Sebagai representasi, Wisnu menaman pohon kamboja Plumeria Alba di sudut-sudut taman yang terbilang luas. Sebuah kursi panjang tak bertangkai menempel pada tembok, menghadap bagian samping jalan. Dipayungi tanaman Flame of Irian, Wisnu duduk sambil memandangi ponsel. Sejak tadi jempolnya sibuk menggulir layar ponsel sambil senyum-senyum. Tag Instagram Kafe Cinta penyebabnya. Usai men-tag Instagram sosial media kafe, Wisnu ragu meminta nomor telepon Cahaya. Namun, sepertinya dia harus berterima kasih kepada Angger karena secara tidak langsung menjadi perantara obrolan antara dirinya dan Cahaya. Dan tak disangka-sangka, mereka berakhir bertukar kontak dengan alasan jika bertemu Angger bisa saling berkabar. Cahaya tidak keberatan. Wisnu bungah. Meski baru dua kali bertemu, Wisnu merasa Cahaya memiliki kemampuan untuk mencerahkan suasana hati. Obrolan di kafe beberapa hari lalu masih terpatri dalam benaknya.
"Aku dengar kamu lulusan sekolah memasak di Italia, ya?" tanya Cahaya sambil menyesap cokelatnya.
"Kata siapa?"
"Baskara pernah bilang selintas. Lalu aku cari sendiri informasi dan ternyata benar. Luar biasa."
"Ya, begitulah. Biasa saja, Aya." Wisnu merendah, ikut menyesap cokelatnya kikuk. "Aku cuma dikasih keberuntungan bisa tembus beasiswa sampai ke sana. Bisa belajar teknik memasak yang baik. Ketemu orang-orang baru."
Kedua telapak tangan Cahaya tergerak menyangga dagunya. Pandangannya terarah kepada Wisnu dengan penuh kagum. Wisnu canggung dipandangi lawan bicaranya seperti itu.
"Kenapa?" imbuh Wisnu untuk mengusir canggung. "Ganteng, ya?"
Cahaya segera melepas topangan dagunya. "Pe-de."
"Yah, 11-12 dibanding Baskara, lah"
"Ya, emang gantengan Baskara sedikit." Cahaya terkekeh, lalu mengernyit dalam. "Kenapa setiap kali bahas apaan gitu, kamu selalu berakhir bahas Baskara?"
"Forgive me. I'll never do it again."
"Good." Cahaya mendengkus.
Namun, helaan napas Cahaya menarik minat Wisnu untuk bertanya lebih jauh. "By the way, Baskara masih obsesif kayak dulu nggak sih, soal masak-memasak?"
"Kan!"
"Please."
Cahaya ogah-ogahan membalas. "Kayaknya sudah bawaan dari orok deh, Nu. Nggak bisa diselamatkan lagi!"
Wisnu terbahak. Cahaya memejam sebentar, seperti merasa bersalah telah mengatakan hal yang seharusnya ditelannya sendiri itu. Akan tetapi, mendengar tawa Wisnu barusan seperti menariknya untuk ikut tertawa, meski sedikit canggung.
"Tenang saja, Aya. I'll keep my mouth shut. Nggak bakalan aku bilang soal ini ke Baskara. Promise."
"Syukur, deh. Aku sudah mau ancam kamu kalau sampai berani ngadu soal ini ke Baskara."
"Memangnya kalau berani ngadu, aku mau diapain?"
"Aku cium!" candanya.
"Wah, kalau begitu aku mau ngadu saja ke Baskara. Biar dapat ciuman," balas Wisnu santai.
Seketika Cahaya dibuat melongo mendengar guraun Wisnu. Dia lalu terkikik mendapati wajah malu-malu perempuan itu. Bahkan Cahaya sempat grogi saat menyentuh cangkir cokelatnya kembali.
"Mas... Mas Wisnu!" Seorang pramusaji depot bernama Atmo berhasil membuyarkan lamunannya. Dia berjalan tergesa setelah menemukan keberadaan pemilik depot tempatnya bekerja. Napasnya memburu.
"Selamat siang, Mas," Atmo menyapa setelah berhasil memangkas jarak.
"Iya. Mas Atmo ini bikin kaget saya saja kalau teriak-teriak begitu. Ada apa?" protes Wisnu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resep Rahasia Baskara
RomansDi antara aroma masakan yang membius dan bercita rasa tinggi, dua restoran tengah berdiri kokoh. Pemiliknya berlomba-lomba mendapatkan Michelin Guide pertama untuk restoran mereka. Persaingan pun tak terhindarkan. Dan di sepanjang perjalanan untuk m...