4. Dia Kritis.

50 7 1
                                    


Esok paginya, aku dimarahi oleh suster karena membuat lenganku sendiri lebam karena bermain voli.

Tak cukup sampai disitu karena tiba-tiba saja Kiyoko datang menjengukku dan langsung menceramahi ku karena tak bisa menjaga tubuhku sendiri.

"Baiklah, aku mengaku salah." kataku akhirnya. "Apa yang kau lakukan disini, Kiyoko?" tanyaku

"Menjenguk saudara sendiri apakah dilarang?"

"Tidak. Tumben saja kau kemari."

"Aku membawakanmu banyak camilan, kau harus makan yang banyak."

Begitulah sepanjang hari ia akan terus mengoceh. Setelah itu aku berbincang banyak hal bersama saudaraku.

"Kiyo, kau tahu Schweiden Adlers?" tanyaku

"Tahu, tim voli divisi 1 bukan? Ada apa? Tiba-tiba kau tertarik lagi dengan voli?"

"Tidak apa-apa. Aku hanya penasaran saja. Boleh putarkan aku pertandingan mereka?"

Lalu Kiyoko mengambil tabletnya dan memperlihatkanku sebuah match voli.

Banyak pemain hebat disana, bahkan Nicollas Romero pun ada disana. Tetapi sepanjang pertandingan, mataku hanya memperhatikan cara bermain Korai. Dia mungkin lebih pendek dari pemain lainnya, tetapi dia pandai melompat seakan terbang di udara dan memukul semua toss yang diberikan padanya. Aku kagum.

Setelah puas menonton seluruh pertandingan Adlers, entah kenapa tiba-tiba saja aku merindukannya, aneh padahal belum lama kami bertemu.

"Kiyoko, aku mau ke taman," pintaku yang langsung diiyakan olehnya.

Sesampainya di taman, aku tak mendapatinya duduk di kursi seperti biasa. Apakah karena ini masih 2 jam sebelum matahari terbenam? Kalau begitu aku akan menunggu.

15 menit

30 menit

30 menit berikutnya

Kenapa dia tak kunjung datang? Padahal aku ingin membahas tentang betapa irinya aku saat dia bisa bermain di tim yang sama dengan Nicollas Romero. Aku juga seorang penggemar Romero!

"Kau terlihat gelisah seperti sedang menunggu seseorang saja," ucap Kiyoko

Memang batinku.

Matahari sudah hampir tenggelam tetapi dia tak kunjung datang. Apa dia sudah pulang?

Kudengar banyak suster dan dokter yang berlarian kesana kemari dengan heboh. Biasanya karena ada pasien yang kritis. Aku masa bodo saja dengan hal itu karena sudah biasa, tetapi Kiyoko malah bertanya pada suster yang sedang buru-buru.

"Apa yang kau lakukan? Hal seperti itu sudah biasa di rumah sakit! Jangan membuatku malu!" hardik ku

"Maaf, aku hanya penasaran. Sepertinya pasien bernama Hoshiumi sedang kritis."

Ucapan Kiyoko membuatku berdiri dengan cepat.

"Hoshiumi?!" seruku

Melihat Kiyoko mengangguk, aku langsung berdiri menuju lorong rumah sakit yang ramai. Di ujung lorong terdapat sebuah kamar yang ramai dimasuki suster dan dokter, kupikir sepertinya itu kamar milik Korai.

Aku ingin melihat tetapi hal itu hanya akan mengganggu tenaga medis jadi sepertinya aku akan bertanya pada suster besok.

SINGKAT. | Hoshiumi Korai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang