|23

264 16 3
                                    

Kanara tahu, Tara sedang merasa marah atas kejadian sore tadi. Sesampainya dirumah orangtuanya, Kanara langsung menemui bundanya yang berada dihalaman belakang rumah menemani ayahnya menyantap teh sore hari.

"Bunda..." panggil Kanara dengan sedikit berteriak.

"Yang dicariin bunda doang? Ayah engga?" Protes sang ayah.

"Kan udah satu paket." Ujar Kanara mengeles dari rajukkan ayahnya.

"Bisaan banget anak ayah nih." Ayahnya dan bundanya pun tertawa gemas melihat putri sulungnya.

Tara yang melihat adegan itu langsung naik ke lantai atas. Tahu kakaknya sedang tidak baik-baik saja namun, berpura-pura seperti tak terjadi apa-apa membuat Tara geram.

"Loh Tara-nya mana? Langsung naik?" Tanya bunda.

"Iya kayaknya. Bunda mana? Katanya bunda bikin sop iga. Nara bawa yaa, temen Nara udah nungguin, Nara gak enak udah dari tadi soalnya."

"Oiya, tunggu bunda masukkin ke kotak bekal dulu. Nasinya ada kak?" Tanya bunda pada Kanara.

"Gampang bunda nanti Nara masak aja."

Saat bunda sedang menyiapkan sop iga yang akan dibawa Kanara, Kanara pergi menghampiri adiknya di kamarnya.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu terdengar jelas oleh Tara, namun ia enggan membukanya dan asik memainkan ponselnya dengan merebahkan badannya lelah.

"Dek..." panggil Kanara saat kepalanya melongok kedalam kamar Tara.

Tidak ada jawaban.

Kanara langsung masuk kedalam saat ia melihat Tara yang sedang asik memainkan ponselnya dan tak menggubris kehadiran Kanara.

"Kamu kenapa Ra?" Tanya Kanara pada adiknya.

Tara masih diam dan tetap asik dengan ponselnya.

"Hhmm, kakak gak tau pasti kamu marah karena apa. Tapi kalo tebakan kakak bener, kamu marah karena persoalan Saga tadi..."

"Bisa gak sih dia ilang dari hidup kakak?" Belum selesai Kanara menyelesaikan kalimatnya Tara lebih dulu meluapkan amarahnya.

"Bukan kakak yang mau, tiba-tiba dia hadir lagi di hidup kakak Ra. Kalo kakak bisa, kakak juga mau ngilangin dia dari hidup kakak dan gak pernah lagi tuh hadir di hidup kakak, serius." Layaknya berbicara kepada anak kecil, Kanara mencoba menjelaskan dengan lembut kepada Tara yang sampai saat ini masih dianggap adik kecil untuknya.

Kanara mencoba menenangkan Tara, mencoba meredam amarah yang tercipta begitu saja karena rasa sayang dan khawatirnya kepada kakaknya. Berbicara dari hati ke hati, menjelaskan perlahan bahwa kontrol hidupnya bukan sepenuhnya miliknya.

Ada hal-hal dalam hidupnya yang tidak dapat dikontrol olehnya. Begitu luas kuasa Tuhan, membiarkan semesta mempermainkan hidup dan perasaannya.

Jika bisa berteriak, Kanara tentu saja ingin sekali berteriak hari ini tepat disaat tadi perasaannya mencelos tiba-tiba karena sapaan Saga yang telah lama tak ada dalam hidupnya, tiba-tiba kembali dengan senyuman manis, seperti kisah sejarah yang pernah tercipta hanya ada pada kisah dalam buku Kanara, dan terhapus pada buku Saga.

"Kalau seandainya kakak bisa ngontrol hidup sama perasaan kakak sepenuhnya, apa kakak bakal milih pilihan buat ngelupain dan ngilangin perasaan kakak buat orang itu?" Tanya Tara tegas terhadap kakaknya yang baru saja bangkit dari duduknya dan hendak pergi keluar dari kamar Tara.

Mendengar pertanyaan adiknya, Kanara mencoba menahan kesal dan kekecawaan pada Tara yang menurutnya sudah melewati batas.

"Perasaan kakak emang bukan sepenuhnya kakak yang kontrol, dan tapi bukan kamu juga yang ngatur, bukan siapapun. Konsekuensi dari pilihan yang kakak ambil, udah kakak tanggung sendiri. Kakak mohon sama kamu untuk gak lagi ikut campur. Cukup bertindak layaknya seorang adik yang bisa memahami dan ngertiin kakak."

"Aku sayang sama kakak, tapi kakak lebih milih buat nyiksa diri kakak sendiri."

"Kalo kamu sayang sama kakak, dan tau situasi kakak gimana, cukup hibur kakak Ra. Gak perlu kamu ikutan jadi orang yang serasa disakitin juga. Jangan pernah tarok kaki kamu disepatu kakak. Karena gak akan pernah pas." Kalimat panjang Kanara menutup perdebatan dengan Tara sore itu.

Kanara bergegas turun, dan menghampiri bunda yang sudah menunggu dengan sekotak sop iga hangat.

"Nara pamit yaa bunda, temen Nara udah nunggu lama banget. Gak enak." Jelas Kanara kepada bunda, menyembunyikan mood-nya yang berantakan.

"Gak dianter Tara?" Tanya bunda, sebelum putri sulungnya beranjak pergi.

"Gak usah bunda, Nara udah pesen taksi kok." Seperti terburu-buru Nara hampir saja terjatuh saat memasang sepatunya didepan pintu rumah.

Sore menjelang malam itu, Kanara hanya bisa melepas lelah dan amarahnya dengan helaan nafas singkat namun berat. Selama perjalanan Kanara hanya termangu menatap jalanan ibukota yang telah menunjukkan waktu macet padat merayapnya. Tatapannya kosong, namun pikirannya kacau seperti ada ribuan massa berdemo didalam kepalanya. Potongan-potongan kilas balik hari ini bermunculan begitu saja.

Dari mulai Saga yang tiba-tiba kembali hadir dihidupnya.
Pertengkaran dengan Tara, adiknya.
Panggilan telepon yang tiba-tiba mengusik ditengah-tengah pekerjaan dan kekalutannya menghadapi fakta yang terjadi. Teman lamanya ingin segera bertemu.
Kini, bagaimana ia harus mengahadapi kawan lamanya? Tempat ia membubuhkan janji untuk bisa menjalankan hidup bahagia. Disaat dirinya tanpa sengaja membuka luka lama yang ternyata masih juga menganga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

S A G ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang