11. Masa Lalu Menyapa

79 12 12
                                    

Suasana dapur sedang kondusif. Bahkan keran air mengucur dan Musleh lupa mematikannya usai mencuci ikan tidak memancing perkara, sampai-sampai Baskara sendiri turun tangan menutup tanpa membentak. Musleh terkejut dibuatnya.

Hari ini semua penghuni dapur berdoa semoga keharmonisan ini bertahan lama. Baskara tidak bersuara mengerjakan hal paling dibencinya yaitu membersihkan duri ikan menggunakan pinset. Sebabnya, kepala Baskara berasa enteng mengetahui Cahaya tidak marah lagi. Hanya saja, pertanyaan mengenai status mereka masih berbayang dalam benaknya.

"Bas," panggil Dani dari tempatnya memasak. "Menu spesial hari ini ditambah asam-asam ayam kampung, boleh? Ada daun pisang sama stock belimbing wuluh lumayan banyak dan masih segar-segar."

"Oke."

Dani berbalik badan setelah menyengguk, kemudian melanjutkan pekerjaannya. Ramon dan Musleh berdiri cukup jauh dari Baskara. Keduanya bertukar pandang. Genggaman Ramon pada pisau mengerat, sementara Musleh hampir menggelincirkan peralatan memasak yang dicucinya di kitchen sink ujung, sedikit jauh dari posisi Baskara.

"Tahunya kau ada yang aneh sama Pak Baskara, Bang... eh, Mas?" tanya Ramon lirih dengan logat Medan campur Suroboyo-an, dan terkadang terdengar aneh di telinga teman-temannya.

"Jangan-jangan yang di dapur sekarang bukan Pak Baskara?" balas Musleh sama pelannya setelah menggeser posisi berdirinya seraya melirik diam-diam. "Aku pernah lihat di tivi kalau orang kerasukan kelakuannya memang beda. Ada yang baik, ada yang nge-reog."

"Ngeri kali. Ih, pinset nggak bisa bunuh orang kan, ya?" Ramon bertanya dengan suara lembut sembari meneguk ludahnya susah payah.

"Aku bisa dengar omongan kalian," potong Baskara sementara menghentikan kegiatannya. Bibir Ramon dan Musleh langsung mengatup. "Jangan ngobrol nggak penting kalau nggak ada hubungannya sama kerjaan. Kalau sudah selesai, tolong siapkan bahan-bahan sesuai arahan Pak Dani."

Tolong? "Siap," balas keduanya kompak karena tidak ingin membuat Baskara meradang. Mereka kembali ke kesibukan masing-masing dengan gerakan supercepat.

Kemudian bunyi berisik juicer Sari tiba-tiba mengisi kekosongan dapur dan dengungnya lebih lantang dari biasanya, sampai-sampai memekakkan telinga. Mungkin karena pindah pembelian penjual es batu, jadi mesin penghancur itu perlu beradaptasi dengan kerasnya produk baru. Karena itu pula, beberapa pasang mata tertuju padanya. Cepat-cepat Sari mematikan juicer dan menatap Fadli dengan gelisah. "Sori," katanya, mencoba tidak memancing perkara.

"Santai," ucap Fadli, lalu menatap punggung Baskara. "Asal makhluk satu itu nggak bereaksi dengan bunyi yang kamu buat, berarti kamu masih dalam lindungan Tuhan. Amin."

Plok....

"Astaga, ampun Tuhan!" Sari terlonjak dan mengelus dadanya. "Lain kali saya nggak akan berisik lagi, Pak Baskara."

Tepukan tangan Baskara berbarengan dengan seruan Sari, yang seketika mengambil langkah aman dengan menunduk sementara tiga orang lain melebarkan mata dengan wajah tegang, dan hanya Dani yang menoleh dan menggeleng-geleng dibarengi decakkan. Pelakunya sendiri memicing, kebingungan bereaksi seperti apa terhadap lingkungan sekitarnya.

"Kalian semua kenapa? Dari tadi aneh kelakuannya," tuduh Baskara polos. Helaan napas panjangnya menyusul kemudian.

Dani kembali ke kesibukannya menyiapkan menu spesial siang ini setelah mewakili anak buahnya membalas perkataan Baskara. "Harusnya kita yang tanya itu ke kamu. Hari ini kamu aneh. Anteng. Nggak cerewet kayak biasanya," ujarnya tanpa memandang Baskara.

Bibir Baskara mengerucut. Dia sadar, pertanyaan itu memang pantas dialamatkan padanya. "Habisnya―" Dia memotong sendiri kalimatnya dengan menggeleng-geleng keras.

Resep Rahasia BaskaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang