Twenty Two

1.7K 173 24
                                    

Renjun berlari kecil menuju salah satu kelas yang jaraknya tak terlalu jauh dari kelasnya.

Di kelas, tampak Haechan tengah berbincang dengan beberapa teman kelasnya yang lain. Salah satu temannya menepuk pundak Haechan sambil melirik ke arah pintu.

Haechan berbalik menatap Renjun yang tengah berdiri disana sambil melambaikan tangannya. Senyumnya merekah, ia segera beranjak dan menghampiri Renjun.

"Ada apa? Apa kau mencariku?" Tanyanya sambil mendekatkan wajahnya membuat Renjun mendengus.

"Aku tidak mencarimu!"

Haechan terkekeh, "lalu kau mencari siapa?" Ia tampak menarik tangan Renjun ke salah satu kursi.

"Jaemin? Dimana dia? Kenapa dia tidak masuk?" Ucap Renjun sambil menggeleng saat Haechan hendak mencubit pipinya.

"Dia di rumah, dokter bilang dia harus lebih banyak beristirahat. Apa kau khawatir?"

"Tentu saja, memangnya kau tidak khawatir?"

"Adik mana yang tidak cemas jika kakaknya sakit? —tentu saja aku khawatir, tapi Jaemin tidak suka jika orang lain terlalu mengkhawatirkan dia. Jadi, pastikan kau tidak merasa cemas berlebihan. Dia sangat rewel, paham?" Ujar Haechan sambil menangkup pipi Renjun.

"Ah, begitu ya" Renjun tampak memasang wajah sedih.

"Apa kau sudah makan?" Pertanyaan Haechan dibalas gelengan oleh Renjun.

"Kenapa?"

"Karena aku datang kemari terlebih dahulu" ucapnya, "ish! Berhenti mencubit pipiku! Sakit!" Sentak Renjun melepaskan tangan Haechan.

Haechan tertawa puas melihat wajah memerah Renjun.

"Ayo" Haechan menarik tangan Renjun keluar dari kelasnya dan mengajaknya menuju kantin.

"Kau tidak keberatan jika kita makan bersama mereka?" Tanya Haechan setelah mereka duduk di salah satu kursi yang lebih tepatnya mereka bergabung dengan beberapa siswa lainnya.

"Terserah" balas Renjun membuat Haechan mengangguk.

Renjun mulai memakan makanannya sesekali melirik ke arah Haechan yang tengah berbincang dengan teman-temannya.

Renjun mendengus, selalu saja begitu!

Haechan selalu sibuk sendiri, entah itu game atau temannya. Dia merasa tidak senang karena diabaikan.

"Hey, kau mengabaikannya lagi" ujar Jeno sambil duduk di kursi yang bersebelahan dengan Renjun, ia mengusap kepala Renjun gemas melihat ekspresi lesu wajahnya.

Haechan menoleh, "eh iya, maaf hehe" ujar Haechan sambil mencubit pipi kiri Renjun.

Renjun yang kesal memutar tubuhnya dan lebih memilih Jeno.

"Ayo kita pergi" ajaknya kepada Jeno.

"Eh? Eh? Lho? Njun!" Teriak Haechan tak terima saat Renjun pergi sambil menarik tangan Jeno.

"Kenapa kau mengajakku kemari?" Tanya Jeno heran karena Renjun menariknya ke rooftop.

"Aku bosan, aku lelah, aku marah, aku sedih" balas Renjun sambil menyandarkan kepalanya di bahu Jeno.

"Kalau kau bosan, kau bisa memanggilku. Kalau kau lelah, kau bisa menjadikanku sebagai tempat beristirahat. Kalau kau marah lampiaskan saja kepada Haechan jangan padaku. Tapi kalau kau sedih, aku selalu siap untukmu" balas Jeno sambil mengusap kepala Renjun.

"Ngomong-ngomong, apa yang membuatmu lelah, marah dan sedih?"

Renjun menghela napas sejenak, "aku lelah karena sedih dan aku sedih karena marah dan aku marah karena lelah" ujarnya membuat Jeno terdiam berusaha mencerna ucapan Renjun.

7 Husband for One Baby [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang