini

"Dokter! Pendarahannya tak mau berhenti!"

"Siapkan lebih banyak peralatan lagi!"

"Baik!"

Suara-suara samar yang kudengar berdenging di telinga ku. Sekujur tubuhku sakit sekali. Apakah aku akan mati? Sejujurnya aku takut sekali.

Aku takut.

Maafkan aku karena mengingkari janji kita, Korai-kun.

🥀🥀🥀

Mata itu terbuka untuk pertama kalinya. Ia mengedipkannya berkali-kali. Lalu setelah sadar sepenuhnya, dokter datang untuk memeriksa keadaannya.

"Apakah kau bisa bernafas dengan leluasa?" tanya dokter.

Lelaki itu, Korai mengangguk, "Lebih baik, dokter,"

Dokter tersenyum, "Kalau begitu, selamat untuk kesembuhanmu."

"Apa?"

"Kau sudah mendapatkan donor organ yang tepat. Beberapa hari lagi mungkin kau boleh pulang."

Korai tersenyum lebar. Tobio dan Wakatoshi di belakang dokter ikut tersenyum.

Setelah dokter keluar, Korai berusaha bangun.

"Tolong jangan bangun terlebih dahulu, Hoshiumi-san. Jahitan nya masih basah," ucap Tobio.

"Aku senang sekali sampai tak bisa berkata-kata! Aku ingin Shimizu-san mengetahui hal ini terlebih dahulu! Tobio bisakah kau menyampaikan pesanku lagi?"

Tobio terdiam.

"Ada apa?"

"Shimizu Noe yang kau maksud itu sudah jadi bagian dari dirimu." ucap Wakatoshi.

"Apa maksudmu?"

Semuanya hening. Baik Tobio maupun Wakatoshi tak ada yang buka mulut.

"Apa maksud kalian?!" Korai sedikit meninggikan nadanya.

"Shimizu-san mendonorkan kedua paru-parunya untukmu, Hoshiumi-san." ucap Tobio.

Korai yang saat itu baru saja terbangun dari komanya hanya bisa terdiam membisu menatap lurus ke bawah.

"Tidak, ini tidak mungkin! Dia sudah berjanji padaku untuk sembuh! Dia berjanji padaku untuk bermain voli lagi nanti! Bagaimana bisa dia-"

"Hoshiumi, tenangkan dirimu,"

Wakatoshi berusaha menenangkan Korai yang sedang histeris.

"Bagaimana bisa?" lirih lelaki surai putih itu.

"Dia tersadar bahwa penyakitnya tak akan bisa disembuhkan sampai kapanpun, mungkin karena itu akhirnya dia memutuskan untuk mendonorkan organnya padamu." jelas Tobio.

Korai menutup matanya yang sudah dibanjiri air mata. Lelaki itu menangis karena kehilangan gadis yang belum lama ini ditemuinya.

"Tanaka-senpai menitipkanku sebuah tape recorder dari Shimizu-san untukmu," Tobio menyerahkan benda kotak jadul itu pada Korai.

"Jangan terlalu larut dalam kesedihan, Hoshiumi. Tidak baik. Kami pergi dulu sebentar." ucap Wakatoshi.

Setelah kedua temannya keluar, Korai menatap lama tape recorder itu. Ada suara pujaan hati di dalamnya.

SINGKAT. | Hoshiumi Korai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang