|16

535 77 3
                                    

Benar apa yang dibilang Hilda waktu itu. Intensitas untuk bertemu dengan Saga tidak akan sesering ketika masa-masa sekolah dulu. Jika aku ingin melihatnya setiap hari pun bisa.
Namun, kali ini tidak seperti dulu. Dengan jarak dari gedung fakultas satu ke gedung fakultas lain sangatlah jauh. Untuk bisa melihat dalam waktu seminggu sekali saja sulit. Bahkan saat tanpa sengaja aku melewati gedung fakultas Saga pun aku tidak melihat batang hidungnya.

Terakhir aku melihatnya saat masa-masa ospek berlangsung. Dimana Saga menjadi salah satu panitia ospek. Dan aku juga beberapa kali melihat Bara, yang ternyata cukup aktif ketika menjadi panitia ospek. Dan seperti biasa, begitu banyak mahasiswi yang mengagumi ketampanan dari seorang Bara.

Sudah memasuki semester pertengahan. Tanpa terasa waktu begitu cepat berlalu. Aku putuskan untuk tidak pulang ke rumah libur semester kemarin. Karena tanpa disangka tugas-tugas langsung menyerangku begitu saja, meski baru disemester awal.

Seperti saat ini, langkah kaki sibuk mengikuti keinginanku menyusuri lorong-lorong perpustakaan. Demi menyelesaikan tugas yang diberikan. Mencari-cari dimana buku, yang bahkan aku tidak tahu bagaimana rupa dari cover depannya. Hanya bermodalkan judul dan nama penulisnya, mataku sibuk meneliti satu-persatu buku yang telah disusun berdasarkan abjad.

Seketika itu, mataku menangkap sosok yang selama ini  sangat ingin ku lihat, Saga.
Cukup dari kejauhan kupandangi dirinya membuatku senang.

"Tetaplah sejenak, seperti ini. Biarkan aku memandangimu hingga puasku..."

"Nara?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nara?"

"O—ooh hai..."

"Cari buku apa?"

"Cari buku filsafat."

"Oohh... coba cari disebelah sana. Setau aku sih disebelah sana."

"O—oh... iya. Thank you."

"Hm... sama-sama."

Yaaa aku tahu, bukunya disebelah sana. Yang membawaku sampai ke lorong ini kan kamu Ga. Dan... jangan tersenyum seperti itu.


"Oy..."

"Lah, Seno? Ngapain?"

"Kelas-lah."

"Iyaa, tau. Tapi kan... ngulang?"

"Iyaa... ssstttt." Dengan suara berbisik Seno meletakan jari telunjuk dibibirnya.

Seno yang ternyata satu jurusan dengan Kanara sekaligus seniornya. Kini duduk disamping Kanara. Di kelas yang seharusnya diisi mahasiswa baru.

"Kok ngulang No?" Tanya Kanara setibanya mereka di kantin.

"Sibuk gue, makanya ngulang."

"Sibuk apaan? Sibuk naik gunung?"

"Hehhe." Dengan cengiran manisnya, Seno membenarkan tuduhan Kanara. "Eh. Sorry lupa. Maap."

S A G ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang